Sri Suriyendra ศรีสุริเยนทรา | |
---|---|
Ratu permaisuri Siam | |
Masa jabatan | 7 September 1809 – 21 Juli 1824 |
Kelahiran | 21 September 1767 Provinsi Samut Songkhram, Siam |
Kematian | 18 Oktober 1836 Bangkok, Siam | (umur 69)
Pasangan | Buddha Loetla Nabhalai (Rama II) |
Keturunan | Pangeran Ratchakuman Mongkut (Rama IV) Pinklao |
Wangsa | Dinasti Chakri |
Ayah | Ngoen Saetan |
Ibu | Kaeo, Putri Sri Sudarak |
Sri Suriyendra (bahasa Thai: ศรีสุริเยนทร; RTGS: Si Suriyen; menyandang nama Putri Bunrot/Boonrod; 21 September 1767 – 18 Oktober 1836) adalah Ratu Siam, istri dari Raja Buddha Loetla Nabhalai (Rama II), yang merupakan sepupunya, dan ibu dari Raja Mongkut dan Pinklao. Ia mendapat nama Sri Suriyendra saat penobatan anaknya Mongkut (Rama IV) sebagai Krom Somdet Phra Sri Suriyendramataya.
Putri Bunrot (บุญรอด) adalah anak dari Putri Sri Sudarak (เจ้าฟ้ากรมพระศรีสุดารักษ์) (adik dari Raja Buddha Yodfa Chulaloke (Rama I)) dan suaminya Ngoen Saetan (เงิน แซ่ตัน) yang berasal dari Cina.[1] Putri Bunrot tinggal dengan ibunya di Istana Raja serta sepupunya dari jalur ibu yang merupakan anak dari Raja Rama I.
Putri Bunrot memiliki hubungan gelap dengan Pangeran Isarasundhorn (nanti menjadi Raja Rama II), yang merupakan pewaris takhta Raja Buddha Yodfa Chulaloke. Pada tahun 1801, Raja mengetahui kehamilan putri yang sudah berusia 4 bulan kemudian mengusirnya dari Istana Raja bersama dengan saudaranya Pangeran Thepharirak. Pangeran Isarasundhorn memohon kepada ayahnya agar hukuman kepada putri bisa diubah. Pasangan ini lalu tinggal di Istana Lama (Istana Thonburi) dan Putri Bunrot menjadi permaisuri pangeran. Bayi yang dikandungnya meninggal sesaat setelah kelahirannya.
Saat Pangeran Isarasundhorn kemudian dinobatkan menjadi Raja Buddha Loetla Nabhalai, Putri Bunrot lalu dinaikkan gelarnya menjadi Ratu. Namun ia bukan satu-satunya permaisuri dari raja karena Raja Siam diperbolehkan memiliki lebih dari satu permaisuri. Ia lalu berbagi suami dengan Putri permaisuri Kunthon dan Putri Riam (Ibu dari Raja Nangklao (Rama III)) dan sejumlah selir raja.
Anak, Pangeran Mongkut menjadi biksu pada tahun 1824, pada tahun yang sama Raja Rama II meninggal dunia. Menurut aturan dan tradisi, Mongkut lah yang seharusnya dinobatkan menjadi raja. Namun, takhta kemudian diberikan kepada Pangeran Tub, yang menjadi Raja Nangklao (Rama III) (meskipun pangeran lahir dai selir, ia sangat mahir dalam urusan pemerintahan). Mongkut kemudian tetap menjadi biksu untuk menghindari intrik dari raja baru tersebut.
Sri Suriyendra lalu meninggalkan Istana Raja menuju ke Istana Lama (Wang Derm) dan tinggal bersama anaknya yang lain Pangeran Isaret (sebelumnya Pangeran Chutamani). Ia tinggal disana hingga kematiannya pada tahun 1836. Ia sudah meninggal dunia saat anaknya, Mongkut dinobatkan menjadi Raja Rama IV.
Bersama Pangeran Isarasundhorn (nanti menjadi Raja Buddha Loetla Nabhalai (Rama II)), ia melahirkan 3 she bore three sons:
Sri Suriyendra Lahir: 1767 Meninggal: 1836
| ||
Gelar kebangsawanan | ||
---|---|---|
Didahului oleh: Amarindra |
Ratu permaisuri Siam 1809–1824 |
Diteruskan oleh: Debsirindra |