Vitalitas[1] atau daya hidup atau (dari bahasa Latin vītālitās, dari bahasa Latin vīta, berarti "hidup") adalah kemampuan untuk hidup, tumbuh, atau berkembang. Secara lebih sederhana, ini adalah sifat mempunyai kehidupan.[2] Persepsi daya hidup dianggap sebagai dorongan psikologi dasar dan komponen keinginan untuk hidup dalam filsafat. Dengan demikian, orang berusaha untuk memaksimalkan daya hidup atau pengalaman daya hidup mereka yang berhubungan dengan peningkatan kemampuan fisiologis dan keadaan mental.[3]
Kegiatan yang menyenangkan, pemeliharaan kesehatan, dan daya hidup telah menjadi yang terdepan dalam pengobatan dan filsafat alam sepanjang sejarah.[4] Kehidupan bergantung kepada berbagai proses biologis yang dikenali sebagai proses hidup. Dengan demikian, daya hidup juga merupakan pembedaan ciri khas yang hidup dari makhluk tak hidup.[5] Dari segi sejarah, proses hidup ini telah dipandang memiliki penyebab mekanis atau bukan mekanis. Yang terakhir merupakan ciri khas vitalisme, yaitu doktrin bahwa fenomena kehidupan tidak dapat dijelaskan dengan mekanisme kimiawi dan fisikawi semata-mata.[6]
Sebelum abad ke-19, para ahli teori sering berpendapat bahwa harapan hidup manusia kurang terbatas pada masa lampau dan penuaan disebabkan oleh kehilangan dan kegagalan untuk mempertahankan daya hidup.[7] Pandangan umum yang dipegang adalah bahwa orang dilahirkan dengan daya hidup terbatas, yang berkurang dari waktu ke waktu sampai penyakit dan kelemahan muncul dan akhirnya mati.[8]
In the Western tradition, at least since the time of the ancient Greeks, physicians, philosophers, and lay practitioners have advocated diverse means to obtain a long and healthy life.
In the case of human beings, controversy has long raged between those who interpret vitality mechanistically as the energy derived from food and oxygen intake and those who support theories of vitalism, a doctrine that the origin and phenomena of life derive from a vital principle as distinct from a purely chemical or physical force.
Until the nineteenth century, writers often harked backed to a primitive past, when ancient patriarchs supposedly counted their days in centuries rather than years. Pointing to a loss of vital energy as the cause of old age decay, they searched for the means to maintain the body in an active state, uncorrupted by a loss of vitality.
According to this widely accepted model, at birth an individual was endowed with a finite amount of vitality. During childhood, the body used this vital energy for growth and activity. By adulthood, it did well to maintain its supply. With old age, however, the amount of vital energy was clearly in decline. The obvious result was the elderly individual's tendency toward increasing illness and general debility.