Biografi | |||
---|---|---|---|
Lahia | 19 Juni 1898 Surakarta | ||
Kamatian | 23 Juli 1974 (76 tahun (id) ) Yogyakarta | ||
27 April 1951 – 3 April 1952 | |||
Data pribadi | |||
Agamo | Islam | ||
Kagiatan | |||
Karajo | Politikus | ||
Partai politik | Partai Masyumi (1945) |
Soekiman Wirjosandjojo (ejaan baru: Sukiman Wiryosanjoyo; lahia di Surakarta, Jawa Tengah, 19 Juni 1898 – maningga di Yogyakarta, 23 Juli 1974 pado umua 76 taun) adolah saurang politisi Indonesia. Inyo manjabaik sabagai Pardano Mantari Indonesia ke-6 antaro 27 April 1951 hingga 3 April 1952 di bawah Kabinet Sukiman-Suwirjo. Inyo juo marupoan salah saurang pandiri jo katua umum patamo Partai Masyumi.
Lahir dalam keluarga pedagang di Surakarta, Soekiman menjalani pendidikan sebagai dokter di sekolah medis STOVIA di Batavia sebelum melanjutkan studinya ke Universitas Amsterdam di Belanda. Setelah sempat menjabat sebagai ketua Perhimpunan Indonesia, Soekiman pulang ke Indonesia dan berpraktik sebagai dokter. Di luar karier medisnya, Soekiman aktif dalam organisasi-organisasi Islam seperti Sarekat Islam (SI) dan Majelis Islam A'la Indonesia. Sebelum masuknya Jepang ke Indonesia, Soekiman sempat terlibat dalam perselisihan dengan tokoh-tokoh SI lainnya seperti H.O.S. Tjokroaminoto dan Agus Salim, sehingga ia meninggalkan SI dan membentuk partainya sendiri, Partai Islam Indonesia. Selama pendudukan Jepang, Soekiman aktif dalam organisasi Pusat Tenaga Rakyat dan belakangan ditunjuk menjadi anggota Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan.
Meskipun ia sempat menentang keputusan pemerintah untuk membentuk partai-partai politik, Soekiman menjadi ketua umum pertama Partai Masyumi setelah kongres perdana partai tersebut pada bulan November 1945. Selama masa Revolusi Nasional Indonesia, ia menjadi oposisi dari kabinet-kabinet Sutan Sjahrir dan Amir Sjarifuddin. Meskipun begitu, Soekiman mulai berkompromi setelah Agresi Militer I. Belakangan, ia ditunjuk menjadi Menteri Dalam Negeri dalam kabinet Mohammad Hatta dan turut serta dalam Konferensi Meja Bundar. Setelah pengakuan kedaulatan, Soekiman digantikan oleh Mohammad Natsir sebagai pemimpin partai, dan Soekiman sendiri menjabat perdana menteri menggantikan Natsir setelah membentuk koalisi dengan Partai Nasional Indonesia.
Kebijakan dalam negeri Soekiman sebagai perdana menteri mencakup nasionalisasi Bank Indonesia dan mulainya sistem tunjangan hari raya untuk pegawai pemerintah. Ia juga memerintahkan penangkapan belasan ribu orang yang diduga terlibat rencana kudeta, terutama anggota-anggota Partai Komunis Indonesia. Dalam hal hubungan luar negeri, Soekiman mencoba untuk meningkatkan hubungan dengan Blok Barat, khususnya Amerika Serikat. Kubu Natsir dan Soekiman dalam Masyumi bertentangan secara politik, dan perselisihan ini menyebabkan jatuhnya kabinet Soekiman setelah skandal perundingan antara Menteri Luar Negeri Achmad Soebardjo dengan Duta Besar AS Merle Cochran. Soekiman tetap aktif di dalam Masyumi, sampai ia pensiun dari politik setelah pecahnya pemberontakan Pemerintah Revolusioner Republik Indonesia dan mulainya era Demokrasi Terpimpin.
Soekiman meninggal di rumahnya di Yogyakarta pada tanggal 23 Juli 1974, pada sekitar pukul 11:30 waktu setempat. Ia dimakamkan keesokan harinya di Makam Taman Siswa di Yogyakarta, sesuai permintaannya agar dikuburkan berdekatan dengan Ki Hajar Dewantara.[1][2]
Jabatan politik | ||
---|---|---|
Didaului jo: Muhammad Natsir |
Perdana Menteri Indonesia 1951—1952 |
Digantian dek: Wilopo |