Letuk-letuk (bahasa Makassar: ᨒᨈᨚᨒᨈᨚ lattoʼ-lattoʼ sebutan bahasa Makassar: [ˈlat:oʔˈlat:oʔ], bahasa Bugis: ᨀᨈᨚᨀᨈᨚ kattoʼ-kattoʼ) adalah mainan tradisional masyarakat pulau Sulawesi berupa dua biji buah bandul plastik padat keras dan licin yang seikat sambung pada sebentuk cincin jari di tengah. Mainan ini dimainkan dengan mengayunkan buah bandul tersebut baik secara lambat mahupun cepat hingga saling melanggar dan menghasilkan bunyi khas. Bunyi khas dentakan biji keketuk yang terhasil sendirinya daya tarikan yang membuat pemain ketagihan dan giat memainkannya secara berulang-ulang.
Pengungkapan mainan ini dari gandaan kata dasar Bugis/Makassar ᨒᨈᨚ lattoʼ dan ᨀᨈᨚ kattoʼ masing-masing seakar kata "letuk, ketuk"[1][2] Pengimbuhan awal a-/ma- pada nama-nama tersebut sendirinya bermakna memainkan alat sedemikian. Adakalanya mainan ini disalah tulis namanya seperti lato-lato yang tidak menunjukkan pengembaran bunyi konsonan letusan gusi tak bersuara sekaligus silap bererti "datuk-datuk" (datuk turunan kata akar *datu[3])[4][5]
Permainan alat banyak dipertandingkan di beberapa daerah Indonesia, terutamanya di Pulau Sulawesi yang melazimkannya pada acara pesta rakyat, perayaan hari besar, bahkan di acara pernikahan dan acara lainnya. Jenis perlombaan yang umum dipertandingkan berupa durasi memainkan latto-latto, kategori kelompok umur, free style, dengan teknik dan gaya yang ditentukan juri.[6][7]
Jari yang memegang cincin leletuk diayunkan hingga pasang bijinya dapat naik seimbang dan saling berlanggar bahkan sehingga membentuk suatu bulatan sempurna. Meskipun ia terlihat sederhana dan mudah, namun latto-latto ini cukup susah dimainkan para pemula. Selain itu, para pemain juga harus berhati-hati kerana buah leletuk ini boleh sahaja mengena tangan jika salah tekniknya.