Sokushinbutsu (即身仏) adalah cara mumifikasi diri yang dilakukan oleh biarawan Jepang. Praktik ini pertama kali dirintis oleh seorang kepala biara bernama Kuukai di kompleks kuil Gunung Koya di prefektur Wakayama.
Kuukai adalah pendiri Shingon, sekte Buddha, yang merupakan sekte yang muncul dengan ide pencerahan melalui hukuman fisik. Konon ratusan biksu telah mencoba praktik mumifikasi tersebut, tetapi hanya ada 16 dan 24 mumi yang berhasil ditemukan hingga kini.
Proses mumifikasi ini cukup rumit, dimulai dengan diet 1.000 hari. Selama masa itu, para biksu hanya akan makan makanan tertentu yang terdiri dari kacang-kacangan dan biji-bijian untuk melucuti semua lemak di tubuh mereka. Mereka kemudian hanya makan kulit dan akar selama seribu hari selanjutnya dan mulai minum teh beracun yang dibuat dari getah pohon Urushi, yang biasanya digunakan untuk pernis mangkuk.
Racun ini menyebabkan muntah dan hilangnya cairan tubuh dengan cepat, dan yang paling penting, itu membuat tubuh terlalu beracun untuk dimakan oleh belatung. Sampai pada tahap ini, seorang biarawan akan mulai memumifikasi tubuhnya sendiri dengan mengunci dirinya dalam kubur batu yang hampir tidak lebih besar dari ukuran tubuhnya.
Di situ, dia akan bersemedi dalam posisi lotus dan tidak akan bergerak lagi. Untuk berkoneksi dengan dunia luar, terdapat sebuah tabung udara dan bel yang ditempatkan di kubur batu tersebut. Setiap hari, dia akan membunyikan lonceng itu untuk memberi tanda pada orang di luar bahwa dia masih hidup.
Ketika bel berhenti berdentang, tabung udara itu kemudian dicabut dan makam disegel. Setelah kuburan itu disegel, para biarawan lain akan membacakan bait suci selama 1.000 hari, dan membuka kubur itu untuk melihat apakah mumifikasi berhasil. Dan jika mumifikasi itu berhasil, sang biksu akan dianggap sebagai Buddha dan dimasukkan ke dalam kuil untuk dipertontonkan. Terdapat dua lusin mumi biarawan Jepang yang tersebar di seluruh utara Jepang, di sekitar Prefektur Yamagata.