Saihō-ji 西芳寺 | |
---|---|
Agama | |
Afiliasi | Zen Rinzai |
Dewa | Amida Nyorai (Amitābha) |
Lokasi | |
Lokasi | 56 Matsuo Jingatani-chō, Ukyō-ku, Kyoto, Prefektur Kyoto |
Negara | Jepang |
Arsitektur | |
Dibangun oleh | Gyōki (secara tradisional) |
Rampung | 729-749 |
Saihō-ji (西芳寺 ) adalah sebuah kuil Buddhis Zen Rinzai terletak di Matsuo, Kawasan Nishikyō, Kyoto, Japan. Kuil tersebut, yang terkenal karena taman lumutnya, biasanya disebut sebagai "Koke-dera" (苔寺 ), yang berarti "kuil lumut", sementara nama resminya adalah "Kōinzan Saihō-ji" (洪隠山西芳寺 ). Kuil ini, dibangun terutama untuk memuja Amitabha, pertama didirikan oleh Gyōki dan kemudian dipugar oleh Musō Soseki. Pada 1994, Saihō-ji didaftarkan sebagai sebuah Situs Warisan Dunia UNESCO, sebagai bagian dari "Monumen Bersejarah Kyoto Kuno".[1][2] Lebih dari 120 jenis lumut terdapat di taman bertingkat dua, menyerupai karpet hijau yang indah dengan banyak nuansa halus.[3]
Menurut legenda kuil, Saihō-ji dibangun semasa Zaman Nara oleh Gyōki, di lokasi salah satu bekas perasingan Pangeran Shōtoku.[2] Kuil ini pertama kali dioperasikan sebagai kuil Hossō yang didedikasikan untuk Amitabha, dan dikenal sebagai "Saihō-ji" (西方寺 ), sebuah homofon dari nama saat ini. Nama ini dipilih karena Amitabha merupakan Buddha utama dalam Surga Barat, yang dikenal dalam bahasa Jepang sebagai "Saihō Jōdo" (西方浄土 ). Legenda menyatakan bahwa biksu Jepang yang terkenal seperti Kūkai dan Hōnen kemudian bertugas sebagai kepala pendeta kuil ini.[1] Meskipun kebenaran legenda ini patut dipertanyakan, diyakini bahwa pendahulu seperti itu untuk kuil saat ini sebenarnya ada.
Seiring waktu, kuil tersebut hancur berantakan, dan pada tahun 1339, kepala pendeta di [kuil Matsunoo] di dekatnya, Fujiwara Chikahide, memanggil tukang kebun Jepang yang terkenal Musō Soseki untuk membantunya menghidupkan kembali Saihō-ji sebagai sebuah kuil Zen.[1] Pada saat ini, Musō memutuskan untuk mengubah nama kuil, untuk mencerminkan orientasi Zen barunya. Nama kuil menjadi "Saihō-ji" (西芳寺 ), nama ini dipilih tidak hanya karena ia merupakan homofon dari nama aslinya, tetapi juga karena kanji tersebut digunakan dalam frasa yang berhubungan dengan Bodhidharma: "Bodhidharma datang dari Barat" (祖師西来 , soshi seirai) dan "Ajaran Bodhidharma akan menyebar dan menghasilkan buah seperti bunga berkelopak lima" (五葉聯芳 , goyō renpō) Saihō-ji hancur oleh api semasa Perang Ōnin,[2] dan dua kali diporak-porandakan oleh banjir semasa Zaman Edo, tetapi sejak saat itu telah dibangun kembali.
Ironisnya, lumut yang karenanya kuil tersebut dikenal bukanlah bagian dari desain asli Musō. Menurut sejarawan Prancis, François Berthier, "pulau" taman itu "diberi karpet dengan pasir putih" pada abad ke-14. Lumut itu muncul lama kemudian, dengan kemauannya sendiri selama Zaman Meiji (1860-1912), ketika biara tersebut kekurangan dana yang cukup untuk perawatan.[4]
Sebagian besar isi artikel ini berasal dari artikel berbahasa Jepang yang ekuivalen, yang diakses pada tanggal 1 Juli 2006.