Songkok atau kopiah adalah penutup kepala yang terbuat dari kain beludru, dan umum dipakai di Indonesia, Brunei, Malaysia, Singapura, Filipina selatan, dan Thailand selatan.[1] Songkok sering digunakan oleh Muslim, khususnya saat ibadah. Di Indonesia, songkok juga diasosiasikan dengan gerakan nasionalis.[2]
Songkok atau sungkuk mengadopsi sebutan dari topi mahkota bangsawan Jawa yaitu teng kuluk atau teng kulok. Sedangkan di Jawa pedesaan disebut kopiah atau kopeah.[3] Dan juga dikenal luas di Indonesia sebagai peci, meskipun peci memiliki bentuk yang lebih elips dan kadang-kadang dihiasi.[4]
Awalnya disebut ketopong songkok sebuah topi mahkota beludru dihiasi orenamen emas yang merupakan mahkota Raja Majapahit. Kemudian turut digunakan oleh raja-raja Jawa yang disebut teng kuluk Jawa dengan bentuk lebih minimalis, Selanjutnya topi mahkota tetap digunakan pada kesultanan Demak, Kesultanan Mataram Yogyakarta, Kasunanan Surakarta, Kadipaten Pakualam, Kadipaten Mangkunegaran hingga digunakan oleh bupati-bupati serta bangsawan Jawa Madura Sunda pada era Kolonial Belanda.
Hingga pada ada seorang bangsawan dari Ponorogo yang melepas gelar bangsawannya, ialah Hos Tjokroaminoto yang kemudian menjadi Ketua Sarekat Islam. Menurutnya bangsa Indonesia sudah waktunya merdeka dan tidak tunduk kepada Kolonial maupun budaya Feodalisme, sehingga memodifikasi topi bangsawan Teng Kuluk Jawa menjadi lebih pendek tanpa ada hiasan warna emas sehingga dapat digunakan oleh masyarakat biasa, terutama anggota Sarekat Islam yang tersebar diseluruh Nusantara, topi hasil modifikasi Hos Tjokroaminoto disebut dengan Kupluk, maka dari itu mendapat julukan dari kolonial Belana sebagai De Ongekroonde Van Java yang berarti Raja Jawa Tanpa Mahkota.[1] [2]
Untuk memenuhi kebutuhan permintaan topi Songkok untuk anggota Sarekat Islam, Maka Hos Tjokroaminoto mengerahkan Sarekat Islam Afdeling Gresik untuk memproduksi Topi Songkok, hingga saat ini Gresik dikenal sebagai industri Songkok terbesar di dunia.[3]
Maka dari itu Soekarno yang menjadi murid dari HOS Tjokroaminoto meneruskan perjuangan dengan mengenakan Songkok sebagai simbol gerakan Nasionalis bangsa Indonesia, sehingga peci songkok mendapat sebutan Songkok Nasional.
Dikatakan sebuah peci songkok apabila berwarna hitam terbuat dari kain beludru, tetapi memiliki berbagai bentuk model seperti:
Sarekat Islam yang dipimpin oleh HOS Tjokroaminoto memiliki anggota kaum muslimin yang sangat banyak, sehingga memberi amanah kepada para pengusaha Gresik yang tergabung Sarekat Islam Afdeling Grissee untuk membuat peci Songkok yang dipergunakan oleh anggota Sarekat Islam. Sehingga menjadikan Gresik saat ini menjadi industri pembuatan Songkok terbanyak seduniavsejak era kolonial Belanda. [4]
Kopiah (kupiah) dicatat digunakan pasukan khusus Majapahit (Bhayangkara), dicatat dalam Hikayat Banjar yang ditulis pada (atau tidak lama setelah) tahun 1663.[5][6][7] Kopiah direkam dalam catatan kosakata Italia-Melayu buatan Antonio Pigafetta tahun 1521 (terbit tahun 1524) sebagai cophia.[8][9] Kupiah tercatat dalam Hikayat Iskandar Zulkarnain, naskah aslinya ditulis sebelum tahun 1600 M:[10]
Maka tatkala memeliharakan disuruhnya anaknya memakai perhiasan seperti pakaian laki-laki dan dikenakan kepada kepalanya kupiah ros yang keemasan.
Salah satu akun surat kabar Brunei secara keliru menyatakan bahwa songkok menjadi umum di Kepulauan Melayu pada abad ke-13 dengan masuknya Islam di wilayah tersebut.[4] Dalam kesusteraan Melayu, kata "songkok" telah disebut dalam Syair Siti Zubaidah (1840) "...berbaju putih bersongkok merah...."[11]
Songkok juga dipakai oleh tentara dan polisi di Indonesia, Malaysia dan Brunei pada upacara-upacara tertentu.[12]