Wang Dayuan (Hanzi: 汪大淵; Pinyin: Wāng Dàyuān, fl. 1311–1350), nama kehormatan Huanzhang (Hanzi: 煥章; Pinyin: Huànzhāng), adalah seorang petualang Tiongkok dari Quanzhou pada masa Dinasti Yuan di abad ke-14. Ia dikenal karena dua pelayaran kapalnya yang besar.
Wang Dayuan lahir sekitar tahun 1311 di Hongzhou (sekarang Nanchang).[1]
Selama tahun 1328–1333, ia berlayar di Laut Tiongkok Selatan dan menyambangi banyak tempat di Asia Tenggara. Lebih jauh lagi, ia juga mengunjungi tempat-tempat di Asia Selatan dan Australia seperti Benggala, Sri Lanka, dan India, serta daerah-daerah yang dekat dengan Darwin, Australia modern. Pada tahun 1334–1339, ia berhasil mencapai Afrika Utara dan Afrika Timur.[2]
Sekitar tahun 1330, Wang mengunjungi Pulau Singapura, di mana ia menulis tentang sebuah pemukiman kecil bernama Danmaxi (Hanzi: 淡马锡; Pinyin: Dànmǎxī, bahasa Melayu: Temasek) yang dihuni oleh penduduk Melayu dan Tionghoa dengan lingkungan pecinan yang mapan. Catatan perjalanannya tahun 1349, Dao Yi Zhi Lue (Hanzi sederhana: 岛夷志略; Hanzi tradisional: 島夷誌略; Pinyin: Dǎo Yí Zhì Lüè; Catatan Singkat Bangsa Pulau Barbar), adalah salah satu dari sedikit catatan yang menceritakan sejarah awal Singapura.[3]
Pada tahun 1349, Wang Dayuan memberikan catatan tertulis pertama tentang kunjungannya ke Taiwan. Ia menggambarkannya sebagai kerajaan atau negeri di seberang laut pertama「海外諸國,蓋由此始」“Negara seberang laut dimulai dari sini”.[4] Ia tidak menemukan pemukim Tionghoa di sana tetapi banyak orang Tionghoa menetap di Penghu di Selat Taiwan.[5]
Wang menyebut berbagai wilayah Taiwan dengan sebutan Liuqiu dan Pisheye. Menurut Wang, Liuqiu adalah tanah yang luas dengan pepohonan besar dan gunung-gunung bernama Cuilu, Zhongman, Futou, dan Dazhi. Sebuah gunung dapat terlihat dari Penghu. Ia mendaki sebuah gunung lalu bisa melihat pesisirnya. Wang menggambarkannya sebagai tanah yang kaya dengan ladang-ladang yang subur dan suhu yang lebih hangat daripada Penghu. Orang-orangnya memiliki adat istiadat yang berbeda dari penduduk Penghu. Mereka tidak memiliki perahu dan dayung, tetapi hanya rakit. Pria dan wanita mengikat rambut mereka dan mengenakan pakaian berwarna. Mereka memperoleh garam dari air laut yang direbus dan minuman keras dari sari tebu yang difermentasi. Ia juga mencatat kalangan datu suku barbar yang disegani oleh orang-orang dan masih berkerabat dekat. Mereka mempraktikkan kanibalisme terhadap para musuh. Hasil bumi tanah Liuqiu seperti emas, kacang-kacangan, jelai, belerang, lilin lebah, kulit rusa, macan tutul, dan kijang. Mereka memperoleh mutiara, akik, emas, manik-manik, peralatan makan, dan tembikar dari perdagangan .[6]
Menurut Wang, Pisheye terletak di sebelah timur. Daerah ini memiliki pegunungan dan dataran yang luas tetapi orang-orangnya tidak terlibat dalam banyak pertanian atau menghasilkan produk apa pun. Cuacanya lebih panas daripada Liuqiu. Orang-orangnya mengikat rambut mereka, merajah tubuh mereka dengan tinta hitam, dan melilitkan sutra merah dan kain kuning di kepala mereka. Pisheye tidak memiliki kepala suku. Orang-orangnya hidup terpencil di pegunungan yang liar dan lembah-lembah yang tersembunyi. Mereka terampil merampok dan menjarah dengan perahu. Penculikan dan perdagangan budak adalah hal biasa.[7] Sejarawan Efren B. Isorena, melalui analisis catatan sejarah dan arus angin di sisi Pasifik Asia Timur dan Tenggara, menyimpulkan bahwa orang-orang Pisheye di Taiwan dan orang Bisaya di Kabisayan di Filipina, adalah orang-orang yang berhubungan erat karena orang Bisaya tercatat telah melakukan perjalanan ke Taiwan dari Filipina dengan bantuan angin utara dan kembali ke selatan pada musim hujan.[8]