Subang adalah suatu perhiasan berupa silinder (tabung) atau benda bundar pipih yang disematkan pada tindik, biasanya tindik cuping telinga. Subang dapat terbuat dari kayu, logam, gading, daun, bambu, porselen, bahkan bahan sintetis seperti silikon dan akrilik.[1]
Subang pada umumnya berbentuk bundar dan memiliki ketebalan (walau ada yang sampai pipih), sehingga secara geometri ia termasuk silinder/tabung. Subang dapat berbentuk tabung padat, atau tabung berlubang (bolong). Subang bolong disebut flesh tunnel dalam bahasa Inggris, secara harfiah berarti "terowongan daging", karena tindik cuping telinga (atau tindik pada bagian tubuh lain) yang ditembus tampak lebar seperti suatu terowongan.[1]
Seperti halnya anting-anting, pemakaian subang juga dikenal oleh berbagai kebudayaan di dunia. Artefak atau peninggalan bersejarah berbentuk subang dari Zaman Perunggu (3300 SM–100SM) ditemukan di daerah yang kini termasuk wilayah Spanyol. Peninggalan tersebut ditemukan sebagai bekal kubur, tetapi amat jarang, sehingga diduga bahwa subang diperuntukkan sebagai bekal kubur hanya bagi orang berstatus sosial tinggi pada masa itu.[2]
Peninggalan arkeologi dari masa Kerajaan Baru Mesir mengindikasikan bahwa perhiasan tersebut telah dikenal sejak abad ke-16 SM (1500-an SM). Pada masa itu, baik pria maupun wanita mengenakan beragam perhiasan, termasuk subang dan anting simpai berukuran besar.[3]
Subang lazim dipakai di kalangan penduduk asli Amerika, termasuk di masyarakat kebudayaan Mesoamerika seperti Maya dan Aztek. Di Mesoamerika, subang telah dipakai sebagai perhiasan sejak Periode Praklasik (2000–100 SM).[4] Pada masyarakat tersebut, subang dibuat dari emas, perak, atau kayu, tetapi juga dibubuhi dengan kerang atau bulu.[5] Penggunaannya kadangkala membuat cuping telinga melar.
Para lelaki Inka di Amerika Selatan (1500 M) memakai subang emas atau perak di cuping telinga mereka, yang mencirikan bahwa pemakainya adalah bangsawan. Karena telinga yang melar sebagai dampak dari pemakaian perhiasan tersebut—panjangnya bisa mencapai 2 inci—maka bangsa Spanyol memberi mereka juluan orejones ("telinga besar").[6][7]
Pemakaian subang juga dikenal oleh sejumlah suku di Asia Timur dan Tenggara, di antaranya ialah orang Dayak, Batak, Jawa, Brau, Kayan, dan lain-lain. Suku Hmong di Tiongkok Selatan dan Vietnam memakai subang yang terbuat dari gading.[8] Subang perak yang disebut rombin, dipakai oleh para wanita suku Hruso di Arunachal Pradesh dan Myanmar.[9] Pemakaian subang juga dikenal di kalangan wanita Bali pada zaman kolonial Belanda. Dalam beberapa foto bersejarah tampak wanita Bali mengenakan subang dari logam atau kayu.