Slut-shaming adalah tindakan atau perkataan yang ditujukan untuk mempermalukan dan merendahkan wanita yang menyebabkan pelanggaran karena aktivitas atau perilaku seksual wanita tidak sesuai dengan nilai-nilai gender dan budaya konservatif. Slut-shaming bisa berupa pelecehan seksual agresif secara verbal atau fisik.[1]
"Slut" pada dasarnya berarti pelacur, yang sering diartikan sebagai wanita yang menjual tubuhnya untuk prostitusi demi memenuhi kebutuhan finansial. Istilah prostitusi atau pelacur kini telah mengalami perubahan sebuah makna yang menjadi label sosial untuk menggambarkan kepribadian secara individu. Amsrong, Hamilton dan Seeley, J.LMaghfirah (2015) Stigma pelacur ini digunakan untuk menggambarkan wanita berdasarkan pakaian mereka yang provokatif, gaya hidup buruk dan perilaku buruk.[2]
Pria memainkan peran penting dalam menentukan siapa yang harus "dipermalukan", mengkategorikan wanita berdasarkan kinerja seksual mereka (nyata atau khayalan) juga memaksa wanita untuk mematuhi standar ganda yang mereka yakini sebagai perilaku seksual yang dapat diterima pria. (Crawford dan Popp 2003; Hamilton dan Armstrong 2009). Namun, perempuan dikatakan terlibat dalam slut-shaming sebagai bentuk penindasan seksual yang terinternalisasi (Ringrose dan Renold 2012). Misalnya, slut-shaming dikaitkan dengan ketidaksetaraan gender dan memperkuat superioritas laki-laki dan penaklukan perempuan.[1]
Slut-shaming adalah sebuah bentuk penindasan seksualitas perempuan dengan ungkapan yang tidak menyenangkan yang identik dengan wanita. ini adalah upaya pencemaran nama baik orang atau korban kekerasan seksual menyebut mereka sebagai "perempuan jalang” yang memiliki makna negatif. Tujuan dari slut-shaming itu sendiri adalah menurunkan rasa percaya diri, malu, tidak berharga dan menciptakan perasaan bersalah bahkan hingga menimbulkan tekanan hidup kepada wanita yang menggunakan pakaian provokatif.[2]
Berikut adalah tanda jika kamu telah menerima kejahatan pada perempuan jenis slut-shaming
1. Merendahkan wanita atas penampilan atau pakainnya
2. Anggapan bahwa wanita berpakaian dan berdandan hanya untuk laki-laki
3. Menyalahkan sesama perempuan saat menjadi korban pornografi
4. Merendahkan bahkan memfitnah wanita yang melakukan aktivitas seksual
5. Mengajak hubungan seksual.[3]