Tubuh Kristus dalam teologi Kekristenan memiliki 2 makna tersendiri: yang pertama merujuk ke pernyataan Yesus tentang Ekaristi saat Perjamuan Terakhir yakni "Inilah tubuh-Ku ... " (Lukas 22:19-20), sedangkan yang kedua adalah istilah yang digunakan secara tegas oleh Rasul Paulus yang merujuk pada Gereja (1 Korintus 12:12-14).
Meskipun, dalam penggunaan umum, istilah "Tubuh Kristus" dapat merujuk kepada tubuh Kristus secara rohaniah, kedua penggunaan makna tersendiri itu termasuk bagian penting teologi Kristiani. Bagi sebagian kalangan Kristiani (seperti Gereja Katolik, Gereja Ortodoks, dan Gereja Asiria Timur), istilah tersebut dapat merujuk pada kehadiran Kristus secara nyata dalam Sakramen Ekaristi. Bagi segmen yang lebih luas dari Kekristenan, termasuk juga beberapa denominasi Protestan, istilah tersebut dapat merujuk kepada Gereja Kristen sebagai suatu komunitas orang-orang beriman —seperti yang biasa digunakan dalam Surat-surat Paulus. Sering juga digunakan istilah "Tubuh Mistik Kristus" untuk menekankan hakikat rohani atau karakter sakramental yang mencirikan sekelompok orang-orang percaya (beriman kepada Kristus).[1]
Gereja Katolik mengajarkan bahwa roti dan anggur yang dikonsekrasi dalam Ekaristi adalah mutlak tidak ada perubahan fisik, namun terbuka pada perubahan yang mungkin terjadi dan diterima panca indra ataupun penelitian ilmiah. Dan ditegaskan juga adanya "Kehadiran Nyata" Kristus, yakni seluruh substansi roti (atau hosti) dan anggur diubah secara nyata menjadi substansi Tubuh dan Darah Tuhan Yesus Kristus, bersama dengan jiwa dan keilahian-Nya. Ajaran Gereja menyebut perubahan ini sebagai "transubstansiasi".[2] Gereja Katolik, sebagaimana catatan hasil Konsili Trente dalam Katekismus Gereja Katolik 1376, melihat kata-kata Yesus sendiri saat Perjamuan Terakhir sebagai dasar keyakinan ini, yaitu dalam: Injil Sinoptik (Matius 26:26, Markus 14:22, Lukas 22:19) dan Surat Paulus (1 Korintus 11:24).[3]
Dalam Ritus Roma, pastor atau pelayan lain yang memberikan hosti yang telah dikonsekrir kepada seorang komunikan akan mengatakan "Tubuh Kritus", menunjukan bahwa apa yang dipandang sebagai kenyataan sedang diberikan. Kemudian komunikan menjawab "Amin" sebagai tanda persetujuan dan imannya.
Gereja Ortodoks Timur juga meyakini bahwa unsur-unsur Ekaristis dari roti dan anggur menjadi tubuh dan darah yang sebenarnya dari Kristus. Istilah "transubstansiasi" telah digunakan secara otoritatif untuk menggambarkan perubahan ini sebagaimana tertulis dalam The Longer Catechism of The Orthodox, Catholic, Eastern Church[4] dan dalam dekret Sinode Yerusalem tahun 1672.[5]
Menurut sejarah, berbagai teolog Protestan menyatakan beberapa pendapat berbeda mengenai Ekaristi dan tubuh Kristus. Berbeda dengan Ulrich Zwingli, Martin Luther berpendapat bahwa karena keilahian melibatkan omnipresen (kehadiran Allah dimana-mana), tubuh Kristus dapat hadir dalam Perjamuan Kudus karena partisipasinya dalam kodrat ilahi.[6] Namun Lutheran menolak doktrin transubstansiasi, dan "Tubuh Kristus" hanya dipandang sebagai suatu istilah resmi roti Ekaristi. Yohanes Calvin tidak sependapat dengan Luther mengenai omnipresen dan, sama seperti Zwingli, berpendapat bahwa keberadaan manusia secara fisik (dalam hal ini Yesus) mensyaratkan adanya suatu lokasi tertentu.[6] Calvin menyatakan bahwa tubuh Kristus hadir dalam Ekaristi pertama saat Perjamuan Terakhir, dan setelah itu di surga.[6][7]
Santo Paulus Rasul berbicara mengenai kesatuan antara orang-orang Kristiani dengan Kristus dalam rupa satu tubuh dengan Kristus sebagai kepalanya: Roma 12:5, 1 Korintus 12:12-27, Efesus 3:6, Efesus 5:23, Kolose 1:18,24.
Katekismus Gereja Katolik (KGK) 795 mengutip kata-kata Santa Joan of Arc, kepada para hakimnya, yang dipandang Gereja Katolik sebagai rangkuman iman para Pujangga Gereja dan akal sehat orang yang percaya: "Tentang Yesus Kristus dan Gereja, saya hanya tahu bahwa semuanya itu satu, dan kita tidak seharusnya mempermasalahkannya lagi."[8] Dalam bagian yang sama, sebelumnya, KGK juga mengutip perkataan Santo Agustinus:[8]
Menurut KGK 789, Gereja tidak hanya terkumpul di sekeliling-Nya, tetapi dipersatukan dalam Dia, dalam Tubuh-Nya. Dan ada 3 aspek dari Gereja sebagai Tubuh Kristus yang perlu diperhatikan maknanya masing-masing, yaitu:[8]
Untuk membedakan Tubuh Kristus dalam pengertian ini dengan tubuh fisik-Nya (dalam Ekaristi), maka biasa digunakan istilah "Tubuh Mistik Kristus" untuk menyebut Gereja (contohnya dalam KGK 791, 809).[8]
Kalangan Ortodoks mendefinisikan Gereja (Ecclessia) sebagai "Tubuh Kristus", sebagai yang terhubung dengan tak terpisahkan pada Komuni Kudus. Menurut St. Ignatius dari Antiokhia (ca 35-107), kesatuan Gereja diekspresikan dalam Ekaristi. Sebagaimana ada banyak korban yang dipersembahkan di seluruh dunia pada setiap hari, dan hingga sekarang semua mendapat bagian dari Tubuh Kristus yang satu dan sama, sehingga Gereja, meskipun ada di banyak daerah yang terpisah, hanya ada satu.