Zirah lamela

Zirah lamela yang digunakan prajurit Tibet pada abad ke-17

Zirah lamela adalah salah satu dari tiga jenis zirah badan yang dibuat dari kepingan zirah. Dua jenis lainnya adalah zirah sisik dan zirah lamina. Zirah lamela dibuat dari ratusan kepingan besi, kulit, atau perunggu kecil, disebut sisik atau lamela, yang ditempatkan di banyak tempat dan disambungkan menjadi satu hingga membentuk barisan horizontal sampai sepanjang yang dibutuhkan untuk menjadi satu baju zirah.[1] Barisan dalam zirah lamela dikembangkan dari zirah sisik,[2] dan bedanya adalah bahwa pada zirah lamela, tidak dibutuhkan penyokong untuk sisik-sisiknya. Jika lamelnya dibuat dari kulit, maka dapat diperkuat melalui proses cuir bouilli atau lak.

Deskripsi

[sunting | sunting sumber]
Contoh bagaimana zirah lamela dikaitkan secara bersama-sama

Zirah lamela terdiri dari lapisan-lapisan tipis yang dinamakan "lamellae" atau "lamela", yang dijahit dan dikaitkan bersama-sama dalam baris horizontal. Lamela bisa terbuat dari logam, kulit cuir bouilli, cula, batu, tulang dan bahan-bahan lainnya yang lebih langka. Lamela yang terbuat dari logam bisa dilak agar lebih tahan terhadap korosi ataupun dijadikan sebagai hiasan. Walaupun mirip dengan zirah sisik, zirah lamela tidak terpasang pada dasar kain atau kulit (walaupun biasanya dipakai di atas baju dalam berlapis bantalan).

Di Asia, penggunaan zirah lamela mengungguli zirah sisik karena lebih sedikit membatasi gerakan penggunanya dibandingkan zirah sisik.[3]

Penggunaan dan sejarah

[sunting | sunting sumber]
Zirah lamela yang digunakan suku Koryak

Bukti terawal penggunaan zirah lamela merujuk pada awal Zaman Besi oleh bangsa Asyur yang berperang penting pada pengembangan awal dan penyebaran jenis zirah ini ketika berkuasanya Kerajaan Asyur Baru. Dalam sejumlah penggambaran adegan pertempuran di relief yang ditemukan di Niniwe dan Nimrud untuk memeperingati kemenangan yang diraih raja Ashurnasirpal dan Ashurbanipal pada abad ke-8 dan ke-7 SM, ratusan prajurit dan pasukan kavaleri Asyur digambarkan mengenakan zirah dada yang terbuat dari lamela. Zirah dada tersebut menjangkau dari bahu ke pinggang dan kebanyakan memiliki bagian lengan yang pendek dan ketat. Jika representasi tersebut kita anggap benar dan menginterpretasikan metodenya secara harfiah, maka kita dihadapkan dengan jenis zirah lamela yang sangat berbeda dengan jenis-jenis yang muncul di masa selanjutnya.[4]

Walaupun masih diperdebatkan, zirah lamela kemungkinan juga ditemukan di Mesir dalam konteks abad ke-17 SM.[5] Relief rendah atau bas-relief bangsa Sumeria dan Mesir kuno menggambarkan prajurit menggunakan contoh paling awal zirah lamelar, terutama pada pengendara kereta perang.

Zirah lamelar sering digunakan sendiri atau sebagai tambahan untuk zirah lainnya, seperti dikenakan di atas baju halkah. Zirah dada yang terbuat dari lamela seringkali digunakan oleh bangsa Rus, dan orang-orang stepa yang nomaden seperti bangsa Mongol, Turkik, Avar, dan lainnya, serta juga bangsa-bangsa migran seperti suku Langobardi karena mudah dibuat dan dirawat. Ketopong lamela juga digunakan oleh orang-orang di Masa Migrasi dan Abad Pertengahan Awal.

Zirah lamela telah digunakan oleh berbagai suku bangsa hingga abad ke-19. Zirah lamela sering dikaitkan pada kelas samurai pada abad pertengahan Jepang, namun juga sering digunakan pada zaman kuno dan abad pertengahan di Tiongkok, Korea, dan Mongolia. Zirah itu juga digunakan di Timur Jauh Rusia, suku-suku di Siberia, dan bangsa Sarmatia. Berbagai bukti penggunaan zirah lamela juga ditemukan di berbagai negara di Eropa.[6]

Zirah lamela Tiongkok

[sunting | sunting sumber]
Keping-keping lamela dinasti Han
Penggambaran dewa zaman dinasti Song yang mengenakan rok berzirah lamela, ditemukan di kuburan Wang Chuzi

Pada zaman Tiongkok kuno, zirah lamela muncul pada abad ke-5 SM. Zirah tersebut terdiri dari keping-keping lamela yang dijepit ataupun diikat untuk membentuk sebuah baju zirah.[7] Ketopong besi yang terbuat dari beberapa lamela menggantikan ketopong perunggu yang sudah usang. Terdepat satu sampel yang ditemukan di Kabupaten Yi, Provinsi Hebei, yang terdiri dari 89 lamela dengan ukuran rata-rata 5 x 4 cm.[8] Sebagai contoh, pasukan terakota dinasti Qin digambarkan menggunakan enam atau tujuh kategori zirah lamela yang berbeda berdasarkan pangkat dan divisi mereka.[9] Banyak jenis zirah lamela yang telah digali lewat penggalian berbagai situs arkeologi dinasti Han. Zirah lamela digunakan dari zaman kuno hingga abad pertengahan, dan masih tetap digunakan hingga zaman berkuasanya dinasti Qing.

Zirah lamela Bizantium

[sunting | sunting sumber]

Zirah lamela digambarkan dalam berbagai sumber sejarah mengenai prajurit Kekaisaran Romawi Timur atau Bizantium, terutama pasukan kavaleri berat. Penelitian terbaru dari Timothy Dawson dari Universitas New England, Australia menunjukkan bahwa zirah lamela Bizantium lebih unggul daripada zirah rantai.[10]

Zirah lamela Jepang

[sunting | sunting sumber]

Zirah lamela muncul di Jepang di sekitar abad ke-5, mendahului munculnya kelas samurai.[6] Zirah lamela Jepang awal yang disebut dengan keiko berbentuk jaket tak berlengan dan sebuah ketopong.[11] Pada pertengahan zaman Heian, zirah lamela mulai berbentuk seperti zirah yang digunakan para samurai. Zirah lamela Jepang di akhir zaman Heian kemudian berkembang sepenuhnya menjadi zirah samurai yang disebut dengan ō-yoroi.[12] Zirah lamela Jepang terbuat dari ratusan atau bahkan ribuan kulit mentah atau pelat besi atau lamela yang disebut kozane yang dilapisi pernis dan diikat menjadi zirah. Proses pembuatan zirah lamela Jepang ini adalah proses yang sangat memakan waktu.[13] Dua jenis pelat yang untuk digunakan untuk membuat zirah lamela Jepang which made up the Japanese lamellar armour adalah hon kozane, yang dibentuk dari pelat yang sempit dan kecil, danhon iyozane, yang dibentuk dari pelat yang lebih luas.

Referensi

[sunting | sunting sumber]
  1. ^ Robinson 2002, hlm. 7.
  2. ^ Whyte, Dylon. "A Brief History of Armour". Diakses tanggal 2011-09-16. 
  3. ^ Oriental Armour, H. Russell Robinson, Publisher Courier Dover Publications, 2002, ISBN 0-486-41818-9, ISBN 978-0-486-41818-6 P.6-7
  4. ^ H. Russell Robinson, Oriental Armour, Dover Publications, Inc., Mineola, New York, 2002.
  5. ^ Albert Dien: A Brief Survey of Defensive Armor Across Asia, Journal of East Asian Archaeology, 2, 3–4, 2000, p. 2
  6. ^ a b Robinson 2002, hlm. 10.
  7. ^ Peers 2006, hlm. 39.
  8. ^ Dien 1981, hlm. 7.
  9. ^ Portal 2007, hlm. 170, 181.
  10. ^ Dawson, Tim (1998). "Kremasmata, Kabadion, Klibanion: Some aspects of middle Byzantine military equipment reconsidered" (PDF). Byzantine and Modern Greek Studies. 22 (1): 45. doi:10.1179/byz.1998.22.1.38. Diakses tanggal 9 March 2020. 
  11. ^ Robinson 2002, hlm. 169-170.
  12. ^ Robinson 2002, hlm. 173.
  13. ^ Friday, Karl F. (2004). Samurai, Warfare and the State in Early Medieval JapanAkses gratis dibatasi (uji coba), biasanya perlu berlangganan. New York: Routledge. hlm. 94. ISBN 978-0-415-32963-7. 

Daftar pustaka

[sunting | sunting sumber]
  • Portal, Jane (2007), The First Emperor: China's Terracotta Army, Harvard University Press 
  • Peers, C. J. (2006), Soldiers of the Dragon: Chinese Armies 1500 BC - AD 1840, Osprey Publishing Ltd 
  • Dien, Albert (1981), A Study of Early Chinese Armor