Susu unta adalah susu yang dihasilkan dari unta. Susu unta telah menjadi budaya dan penunjang hidup Suku Badui nomaden di kawasan timur tengah sejak seribu tahun yang lalu. Susu unta merupakan makanan pokok Suku Badui.[1] Para penggembala unta dapat hidup dengan hanya meminum susu unta ketika menggembalakan unta dalam waktu dan jarak yang panjang untuk mencari lokasi penggembalaan di padang pasir.
Peternakan unta menjadi alternatif dalam menghasilkan susu di wilayah kering di mana ruminansia dan kuda yang membutuhkan banyak air tidak dapat hidup. Peternakan unta membudidayakan varietas unta yang sudah beradaptasi dengan baik di wilayah kering, yang dapat hidup dengan memakan tumbuhan bergaram di wilayah kering. Susu unta sebagian besar diproduksi secara subsisten, meski saat ini sudah berkembang peternakan susu dari unta yang dikembangkan secara jelajah bebas.[2]
Suku Badui percaya bahwa susu unta memiliki khasiat untuk menyembuhkan berbagai macam penyakit.[3]
Susu unta memiliki kandungan vitamin, mineral, dan imunoglobin yang tinggi.[4] Namun seperti hewan penghasil susu lainnya, komposisi susu unta bergantung pada spesies unta dan makanannya. Unta baktrian menghasilkan susu yang memiliki lebih banyak kandungan lemaknya dibandingkan susu unta dromedari,[5] namun secara volume, unta dromedari menghasilkan susu lebih banyak.[3]
Susu unta memiliki kandungan laktosa 4.46 gram per 100 gram susu,[5] yang lebih rendah dibandingkan susu sapi yang memiliki 5.26 gram per 100 gram. Kandungan berbagai mineral seperti kalium, magnesium, besi, tembaga, mangan, natrium, dan seng lebih tinggi pada susu unta dibandingkan pada susu sapi.[6] Kandungan lemak dan proteinnya juga lebih tinggi dibandingkan susu sapi.[3]
Unta Pakistan dan Afganistan mampu menghasilkan susu hingga 30 liter per hari. Unta dromedari rata-rata menghasilkan susu sebanyak 20 liter per hari, dan unta baktrian menghasilkan 5 liter per hari.[3]
Susu unta lebih sulit untuk dijadikan keju jika dibandingkan dengan susu dari hewan lain.[7] Susu unta tidak berkoagulasi dengan mudah dan rennet biasa tidak mampu mengkoagulasikan secara efektif. Pada komunitas nomaden, keju dihasilkan dengan fermentasi secara spontan dengan bakteri asam laktat untuk mendapatkan curd. Suku Rashaida di Sudan menggunakan metode ini untuk menyimpan kelebihan produksi susu; curd kering yang akan dikonsumsi dihancurkan dan dicampur dengan air.