Setya Novanto | |
---|---|
Ketua Dewan Perwakilan Rakyat ke-16 | |
Masa jabatan 30 November 2016 – 11 Desember 2017 | |
Presiden | Joko Widodo |
Wakil | Fadli Zon Agus Hermanto Taufik Kurniawan Fahri Hamzah |
Masa jabatan 2 Oktober 2014 – 16 Desember 2015 | |
Presiden | Susilo Bambang Yudhoyono Joko Widodo |
Ketua Umum Partai Golongan Karya ke-10 | |
Masa jabatan 17 Mei 2016 – 13 Desember 2017 | |
Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia | |
Masa jabatan 1 Oktober 1999 – 11 Desember 2017 | |
Daerah pemilihan | Timor Timur[1] (1999—2004)[2] Nusa Tenggara Timur II (2004—2017) |
Informasi pribadi | |
Lahir | 12 November 1955[3] Bandung, Jawa Barat, Indonesia[3] |
Partai politik | Partai Golongan Karya |
Suami/istri | Luciana Lily Herliyanti Deisti Astriani Tagor, S.H. |
Anak | Dengan Luciana Lily Herliyanti : 2 Dengan Deisti Astriani Tagor : 2, termasuk Gavriel Putranto Novanto |
Almamater | Universitas Katolik Widya Mandala Surabaya Universitas Trisakti |
Pekerjaan | Politisi |
Sunting kotak info • L • B |
Drs. Setya Novanto, Ak. (lahir 12 November 1955[3]) adalah politikus asal Jawa Barat, Indonesia yang diusung oleh Partai Golkar.[4] Ia menjabat Ketua DPR RI periode 2014—2019, dan telah menjadi anggota DPR RI sejak 1999 hingga masa jabatan 2019 (tanpa putus) sebagai perwakilan Golkar dari dapil Nusa Tenggara Timur II, yang meliputi wilayah Pulau Timor, Rote, Sabu, dan Sumba.[4] Namun, pada tanggal 16 Desember 2015, Ia mengundurkan diri dari jabatannya sebagai Ketua DPR RI terkait kasus pencatutan nama Presiden RI Joko Widodo dalam rekaman kontrak PT. Freeport Indonesia.[5] Ia juga menjabat sebagai Ketua Fraksi Golkar periode 2009-2014.[6] Ia menjabat sebagai Ketua Umum Partai Golkar periode 2016-2017.[7]
Setya Novanto lahir pada 12 November 1955 di Bandung, Jawa Barat dari pasangan Sewondo Mangunratsongko dan Julia Maria Sulastri.[8] Pada tahun 1967, ia meninggalkan Bandung dan bermukim di Jakarta dan melanjutkan sekolah dasarnya di SD Negeri 6 Jakarta.[9][10] Orang tuanya bercerai saat ia masih duduk di Sekolah Dasar.[3] Di Jakarta ia menempuh pendidikan di SMPN 73 Tebet, Jakarta Selatan.[10] Ia kemudian melanjutkan pendidikan menengah di SMA 9 (kini disebut SMAN 70)[10] Pada masa SMA ia bertemu dengan Hayono Isman (mantan Menteri Pemuda dan Olahraga kabinet Presiden Soeharto) yang dikemudian hari menjadi titik tolak upaya politiknya.[4] Selepas SMA ia melanjutkan kuliah di Universitas Katolik Widya Mandala, Surabaya.[8]
Saat kuliah di Universitas Katolik Widya Mandala, Surabaya, Setya dinyatakan memiliki banyak pekerjaan selama bermukim di kota tersebut. Ia mulai dari berjualan beras dan madu modal Rp82.500 dan memulai dengan kulakan tiga kuintal beras hingga bisa berjualan beras sampai dua truk yang langsung diambil dari pusatnya di Lamongan.[11] Saat itu ia juga punya kios di pasar Keputran, Surabaya namun usaha tersebut tak bertahan lama dan predikat juragan beras ditanggalkannya karena mitra usahanya mulai tidak jujur.[11] Ia mendirikan CV Mandar Teguh bersama putra Direktur Bank BRI Surabaya, Hartawan, dan pada saat yang sama ia ditawari bekerja menjual mobil salesman Suzuki untuk Indonesia Bagian Timur. Ia mengiyakannya dan memilih membubarkan CV yang didirikannya. Berkat kepiawaiannya menjual, pada usia 22 tahun dan Setya tercatat sebagai mahasiswa Jurusan Akuntansi Universitas Widya Mandala Surabaya yang menjadi Kepala Penjualan Mobil untuk wilayah Indonesia Bagian Timur.[11] Setya pun pernah menjadi model, dan terpilih jadi pria tampan Surabaya (1975).[8] Di masa-masa ini, Setya Novanto dikenal sebagai orang yang ulet dan banyak sahabat.[8] Selepas kuliah di Widya Mandala, Setya bekerja untuk PT Aninda Cipta Perdana yang bergerak sebagai perusahaan penyalur pupuk PT Petrokimia Gresik untuk wilayah Surabaya dan Nusa Tenggara Timur.[4] PT Aninda dimiliki oleh Hayono Isman, teman sekelas Setya di SMA Negeri 9 Jakarta.[4] Pertemanan dengan Hayono Isman inilah yang menjadi awal mula persinggungan Setya dengan dunia politik.[4] Kembali ke Jakarta pada tahun 1982, Setya meneruskan kuliah jurusan akuntansi di Universitas Trisakti.[4] Selama kuliah ia tinggal di rumah teman dan atasannya, Hayono, di Menteng, Jakarta dan tetap bekerja di PT Aninda Cipta Perdana.[4] Selain menjadi staf, ia juga mengurus kebun, menyapu, mengepel, hingga menyuci mobil dan menjadi sopir pribadi keluarga Hayono.[4][9] Semasa kuliah Setya diingat oleh temannya sebagai seseorang yang rapi dan rajin, tetapi minim kegiatan sosial dan politik saat mahasiswa.[10] Sebagai pengusaha, ia dikenal sebagai salah satu binaan konglomerat Sudwikatmono dan oleh Sudwikatmono, Setya diakui memiliki kemampuan lobi diatas rata-rata walaupun kurang matang.[11] Dalam wawancaranya dengan Majalah SWA pada tahun 1999 Setya mengaku;
Sudwikatmono adalah pembina usaha saya, Hayono Isman membina saya dalam politik, dan Wismoyo Arismunandar membina wawasan pengabdian pada bangsa dan negara.[11]
Setya memulai kiprahnya di bidang politik sebagai kader Kosgoro pada tahun 1974.[11] Ia menjalin kedekatan erat dengan Hayono Isman yang telah dikenalnya ketika sama-sama menjadi siswa SMA IX Jakarta.[11] Setya Novanto pun menjadi Anggota Golkar, dan menjadi Anggota DPR Fraksi Golkar berturut-turut 6 periode tanpa putus sejak 1999 sampai saat ini.
Setya Novanto terpilih dalam pencalonan Ketua DPR RI Periode 2014 - 2019 dari Partai Golkar dalam sistem paket bersama Koalisi Merah Putih. Pada tanggal 2 Oktober 2014, ia terpilih sebagai Ketua DPR RI.[12][13]
Pada saat kasus pencatutatan nama Freeport, Setya Novanto mengundurkan diri tepat saat Mahkamah Kehormatan Dewan DPR akan memutuskan pelanggaran kode etik. Setya Novanto digantikan oleh Ade Komarudin (Ketua Fraksi Golkar DPR 2014-2019). Setya Novanto ditunjuk Aburizal Bakrie sebagai Ketua Fraksi Golkar pengganti Ade.
Saat terjadi Musyawarah Nasional Luar Biasa (Munaslub) Partai Golkar 2016 yang terjadi karena kisruh internal Partai Golkar yang sudah terjadi selama 1,5 tahun, Setya Novanto mencalonkan diri menjadi Ketua Umum Golkar. Ada 8 Calon total Caketum Golkar yang mengikuti Munaslub ini. Pada pemungutan suara tahap 1 yang dilakukan secara voting tertutup, Setya Novanto mengantungi suara sebesar 277 suara dan Ade Komarudin mendapat suara terbanyak kedua sebesar 173 suara.[7][14]
Tepat saat akan memulai pemungutan suara tahap 2 yang hanya diikuti 2 caketum pemeroleh suara minimal 30%, Akom menyatakan tidak akan melanjutkan pemilihan dan mendukung Setya Novanto sebagai Ketua Umum Golkar yang baru. Munaslub akhirnya mengesahkan Setya Novanto secara resmi sebagai Ketua Umum DPP Partai Golkar 2016-2019. Idrus Marham kembali ditunjuk menjadi Sekretaris Jenderal DPP Partai Golkar. Sementara posisi Bendahara Umum dijabat oleh Robert Kardinal. Nurdin Halid yang menjabat sebagai Ketua Steering Committee Munaslub ditunjuk sebagai Ketua Harian Partai Golkar. Penunjukan ketiganya dilakukan dalam rapat di Bali Nusa Dua Convention Center, Selasa (17/5/2016).[15] Setya Novanto pun akan mengundurkan diri dari Ketua Fraksi DPR.[16]
"Golkar akan bekerja sama dengan pemerintah. Kami akan mendukung program pemerintah," kata Novanto usai terpilih dalam Musyawarah Nasional Luar Biasa (Munaslub) Partai Golkar di Nusa Dua, Bali, Rabu (17/5). Musyawarah Nasional Luar Biasa Partai Golkar memutuskan partai berlambang pohon beringin itu keluar dari Koalisi Merah Putih sehingga membatalkan/menganulir hasil Munas 2014.[17]
Setya menikah dengan Luciana Lily Herliyanti, putri dari Brigadir Jenderal (Pol.) Sudharsono (mantan Wakil Kepala Kepolisian Daerah Jawa Barat). Dari pernikahan ini ia memiliki dua anak yaitu Rheza Herwindo dan Dwina Michaella.[4][9] Ia kemudian bercerai dengan Luciana Lily dan menikah dengan Deisti Astriani Tagor dan memiliki dua anak yaitu Giovanno Farrel Novanto dan Gavriel Putranto.[9] Deisti mengaku bahwa suaminya begitu sibuknya sehingga saat-saat bersama yang mereka rutin lakukan adalah berdiskusi di kamar mandi.[18] Karena ditempat lain ia kerap menerima tamu dan telepon.[18]
Pada tahun 2001, Setya Novanto menjadi salah satu saksi persidangan kasus hak piutang (cessie) PT Bank Bali kepada Bank Dagang Nasional Indonesia (BDNI).[19][20][21] Belasan tahun kemudian (2015), Kasus terhangat, yaitu pembelian cessie milik Bank Tabungan Negara (BTN) oleh Victoria Securities International Corporation, masih dalam proses penyidikan di Kejaksaan Agung. Awalnya kisruh cessie Bank BTN kurang mendapat perhatian bila saja Ketua DPR Setya Novanto tidak memanggil Jaksa Agung M Prasetyo secara pribadi ke ruangannya di Senayan pada 21 Agustus 2015. Intervensi Setya Novanto bukan sebatas memanggil, melainkan juga mendorong Komisi III DPR membentuk pansus atau panja. Tidak mengherankan bila pertemuan tertutup itu juga dihadiri Ketua Komisi III Aziz Syamsudin dari Partai Golkar dan Muhammad Nasir Djamil dari PKS. Setya Novanto berkilah ia memanggil Prasetyo karena ada surat pengaduan dari pihak Victoria Securities International Corporation.[22]
Nama Setya Novanto pernah disebut oleh mantan Bendahara Umum Partai Demokrat Muhammad Nazaruddin sebagai salah satu pengendali proyek dalam kasus e-KTP.[19] Setya ikut terseret dalam kasus pengadaan paket penerapan Kartu Tanda Penduduk berbasis nomor induk kependudukan secara elektronik (e-KTP) untuk tahun anggaran 2011-2012, salah satu proyek Kementerian Dalam Negeri.[19] Dalam kasus ini, Nazaruddin menyebutkan ada aliran dana yang mengalir ke sejumlah anggota DPR salah satunya Setya Novanto. Setya diperkirakan menerima Rp300.000.000.000,00 dari proyek e-KTP.[19] Nazaruddin menuding Novanto membagi-bagi fee proyek e-KTP ke sejumlah anggota DPR. Novanto juga disebut mengutak-atik perencanaan dan anggaran proyek senilai Rp 5,9 triliun tersebut. Terkait proyek e-KTP, Novanto membantah terlibat, apalagi membagi-bagikan fee. Dia mengaku tidak tahu-menahu soal proyek e-KTP.[23]
Pada tanggal 17 Juli 2017, Komisi Pemberantasan Korupsi menetapkan Setya Novanto sebagai tersangka dalam kasus e-KTP.[24][25]
Pada tanggal 29 Maret 2018, Setya Novanto dituntut 15 tahun penjara oleh jaksa dan denda Rp 1 miliar subsider 6 bulan kurungan.[26]
Pada kasus Akil Mochtar, Novanto pernah diperiksa sebagai saksi dalam kasus dugaan suap, gratifikasi, dan pencucian uang terkait sengketa pemilihan kepala daerah yang bergulir di Mahkamah Konstitusi. Kasus ini menjerat mantan Ketua MK Akil Mochtar yang juga mantan politikus Partai Golkar. Nama Novanto sempat disebut dalam rekaman pembicaraan antara Akil Mochtar dan Ketua Dewan Pimpinan Daerah Partai Golkar Jatim sekaligus Ketua Bidang Pemenangan Pemilu Jawa Zainuddin Amali. Pesan BBM tersebut berisi permintaan uang Rp 10 miliar dari Akil kepada Zainuddin. Saat dikonfirmasi mengenai pesan BBM ini, Novanto membantah adanya permintaan uang dari Akil. Dia mengaku telah melarang Zainuddin mengurus masalah Pilkada Jatim. Dia juga mengakui bahwa hubungan Akil dengan Golkar tidak baik karena banyak perkara sengketa pilkada di MK yang tidak dimenangi Golkar.[23]
Setya Novanto pernah diperiksa terkait perkara suap pembangunan lanjutan tempat Pekan Olahraga Nasional XVII.[19] Ruang kerja Setya Novanto juga digeledah oleh Penyidik KPK pada 19 Maret 2013.[19] Tersangka dalam kasus itu adalah mantan Gubernur Riau Rusli Zainal.[19] Terkait kasus ini, Setya membantah keterlibatannya. Dia juga membantah pernah menerima proposal bantuan dana APBN untuk keperluan PON Riau atau memerintahkan pihak Dinas Pemuda dan Olahraga Riau (Dispora Riau) untuk menyerahkan uang suap agar anggaran turun.
Setya Novanto, Fadli Zon dkk, selaku pimpinan DPR-RI menghadiri The 4th World Conference of Speakers Inter Parliamentary Union (IPU) di New York, AS, pada tanggal 31 Agustus - tanggal 2 September 2015. Usai menghadiri acara konferensi tersebut, Setya Novanto dkk menghadiri acara jumpa pers kampanye politik bakal Calon Presiden Amerika Serikat, dari Partai Republik, Donald Trump pada Kamis pekan tersebut di New York, Amerika Serikat. Persoalan kehadiran Setya Novanto dkk selaku Pimpinan DPR-RI dalam acara jumpa pers Donald Trump, Capres AS dari Partai Republik itu kemudian diperbincangkan publik dan menuai kontroversi.[27]
Sesaat setelah dia (Trump) tampaknya selesai memberikan sambutan dan berjalan menjauh dari podium, Trump mendadak kembali ke mikrofon bersama seorang pria di sisinya. Trump memperkenalkan tamu khususnya itu yang sudah berdiri di belakangnya selama acara tersebut. "(Ini) Ketua DPR Indonesia. Dia berada di sini untuk bertemu saya. Setya Novanto, salah seorang yang paling berkuasa dan orang hebat," kata Trump. "Rombongannya berada di sini untuk bertemu saya hari ini. Kami akan melakukan hal-hal besar buat Amerika Serikat, benar kan?" lanjut Trump.
Setya menjelaskan, pertemuan itu tidak disengaja, pertemuan itu berawal dari inisiasi Donald Trump yang menghubungi dirinya untuk menyempatkan diri berkunjung ke gedung miliknya. Pertemuan tersebut berlangsung pada Pukul 13.30 waktu setempat. Saat itu, agenda acara IPU sedang rehat hingga Pukul 15.00 waktu setempat. Saat itulah Setya berkunjung ke Gedung milik Donald Trump.[28]
Pertemuan tersebut diduga telah melanggar kode etik dewan. Bahkan pertemuan itu dianggap di luar fungsi dan kewenangan anggota DPR. "MKD memutuskan memberikan teguran agar (Novanto dan Fadli) lebih hati-hati dalam menjalankan tugas," kata Ketua Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) Surahman Hidayat, Senin, 19 Oktober. Dia menjelaskan sejatinya MKD berpendapat bahwa pimpinan DPR harus berhati-hati dalam bertugas karena membawa nama besar institusi, apalagi terkait isu pimpinan DPR mendukung Trump.[29]
Jabatan partai politik | ||
---|---|---|
Didahului oleh: Aburizal Bakrie |
Ketua Umum Partai Golkar 2016–2017 |
Diteruskan oleh: Airlangga Hartarto |
Jabatan politik | ||
Didahului oleh: Ade Komarudin |
Ketua Dewan Perwakilan Rakyat 2016–2017 |
Diteruskan oleh: Bambang Soesatyo |
Didahului oleh: Marzuki Alie |
Ketua Dewan Perwakilan Rakyat 2014–2015 |
Diteruskan oleh: Ade Komarudin |