Pengarang | Ian Fleming |
---|---|
Negara | Britania Raya |
Bahasa | Inggris |
Seri | James Bond |
Genre | Fiksi mata-mata |
Penerbit | Jonathan Cape (edisi pertama) |
Tanggal terbit | 1 April 1965 |
Jenis media | Cetak (sampul keras dan kertas) |
Halaman | 183 |
Didahului oleh | You Only Live Twice (1964) |
Diikuti oleh | Octopussy and The Living Daylights (1966) |
The Man with the Golden Gun (bahasa Indonesia: Pria dengan Pistol Emas) adalah novel ke-12 dan terakhir dalam seri James Bond karya Ian Fleming dan buku James Bond ke-13 secara keseluruhan. Novel ini pertama kali diterbitkan oleh Jonathan Cape di Britania Raya pada 1 April 1965, delapan bulan setelah kematian pengarangnya. Dikarenakan alur ceritanya yang kurang jelas atau tidak sehalus novel-novel lain dalam seri James Bond, novel ini mendapat ulasan yang kurang baik tapi sopan. Meskipun demikian, buku ini menjadi salah satu buku terlaris pada saat itu.
Ceritanya berpusat pada agen Dinas Rahasia Britania fiktif, James Bond, yang dianggap hilang dan diduga tewas setelah menjalankan misi terakhirnya di Jepang. Bond kembali ke Britania melalui Uni Soviet, dengan dirinya yang telah dihipnotis untuk mencoba membunuh atasannya, M. Setelah "disembuhkan" oleh tim dokter MI6, Bond dikirim ke Karibia untuk menemukan dan membunuh Francisco Scaramanga, seorang pria yang mendapat sebutan "Pria dengan Pistol Emas".
Konsep naskah pertama dan sebagian proses penyuntingan sudah diselesaikan sebelum Fleming meninggal dunia. Naskah tersebut juga telah melewati pemeriksaan penyuntingnya, William Plomer. Namun, tidak seperti novel James Bond lainnya, banyak detail alur yang terkesan hilang. Biasanya, penambahan detail tersebut sering dilakukan oleh Fleming dalam penyempurnaan naskah yang kedua, sesaat sebelum diterbitkan. Penerbit Jonathan Cape memberikan naskah kepada Kingsley Amis untuk mendapatkan pendapat dan saran tentang cerita ini, meskipun saran-sarannya tidak digunakan.
Novel ini diserialkan pada tahun 1965, pertama kali di Daily Express dan kemudian di Playboy. Pada tahun 1966, adaptasi komik setrip harian juga diterbitkan di Daily Express. Pada tahun 1974, buku ini diadaptasi secara longgar menjadi film kesembilan dalam seri James Bond produksi Eon Productions, dengan Roger Moore memerankan Bond dan sepupu Fleming, Christopher Lee, sebagai Scaramanga.
Hampir setahun setelah pertemuan terakhir James Bond dengan Ernst Stavro Blofeld dalam sebuah misi di Jepang, seorang pria yang mengaku sebagai Bond muncul di London dan menuntut untuk bertemu dengan kepala Dinas Rahasia Britania (MI6), M. Identitas Bond dikonfirmasi, tetapi saat sedang diinterogasi oleh M, Bond mencoba membunuhnya dengan pistol sianida. Upaya tersebut gagal karena M melepaskan pelindung kaca anti-peluru di atas mejanya tepat waktu. Dinas Rahasia kemudian mengetahui bahwa setelah menghancurkan kastil Blofeld di Jepang, Bond mengalami cedera kepala yang membuatnya amnesia. Setelah hidup sebagai nelayan Jepang selama beberapa bulan, Bond melakukan perjalanan ke Uni Soviet untuk mengetahui identitas aslinya. Di sana, ia dihipnotis dan ditugaskan untuk membunuh M saat kembali ke Inggris.
Setelah melewati proses penyembuhan yang cukup baik oleh tim dokter MI6, Bond diberi kesempatan untuk membuktikan kembali keberhargaannya sebagai anggota Agen 00 setelah percobaan pembunuhan. M mengirim Bond ke Jamaika dan memberinya misi yang tampaknya mustahil, yaitu membunuh Francisco "Pistols" Scaramanga, seorang pembunuh bayaran asal Kuba yang diyakini telah membunuh beberapa agen rahasia Britania. Scaramanga dikenal sebagai "Pria dengan Pistol Emas" karena senjatanya yang terbuat dari perak berlapis emas, yakni revolver Colt .45, yang menembakkan peluru emas solid berlapis perak.
Bond menemukan keberadaan Scaramanga di sebuah bordil di Jamaika dan berhasil menjadi asisten pribadinya dengan menggunakan nama samaran "Mark Hazard". Ia mengetahui bahwa Scaramanga terlibat dalam pengembangan hotel di pulau itu bersama sekelompok investor yang terdiri dari sindikat gangster Amerika dan KGB. Scaramanga dan para investor lainnya juga terlibat dalam rencana untuk mengguncang kepentingan Barat di industri gula Karibia dengan cara meningkatkan nilai tanaman tebu Kuba, menyelundupkan narkoba ke Amerika, menyelundupkan pelacur dari Meksiko ke Amerika, serta mengoperasikan kasino di Jamaika yang akan menimbulkan friksi antara wisatawan dengan penduduk setempat.
Bond menemukan bahwa ada seorang sekutu yang juga menyamar di resort yang masih dalam pembangunan tersebut, yaitu Felix Leiter, yang telah dipanggil kembali oleh CIA dan berpura-pura bekerja sebagai insinyur listrik sambil memasang alat penyadap di ruang pertemuan Scaramanga. Namun, mereka mengetahui bahwa Scaramanga berencana mengeliminasi Bond setelah akhir pekan berakhir. Identitas asli Bond dikonfirmasi oleh seorang agen KGB, dan Scaramanga membuat rencana baru untuk menghibur para gangster dan agen KGB dengan membunuh Bond saat mereka berada di kereta wisata menuju pelabuhan. Namun, Bond berhasil membalikkan keadaan. Dengan bantuan Leiter, ia membunuh sebagian besar konspirator. Scaramanga yang terluka kemudian melarikan diri ke rawa dengan tetap dikejar oleh Bond. Scaramanga mencoba membuai Bond agar lengah dan menembaknya dengan derringer emas yang tersembunyi di telapak tangannya. Bond terkena tembakan tapi langsung membalasnya dengan menembak Scaramanga lima kali sampai akhirnya Scaramanga tewas.
Karakter sentral dalam novel ini adalah James Bond. Dalam The Man with the Golden Gun, ia muncul dengan kepribadian yang berbeda dari cerita sebelumnya dan terlihat seperti robot, menurut penulis novel Bond "lanjutan", Raymond Benson.[1] Benson juga merasa bahwa karakter Bond tidak berkembang lebih jauh dari novel sebelumnya. Sejarawan Jeremy Black mencatat bahwa ketika diberi dua kesempatan untuk membunuh Scaramanga secara dingin, Bond tidak mampu melakukannya. Saat percobaan pertama dilakukan, Bond sedang duduk di dalam mobil di belakang Scaramanga. Cara membunuhnya adalah dengan menembaknya di belakang kepala, dan ini dibandingkan dengan teknik yang digunakan oleh KGB dan Nazi. Menurut Black, Bond harus melampaui tindakan tersebut dan bertindak lebih sesuai dengan seorang pahlawan fiksi Britania.[2] Setelah misi selesai, Bond ditawari gelar KCMG, tetapi ia menolak penghormatan tersebut dan merenungkan nama aslinya sendiri, "sebuah nama yang tenang, membosankan, dan anonim," yang merupakan tujuan Fleming saat pertama kali memberi nama karakter tersebut.[3] Benson juga mencatat bahwa sentuhan humor khas yang biasanya dimunculkan oleh Bond dalam novel-novel sebelumnya seolah menghilang. Bond sendiri muncul dalam buku ini sebagai sosok yang dingin dan tanpa emosi.[1]
Untuk pertama kalinya dalam semesta James Bond, nama lengkap M, yaitu "Laksamana Sir Miles Messervy KCMG", akhirnya terungkap.[4] Meskipun menjadi target dari percobaan pembunuhan yang gagal, M tidak hanya tidak mengajukan tuntutan hukum terhadap Bond, tetapi juga mengirimnya dalam misi-misi selanjutnya.[5]
Menurut Benson, karakter antagonis utama dalam novel ini, Francisco Scaramanga, lebih merupakan seorang tangan kanan daripada musuh utama dan "seorang penjahat kelas dua yang kecil yang kebetulan memiliki keberuntungannya sendiri dengan menembak."[1] Comentale, Watt, dan Willman mencatat bahwa Scaramanga memiliki profil karakter yang sama dengan Herr von Hammerstein, mantan perwira Gestapo yang menjadi kepala kontra-intelijensi bagi dinas rahasia Kuba dalam cerita "For Your Eyes Only".[6]
Ada dua tema utama dalam novel ini. Yang pertama melibatkan Scaramanga menyediakan obat-obatan kepada Rastafari sebagai imbalan atas pembakaran perkebunan tebu, yang merupakan tema yang sebelumnya digunakan dalam "Risico", dengan obat-obatan yang digunakan untuk tujuan politik untuk merusak Barat.[7] Ini adalah bagian dari konspirasi yang lebih luas oleh Scaramanga bersama teman agen KGB-nya, Hendricks, untuk mengguncang daerah tersebut melalui kampanye sabotase industri terhadap perusahaan-perusahaan yang berbasis di Jamaika, termasuk Reynolds Metal, Kaiser Bauxite, dan Aluminia.[8]
Black mencatat bahwa penyelidikan independen di akhir novel, yang dilakukan di kamar rumah sakit tempat Bond dirawat, dilakukan oleh yudisial Jamaika, CIA, serta MI6 dicatat sebagai bertindak "dalam kerjasama dan arahan terdekat dengan CID Jamaika." Bond dan Leiter juga dianugerahi Medali Polisi Jamaika atas "Jasa kepada Negara Merdeka Jamaika."[9] Black mengamati bahwa ini adalah dunia baru Jamaika yang independen, non-kolonial, yang menandai runtuhnya Imperium Britania.[9]
Ian Fleming menulis The Man with the Golden Gun di propertinya, Goldeneye, yang terletak di Jamaika pada bulan Januari dan Februari 1964.[10] Ia menyelesaikannya pada awal Maret.[11] Kesehatannya sangat mempengaruhi proses penulisannya dan ia menurun dari tingkat biasanya, yaitu dua ribu kata dalam satu pagi, menjadi hanya kurang lebih dari satu jam pekerjaan setiap hari.[10]
Seperti novel-novel sebelumnya, Fleming menggunakan peristiwa dari masa lalunya sebagai elemen dalam novel ini. Ketika berada di Kitzbühel pada tahun 1930-an, mobil Fleming, sebuah Tourer Standard, tertabrak oleh kereta api di perlintasan sebidang dan ia terseret sejauh lima puluh yard di jalur rel tersebut. Sejak saat itu, ia mengaitkan kereta api dengan kematian, yang mengarah pada penggunaan kereta api sebagai perangkat plot tidak hanya dalam The Man with the Golden Gun, tetapi juga dalam Live and Let Die, Diamonds Are Forever, dan From Russia, with Love.[12]
Selain menggunakan peristiwa dari masa lalunya, Fleming juga menggunakan nama individu yang ia kenal untuk beberapa karakternya. Editor The London Magazine, Alan Ross, memberikan Fleming rincian tentang efek terapi elektrokonvulsif yang dialami oleh Bond, dan sebagai ungkapan terima kasih, Kepala Stasiun SIS di Jamaika dalam novel ini, Commander Ross, dinamai sesuai dengan namanya.[13] Demikian pula, Fleming menggunakan nama sekretaris Royal St George's Golf Club, Mark Nicholson, untuk perwakilan CIA di hotel.[13] Tony Hugill, seorang petani tebu yang disebutkan dalam novel ini, dinamai berdasar anggota unit 30 AU tempat Fleming bertugas yang mengelola perkebunan Tate & Lyle di Hindia Barat setelah perang.[14] Tokoh penjahat utama dalam buku ini, Francisco Scaramanga, dinamai berdasarkan George Scaramanga, teman sekolah Fleming di Eton. Keduanya dikatakan pernah bertengkar di sekolah.[15]
Pengaruh dari dua film Bond produksi Eon Productions yang dirilis sebelum penulisan novel ini (Dr. No dan From Russia with Love) tercermin melalui peningkatan jumlah gawai yang digunakan.[12] Salah satunya adalah pistol beracun yang digunakan dalam adegan percobaan pembunuhan M. Ide tersebut diambil dari kisah Bohdan Stashynsky, yang membelot dari Blok Timur ke Barat pada tahun 1961. Stashynsky diadili karena pembunuhan pemimpin nasionalis Ukraina, Lev Rebet dan Stepan Bandera. Saat persidangan, ia menyatakan bahwa dirinya telah menggunakan pistol semprot beracun untuk melakukan aksinya.[16][17]
Fleming kembali ke Britania dengan naskah pertama yang sudah selesai pada Maret 1964.[11] Ia menulis surat kepada penyunting William Plomer dengan mengatakan bahwa naskah tersebut membutuhkan banyak perombakan.[18] Seiring berjalannya waktu, Fleming menjadi semakin tidak puas dengan buku itu dan mempertimbangkan untuk memperbaikinya pada musim semi 1965, tetapi ia ditekan untuk tidak melakukannya oleh Plomer, yang menganggap novel ini layak untuk diterbitkan.[19] Lima bulan setelah kembali dari Jamaika, pada pagi tanggal 12 Agustus 1964, Fleming meninggal karena serangan jantung.[20] Berita dukanya yang dimuat oleh The Times mencatat bahwa ia "telah menyelesaikan dan merevisi novel baru yang diberi judul The Man with the Golden Gun."[20]
Meskipun William Plomer awalnya berpikir bahwa naskah novel ini sudah baik, penerbit Jonathan Cape cukup khawatir dengan alur ceritanya sehingga mereka memberikan naskah tersebut kepada Kingsley Amis untuk dibaca saat liburan, dengan membayarinya £35/15 shilling untuk pendapat dan saran. Meskipun saran Amis kemudian tidak digunakan oleh Cape.[21] Cape mengambil langkah tersebut karena mereka menganggap novel ini terlalu "tipis" dan "lemah" secara alur.[21] Raymond Benson mencatat bahwa ketipisannya berasal dari kurangnya detail kaya dan deskripsi yang biasanya ada dalam karya-karya Fleming sebelumnya, tetapi malah hilang dalam The Man with the Golden Gun. Benson mengusulkan bahwa detail-detail ini biasanya dimasukkan dalam rancangan naskah kedua oleh Fleming, tetapi ketidakhadirannya menunjukkan bahwa tidak ada pekerjaan tambahan seperti itu yang dilakukan dalam kesempatan kali ini.[22] Pada akhirnya, The Man with the Golden Gun diterbitkan delapan bulan setelah kematian sang pengarang.[23]
The Man with the Golden Gun diterbitkan di Britania pada tanggal 1 April 1965 oleh Jonathan Cape.[18] Buku novel ini memiliki 221 halaman dan dijual dengan harga delapan belas shilling.[24] Seniman sampul Richard Chopping kembali merancang sampulnya dan dibayar 300 guinea untuk karyanya.[25] The Man with the Golden Gun diterbitkan di Amerika Serikat pada bulan Agustus 1965, memiliki 183 halaman, dan dijual dengan harga $4,50.[26] Sebelum edisi Amerika Serikat diterbitkan, The Man with the Golden Gun sudah berada di peringkat kesembilan dalam daftar buku terlaris, dengan 80.000 pra-pesanan untuk versi sampul keras.[27]
Para kritikus tidak memberikan pujian yang tinggi untuk The Man with the Golden Gun, meskipun ada beberapa kritik yang meredup. Penulis biografi Ian Fleming, Henry Chandler, mencatat bahwa novel ini "mendapatkan ulasan yang sopan tapi agak menyedihkan, mengakui bahwa buku ini sebenarnya ditinggalkan setengah selesai dan tidak mewakili kinerja terbaik Fleming."[28] Kingsley Amis menulis di New Statesman bahwa buku ini "adalah cerita yang kosong, tanpa minat dan efek yang, biasanya baik atau buruk, menjadi ciri khas dari Ian Fleming."[18] Sementara itu, kritikus The Times menulis bahwa novel ini "pasti akan menarik perhatian para penggemar Bond yang cermat."[29]
Maurice Richardson, menulis di The Observer, menyayangkan bahwa "mungkin Ian Fleming sangat lelah ketika menulisnya. Mungkin... ia tidak merevisinya. Faktanya adalah karya novel ini adalah pekerjaan yang jauh di bawah standar."[30] Meskipun Richardson memberikan sedikit pujian, ia mengakui bahwa "tentu saja bukan berarti benar-benar tidak bisa dibaca tetapi sangat jauh dari yang terbaik dalam seri Bond."[30] Menulis di surat kabar saudara The Observer, The Guardian, Christopher Wordsworth mencatat bahwa "sejak Goldfinger, 007 telah berjuang tanpa harapan untuk mengikuti perkembangan zaman."[24] Menurut Wordsworth, "jarak antara Live and Let Die, novel kedua dan terbaik Ian Fleming, dan You Only Live Twice, novel terakhir dan terburuknya, sangat besar."[24] Namun, The Man with the Golden Gun, tergelincir ke tingkat "bunuh diri".[24]
William Trevor, menulis di The Listener, meremehkan novel ini dan berpikir bahwa "Bond terus berperilaku dengan sedikit orisinalitas sehingga baik Simon Templar, Bulldog Drummond, Philip Marlowe, maupun Nick Charles, tidak akan berhenti untuk membuang peluru padanya."[31] Ia melanjutkan bahwa "karya ini adalah fantasi untuk anak-anak yang beranjak dewasa, tidak secerdas atau seseru seperti cerita seru awal Edgar Wallace atau cerita petualangan anak laki-laki lima puluh tahun yang lalu."[31] Trevor mengakui bahwa "bagi mereka yang ingin melarikan diri ke Bondsville, kota tua yang berkembang pesat ini tidak mengubah sedikit pun."[31]
Kritikus dari majalah Time sangat menekan novel ini dengan mengatakan bahwa "Mungkin lebih baik Fleming meninggal ketika semua orang masih berpikir bahwa ia tidak bisa salah."[27] Sementara itu, kritikus Newsweek mengatakan bahwa "James Bond seharusnya memiliki akhir cerita yang lebih baik. Sayangnya, [ini]... berakhir bukan dengan ledakan tetapi dengan desisan. Dunia akan menjadi tempat yang jauh lebih suram dan rumit tanpa adanya 007."[17]
Associated Press menulis bahwa "Bond dan Fleming menyenangkan. Mereka menghibur, kadang-kadang secara ringan, seringkali secara gemilang, tetapi selalu konsisten. Hidup akan kurang menarik tanpa mereka."[17] Dalam ulasannya untuk The New York Times, Charles Poore menulis bahwa The Man with the Golden Gun adalah "saga yang berdarah dan berkilau."[26] Poore mencatat bahwa "Keajaiban dan kehebohan... dimulai sejak awal dan tidak pernah surut."[26] Walaupun Fleming telah tiada, "semangat James Bond tetaplah tinggi."[26] Kritikus Books and Bookmen menyesali fakta bahwa "Bond berakhir dengan lemah. Bahkan para gadis di bawah standar, sementara penjahatnya terasa seperti pelarian dari film koboi murahan. Tapi kami akan merindukan James milik kami."[17]
D.A.N. Jones, menulis di The New York Review of Books, menganggap The Man with the Golden Gun sebagai "sebuah cerita petualangan biasa yang tidak berbahaya dari tahun 1911."[32] Sementara Anthony Lejeune, menulis di National Review, berpendapat bahwa novel ini "Tidak dapat disangkal adalah ringan. Namun, seperti semua yang ditulis Fleming, sangat bisa dibaca... Dalam arti tertentu, pekerjaan Fleming telah selesai. Ia telah mengubah genre tempatnya bekerja tanpa bisa ditarik kembali."[17] Lejeune melanjutkan dengan mengatakan bahwa "dalam novel-novel yang lebih tinggi, seks dan kekerasan diperlakukan dengan sedih, tetapi dalam cerita-cerita Fleming, mereka disajikan dengan riang gembira untuk memenuhi kepuasan."[17]
The Man with the Golden Gun diterbitkan dalam bentuk serial di koran Daily Express setiap hari mulai dari 22 Maret 1965 ke depan.[33]
Novel ini juga dijadikan serial dalam empat edisi majalah Playboy dari April hingga Juli 1965.[34]
Novel ini diadaptasi menjadi komik setrip harian yang diterbitkan di koran Daily Express dan disindikasikan di seluruh dunia. Adaptasi tersebut berjalan dari 10 Januari hingga 10 September 1966. Adaptasi ini ditulis oleh Jim Lawrence dan diilustrasikan oleh Yaroslav Horak.[35] Komik ini selanjutnya dicetak ulang oleh Titan Books dalam The James Bond Omnibus Vol. 2, yang diterbitkan pada tahun 2011.[36]
Pada tahun 1974, Eon Productions membuat film James Bond ke-9, yang secara longgar didasarkan pada novel tersebut. Film ini dibintangi oleh Roger Moore sebagai Bond dan sepupu Fleming, Christopher Lee, sebagai Scaramanga.[37] Film ini mengubah lokasinya dari Jamaika ke Timur Jauh serta mengadopsi tema cerita seni bela diri yang populer pada tahun 1970-an.[38] Alurnya juga mengalami perubahan dengan menggunakan krisis energi tahun 1973 sebagai latar belakang film, sehingga memungkinkan pengenalan "Solex agitator" MacGuffin.[9][39]