Yeongsanjae adalah upacara ritual agama Buddha yang dilaksanakan di Kuil Bongwon, Seoul, Korea Selatan.[1] Upacara dalam kepercayaan Buddhisme ini dimaksudkan untuk memberi persembahan kepada Buddha agar ia menuntun manusia, baik yang hidup dan yang sudah tiada menuju kedamaian dan pencerahan.[2] Upacara ini diadakan dengan ritual bompae yakni melantunkan sutra Buddha, dilanjutkan dengan menarikan tarian ritual Nabichum, Barachum, Beobgochum dan Tajuchum.[3] Upacara ini merupakan bentuk Warisan Budaya Nonbendawi Korea Selatan Nomor 50 tahun 1973 dan juga diakui sebagai Karya Agung Warisan Budaya Lisan dan Nonbendawi Manusia UNESCO pada tahun 2005.[4]
Menurut kepercayaan Buddhisme Korea, Yeongsanjae adalah upacara yang didasarkan pada saat peristiwa Buddha memberi khotbah Sutra Saddharma Pundarica (Sutra Teratai) di Gunung Yeongsan (Gunung Gridhakuta), semua muridnya, mahluk hidup di bumi dan langit menjadi sangat gembira setelah mendengarkan khotbahnya.[5][6] Bunga Mandala turun dari langit, Sakradevanan Indra dari seluruh dunia, para Bodhisattva, dewa dan dewi ikut turun ke bumi untuk memberikan bunga dan dupa serta menari untuk sang Buddha.[5] Seluruh keajaiban ini dimanifestasikan ke dalam sebuah upacara yang disebut Yeongsanjae.[5] Upacara ini bertujuan untuk menyampaikan pesan mengenai reinkarnasi dan kehidupan baru di nirwana bagi orang yang sudah meninggal.[5] Selain itu upacara ini juga dimaksudkan untuk menutun manusia yang ada di bumi untuk mendapatkan pencerahan dan pembebasan dari karma, mendamaikan dan menyelamatkan jiwa-jiwa semua mahkluk di bumi, langit, lautan dan alam baka.[5]
Upacara Yeongsanjae menampilkan musik dan tarian ritual yang menggabungkan ritual asli Korea dengan Buddhisme dan dilaksanakan setiap satu tahun sekali di Bongwonsa (Kuil Bongwon), Seoul.[1] Pada zaman pertengahan Dinasti Joseon, upacara ritual agama Buddha dilaksanakan secara besar-besaran berdasarkan Sutra Teratai.[1] Seperti ritual agama lain, Yeongsanjae adalah ekspresi filosofi dan doktrin agama Buddha dan bertujuan untuk mempraktikkan disiplin diri.[7]
Terdapat beberapa proses Yeongsanjae yang dilakukan selama 3 hari.[8]
Ritual Beompae adalah melantunkan mantra tanpa teks tertulis dan diwariskan secara oral.[9] Ritual Beompae terdiri dari mantra anchabi dan geotchaebi.[9] Anchabi merupakan empat nada musik Buddha dan suara rendah, sementara geotchaebi adalah mantra panjang.[9]
Tarian yang dipentaskan dalam Yeongsanjae berjumlah 3 buah tarian yang diiringi mantra dan alunan alat musik yakni terompet (taepyeongso), gong (jing), genderang (buk), simbal dan moktak. Tarian yang ditampilkan adalah Nabichum, Barachum, Beopgochum.
Nabichum (Tari Kupu-kupu) adalah tarian yang dipentaskan oleh para biksuni. Para penari ini memegang bunga peoni kertas di salah satu tangan dan mengenakan penutup kepala serta jubah putih panjang. Tarian ini menyimbolkan transformasi seekor ulat menjadi kupu-kupu.
Barachum atau Tari Simbal adalah tarian yang dipentaskan oleh para biksu yang memainkan simbal dalam gerakan-gerakan ritme yang diikuti oleh mantra-mantra dan permainan alat musik. Tarian ini menyimbolkan pembersihan dan pensucian kekuatan jahat.
Beopgochum atau Tari Memukul Beduk adalah tarian yang dipentaskan seorang biksu yang memainkan beduk besar kuil. Tarian ini melambangkan pencerahan yang tercapai setelah meninggalkan semua nafsu duniawi dan penderitaan.
Semenjak didaftarkan sebagai Warisan Budaya Nonbendawi Korea Selatan oleh pemerintah pada tahun 1973, tradisi upacara ini telah mendapat perlindungan.[8] Pada tahun 1987, Asosiasi Preservasi Yeongsanjae didirikan dan mulai melaksanakan aktivitas pelestarian ritual.[8] Yeongsanjae dipraktikkan oleh sekte Taego dan berpusat di Kuil Bongwon.[8] Pada saat ini biksu Kim In-sik (Guhae) merupakan ahli utama pelestari bagian musik.[8] Para asisten biksu Kim adalah Ma Myeong-chan, Lee Su-gil, Oh Chan-yeong, Lee Byeong-u, Lee Jo-won dan Han Hui-ja, yang kesemuanya merupakan ahil musik dan tari serta membuat ornamen bunga kertas untuk ritual.[8] Pada tahun 2006, Kuil Bongwon membuka ritual Yeongsanjae untuk umum dan untuk lebih menarik minat orang-orang untuk berpartisipasi dalam ritual, sekarang Yeongsanjae telah diselenggarakan pada Hari Memorial, hari libur nasional yang jatuh setiap tanggal 6 Juni.[8]