![]() Seorang wanita Burma memakai busana adat, sekitar tahun 1920. | |
Indeks Ketidaksetaraan Gender | |
---|---|
Nilai | 0.437 (2012) |
Peringkat | 80th |
Kematian ibu (per 100,000) | 200 (2010) |
Wanita dalam parlemen | 4.0% (2012) |
Perempuan di atas 25 tahun dengan pendidikan menengah | 18.0% (2010) |
Wanita dalam tenaga kerja | 75.0% (2011) |
Indeks Ketimpangan Gender Global | |
Nilai | NR (2012) |
Peringkat | NR dari 144 |
Dalam sejarah, wanita di Myanmar (juga dikenal sebagai Burma) memiliki status sosial unik dalam masyarakat Burma. Menurut riset yang dilakukan oleh Mya Sein, wanita Burma "selama berabad-abad – bahkan sebelum zaman sejarah" memiliki "ukuran kemerdekaan yang tinggi" dan memiliki "hak hukum dan ekonomi" disamping pengaruh Buddha dan Hindu. Burma sempat memegang sistem matriarkal yang meliputi hak khusus untuk mewarisi sumur minyak dan hak untuk mewarisi jabatan sebagai kepala desa. Wanita Burma juga diangkat pada jabatan-jabatan tinggi oleh para raja Burma, dapat menjadi dukuh dan ratu.[1]