Gaya atau nada penulisan artikel ini tidak mengikuti gaya dan nada penulisan ensiklopedis yang diberlakukan di Wikipedia. |
Siti Hartati Murdaya | |
---|---|
Informasi pribadi | |
Lahir | 29 Agustus 1946 Jakarta, Indonesia |
Suami/istri | Murdaya Widyawimarta Poo |
Anak | Prajna Murdaya Metta Murdaya Uppekha Murdaya Karuna Murdaya |
Almamater | Universitas Trisakti National University of Singapore Stanford University |
Sunting kotak info • L • B |
Dra. Siti Hartati Murdaya (Hanzi: 鄒麗英/邹丽英; Chow Lie Ing; 29 Agustus 1946) merupakan salah satu figur paling berpengaruh dalam perekonomian Indonesia maupun kemajuan ajaran Buddha di Indonesia. Sejak tahun 1984 dirinya menjadi pendiri dan Presiden Direktur PT. Central Cipta Murdaya (CCM Group) sebuah holding company (perusahaan induk) yang memiliki 50 lebih anak perusahaan yang bergerak di bidang industri, trading, retail, manufaktur, perkebunan, kehutanan, konstruksi, properti, MICE dan hotel. Selain itu dirinya juga menjadi Ketua Umum WALUBI sejak 1998 - sekarang. Sejumlah jabatan lain juga pernah diembannya seperti Dewan Pertimbangan Presiden (d/h Dewan Pertimbangan Agung) tahun 1997 - 1999, Anggota MPR Fraksi Utusan Golongan tahun 1999 - 2004, Anggota Komite Ekonomi Nasional (KEN) tahun 2010 - 2012. Menurut majalah Forbes, Hartati Murdaya merupakan perempuan terkaya se-Indonesia dengan kekayaan ditaksir sekitar Rp 20,3 Trilliun atau 1,4 Milyar USD.
Hartarti Murdaya lahir di Jakarta pada tanggal 29 Agustus 1946 dengan nama lahir Siti Hartati Tjakra. Nama Hartati merupakan pemberian dari Ir. Soekarno. Ayah Hartati yakni Tjakra Bhudi dahulu merupakan seorang jurnalis yang ditugaskan ke Indonesia untuk meliput berita hingga kemudian beralih menjadi pengusaha kayu. Hartati merupakan putri sulung dari tujuh bersaudara, ia memiliki lima orang adik perempuan dan satu orang adik laki – laki.
Sejak kecil, Hartati merupakan sosok yang serba bisa di dalam keluarganya, selain rajin belajar, dirinya juga pandai menyanyi, membuat kue, memasak, menjahit pakaian bahkan memangkas rambut juga bisa dilakukannya. Hartati juga tumbuh sebagai seorang Buddhis yang taat, dirinya tidak segan – segan untuk membersihkan, menyapu, mengepel vihara bahkan mencuci jubah para Bhikkhu Sangha. Selesai menamatkan pendidikan sekolah menengah atas (SMA), Hartati pun melanjutkan pendidikan dengan berkuliah di Universitas Res Publica, kala itu sulit sebetulnya bagi warga keturunan dapat mengenyam pendidikan tinggi, beruntung saat itu Hartati dapat menjadi segelintir warga keturunan yang dapat menempuh jenjang pendidikan tinggi. Namun, karena gejolak politik yang saat itu terjadi, Universitas Res Publica dibubarkan karena dicap sebagai kelompok kiri. Singkat cerita, Hartati pun berhasil memperoleh gelar Doktoranda (Dra.) di bidang tata niaga dan lulus dengan predikat yudisium magna cum-laude.
Semangat tak kenal lelah untuk menempuh ilmu selalu terpatri dalam diri Hartati, dirinya pun melanjutkan studi di Stanford University, Amerika Serikat pada tahun 1982 dalam Executive Program for Graduate Student of Top 500 American Companies di mana melalui program tersebut dirinya mempelajari bagaimana 500 perusahaan terbaik di Amerika Serikat menjalankan serta mengembangkan bisnisnya. Selain itu Hartati juga belajar di National University of Singapore (NUS) pada tahun 1984 dalam Executive Program for Graduate Student yang semakin mengasah intelektualitas Hartati.
Setelah mendapatkan gelar Doktoranda (Dra.), di tahun 1971 Hartati Murdaya bertemu dengan Murdaya Widyawimarta Poo, kala itu Murdaya Poo merupakan seorang pengusaha muda yang datang ke perusahaan milik ayah Hartati untuk mengikuti tender dalam sebuah proyek. Setelah pertemuan tersebut tidak lama kemudian Hartati dan Murdaya Poo pun bertunangan hingga akhirnya menikah di tahun 1972, Hartati yang tadinya bekerja sebagai General Manager di perusahaan milik ayahnya pun kemudian meninggalkan perusahaan ayahnya untuk mengembangkan bisnis bersama – sama dengan suaminya tersebut.
Hartati dan Murdaya Poo menjadi keluarga yang harmonis dan tidak pernah diterpa isu miring apapun, mereka pun dikaruniai empat orang anak yang semuanya menempuh pendidikan tinggi hingga ke luar negeri antara lain Metta Murdaya, Prajna Murdaya, Uppekha Murdaya dan Karuna Murdaya. Di sela – sela kesibukannya apabila ada kesempatan Hartati merupakan sosok yang suka melakukan hobinya seperti menyanyi, merajut maupun bertamasya namun, hal ini jarang dilakukannya sebab kesibukan mengelola bisnis maupun pengabdian di bidang agama membuat Hartati hanya memiliki sedikit waktu beristirahat bahkan tak jarang dalam sehari dirinya hanya bisa tidur selama 3 – 4 jam saja. Hartati juga merupakan seorang vegetarian yang tekun dan telah melakoninya selama puluhan tahun.
Hartati yang dikenal banyak orang sekarang merupakan sosok yang serba bisa, dirinya pun mendirikan konglomerasi Central Cipta Murdaya (CCM) Group di tahun 1984, sebuah holding company yang memiliki sekitar 50 anak perusahaan yang bergerak di berbagai bidang industri, trading, retail, manufaktur, perkebunan, kehutanan, konstruksi, properti, MICE (meeting, incentive, convention, exhibition) dan perhotelan. Adapun Hartati memiliki pandangan bahwa bisnis yang digeluti perlu selaras dengan tanggung jawab sosial perusahaan guna mendukung pertumbuhan ekonomi negara dibarengi dengan peningkatan kesejahteraan bagi rakyat Indonesia.
Meskipun dirinya begitu sibuk untuk mengelola perusahaan yang sangat banyak beserta puluhan ribu karyawan yang menggantungkan hidup darinya, Hartati masih meluangkan waktu dalam pengabdian bagi Buddha Dharma serta negara. Dirinya menerima amanah sebagai Dewan Pertimbangan Agung (DPA) di tahun 1997 – 1999, kemudian menjadi utusan golongan di MPR RI pada tahun 1999 – 2004 serta menjadi Komite Ekonomi Nasional (KEN) tahun 2010 – 2012. Serta pengabdian sebagai Ketua Umum WALUBI sejak tahun 1998 hingga sekarang, bahkan sebelumnya dirinya juga menjadi Ketua Dewan Penyantun di WALUBI.
Binisnya dimulai dari usaha alat kelistrikan dan genset di bawah bendara PT Kencana Sakti Indonesia.
Tahun 1988 ia menggandeng pemilik brand Nike untuk bekerja sama memproduksi sepatu sport Nike di Indonesia, di PT Hardaya Aneka Shoes Industry yang didirikannya di Kecamatan Jatiuwung - Kotamadya Tangerang. Untuk memperkuat bisnis tersebut, ia merekrut manager-manager produksi dari pabrik sepatu Nike di Korea Selatan yang mengalami penutupan pabrik karena kenaikan upah minimum di Korea Selatan. Tahun berikutnya, ia mendirikan pabrik sepatu kedua untuk memproduksi sepatu Nike bernama PT Nagasakti Paramashoes Industry yang berlokasi di Kecamatan Pasar Kemis - Kabupaten Tangerang. Pabrik sepatu merupakan industri padat karya dan bagi Hartati Murdaya ini merupakan bisnis dan usaha sosial yang membantu mereka yang belum memiliki pekerjaan. Kemudian ia juga mendirikan PT Berca Sportindo yang menjadi distributor sepatu Nike di Indonesia. Dengan pengalamannya dalam produksi sepatu Nike tersebut, kemudian ia mengembangkan sepatu sport merk League.
Pada 1992 usahanya merambah ke proyek pembangkit listrik tenaga gas dan uap Tanjungpriok. Usahanya melebar ke bidang properti, perkayuan, agroindustri, dan kontraktor listrik. Ia juga menggarap usaha printer HP dan pabrik kabel listrik .
Selain itu, ia juga membuka kebun kelapa sawit PT Hardaya Inti Plantations di lahan seluas 70 ribu hektare di Kabupaten Buol - Sulawesi Tengah, membangun kawasan industri seluas 300 hektare di Balaraja, Tangerang - Banten dan membeli PT. Jakarta International Expo (PRJ) senilai lebih dari Rp. 1 Triliun.
Setelah empat puluh tahun lebih malang melintang di dunia bisnis, kini ia memiliki lebih dari 42.000 karyawan yang tersebar di lebih dari 36 perusahaan di bawah bendera Central Cakra Murdaya / Berca Group.
Majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta menjatuhkan vonis 2 tahun 8 bulan penjara dan denda Rp 150 juta subsider kurungan 3 bulan penjara kepada pengusaha Siti Hartati Murdaya. Selaku direktur utama PT Hardaya Inti Plantation dan PT PT Cipta Cakra Murdaya (CCM), Hartati terbukti melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama dan berkelanjutan dengan memberikan uang senilai total Rp 3 miliar kepada Bupati Buol Amran Batalipu terkait kepengurusan izin usaha perkebunan di Buol, Sulawesi Tengah.
Putusan ini dibacakan majelis hakim Tipikor yang terdiri dari Gus Rizal (ketua), Tati Hardiyanti, Made Hendra, Slamet Subagyo, dan Joko Subagyo secara bergantian dalam persidangan yang berlangsung di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta pada hari Senin tanggal 4 Februari 2013.[1]