Pengarang | Eric Hobsbawm |
---|---|
Perancang sampul | Reinhold Thiele (fotografer)[1] |
Negara | Britania Raya |
Subjek | Sejarah |
Penerbit | Weidenfeld & Nicolson |
Tanggal terbit | 1987 |
Halaman | 404 |
ISBN | ISBN 0-521-43773-3 |
Didahului oleh | The Age of Capital: 1848–1875 |
Diikuti oleh | The Age of Extremes: The Short Twentieth Century, 1914–1991 |
The Age of Empire: 1875–1914 adalah buku karya sejarawan Britania Eric Hobsbawm yang pertama kali diterbitkan pada 1987. Ini adalah buku ketiga dari trilogi mengenai "the long 19th century" (istilah dari Hobsbawm), yang didahului oleh The Age of Revolution: Europe 1789–1848 dan The Age of Capital: 1848–1875. Buku keempat, The Age of Extremes: The Short Twentieth Century, 1914–1991, berlaku sebagai sekuel dari trilogi ini.
Periode kajian buku ini kurang dari lima puluh tahun. Hobsbawm memulai pejelasan dengan depresi ekonomi (lihat Depresi Panjang), tetapi ekonomi dunia kapitalis pulih dengan cepat, meskipun ekonomi Britania Raya yang dominan telah dilemahkan oleh ekonomi Jerman dan Amerika Serikat.[2] Peningkatan produktivitas mengakibatkan meningkatnya arus barang dan kenaikan standar hidup.[2] Meski begitu, ketimpangan ekonomi juga naik, baik di tingkat nasional dan internasional.[2] Dalam bidang budaya, ini adalah periode Belle Époque, lagu angsa aristokrasi, yang semakin terpinggirkan oleh meningkatnya kemakmuran kelas menengah atas (borjuis), yang dapat dilihat sebagai kelas yang paling diuntungkan dari perubahan periode itu.[2]
Sebagai bagian Belle Époque, ini juga merupakan periode perdamaian, dengan Eropa dan dunia Barat hanya terlibat dalam beberapa konflik kecil.[2] Ini mengarah pada kepercayaan populer bahwa tidak akan ada perang yang signifikan di masa depan, sebuah era optimisme yang meluas.[2] Di waktu yang sama, kompleks militer-industri di semua negara sibuk menumpuk suplai untuk konflik yang akan datang.[2] Di latar belakang, kepercayaan atas progres dan sains bertentangan dengan kekuatan lama agama. Barat, yang mendominasi dunia melalui sistem kolonialnya juga semakin tertarik pada kebudayaan asing.[2] Hobsbawm mendefinisikan hal itu sebagai kontradiksi dan ketegangan internal, serta menguraikan ajalnya yang tak terhindarkan.[2]
Penutup trilogi Hobsbawm membahas akhir dari era yang dimulai dengan revolusi ganda (Revolusi Prancis dan Revolusi Industri).[2] Terinspirasi oleh Vladimir Lenin, Hobsbawm, penulis yang dikenal luas sebagai seorang Marxis, melacak perkembangan kapitalisme, menghubungkannya dengan perkembangan imperialisme yang mengakibatkan Perang Dunia Pertama.[2] Tidak seperti Lenin yang meramalkan bahwa ini akan mengarah pada kejatuhan kapitalisme; serta dengan pengetahuan wawasan ke belakang selama satu abad lebih, Hobsbawm mengakui bahwa kapitalisme bertahan, meski dalam bentuk yang berbeda dari apa yang dimulai pada abad ke-18.[2] Menghadapi bahaya dari ideologi saingannya-yaitu komunisme dan revolusi lain (Revolusi Rusia)-kapitalisme menurut Hobsbawm bertahan dengan menenteramkan massa dan menerima beberapa tuntutan sosialis seperti negara kesejahteraan.[2]