Volkseigener Betrieb (Indonesia: Perusahaan Milik Publik, disingkat VEB) dulu adalah badan hukum utama dari industri-industri di Jerman Timur. VEB dibentuk pasca nasionalisasi massal antara tahun 1945 hingga awal dekade 1960-an, serta penyerahan kembali sekitar 33 perusahaan yang sebelumnya diambil alih oleh Uni Soviet sebagai pampasan pada tahun 1954.[butuh rujukan]
Direktur utama VEB disebut sebagai Werkleiter, Werkdirektor, atau Betriebsdirektor (Indonesia: manajer pabrik). Direktur utama dibantu oleh sekretaris dari serikat buruh (Betriebsparteiorganisation) dari SED, dan chairman dari serikat buruh (Betriebsgewerkschaftsleitung). Bawahan mereka meliputi jabatan seperti "Kepala Akuntan" dan "Direktur Teknik".
VEB awalnya terintegrasi secara vertikal ke dalam sebuah unit yang disebut Vereinigung Volkseigener Betriebe (Indonesia: Asosiasi Perusahaan Milik Publik, disingkat VVB). VVB eksis di sebagian besar industri besar, untuk mengkonsolidasi produksi dan mengurangi limbah. Pada tahun 1979, VVB digantikan dengan VEB Kombinate, atau VEB Group, yang mengintegrasikan VEB lebih erat daripada VVB yang cenderung mengintegrasikan secara administratif. Frase 'Kombinate' kemudian menjadi jarang digunakan, sementara frase "VEB" menjadi digunakan untuk menyebut gabungan dari sejumlah VEB. Pengorganisasian dari semua VEB merupakan tanggung jawab dari Komisi Perencanaan Negara.
VEB juga kerap memiliki tim olahraga, dan memainkan peran penting dalam promosi olahraga.
Pada tahun 1989, VEB mempekerjakan 79,9% tenaga kerja di Jerman Timur. Pasca reunifikasi Jerman dan pengenalan ekonomi pasar pada tahun 1990, kepemilikan atas sekitar 8.000 VEB diserahkan ke Treuhand, sebuah lembaga amanat yang bertugas mengawasi privatisasi aset-aset milik Republik Demokratik Jerman.
Nama kehormatan juga kerap ditambahkan ke nama resmi VEB, contohnya VEB Kombinat Chemische Werke "Walter Ulbricht" Leuna. Hal tersebut merupakan insentif emulasi sosialis terhadap pemenuhan kuota produksi. Sejumlah warga negara Jerman, sebagai bentuk protes ringan terhadap nasionalisasi perusahaan swasta, pun menyebut VEB sebagai Vatis ehemaliger Betrieb (Indonesia: Bisnis tua ayah).[1]