Pokok Eceng Padi

Pokok Eceng Padi
Pengelasan saintifik
Alam:
(tanpa pangkat):
(tanpa pangkat):
(tanpa pangkat):
Order:
Keluarga:
Genus:
Spesies:
M. vaginalis
Nama binomial
Monochoria vaginalis
Sinonim
  • Pontederia vaginalis Burm.f.[2]

sinonim selengkapnya: The Plant List[3]

Pokok Eceng Padi adalah sejenis tumbuhan air yang biasa tumbuh meliar di kawasan persawahan. Nama sainsnya adalah Monochoria vaginalis[4][5]. Nama setempat serantau Nusantara Indonesia:[4][5]

  • ikau lada atau si korpuk (Batak)
  • ecèng padi (Betawi)
  • ecèng leutik atau ecèng lĕmbut (Sunda)
  • wéwéhan, wéwéyan, bĕngok (Jawa)
  • wéwéhan, biah-biah (Bali)
  • mĕmadèng, mĕmarèng (Lombok)
  • balang-balang (Makassar)
  • balĕmpalĕng (Bugis)
  • tumpĕng (Minahasa)


Gambaran tanaman

[sunting | sunting sumber]
Pelat botani menurut Blanco

Pokok herba dengan tinggi antara 5-50 cm, semusim atau menahun, tumbuh mengelompok di tanah bencah.[6] Ada rimpang (batang semu) berukuran pendek; bagian seperti batang yang terlihat panjang adalah perpanjangan dari pelepah dan tangkai daun.[5] Akar tanaman ini termasuk jenis akar serabut, warna akarnya putih dan mudah dicabut.[5] Daun-daun tunggal, bertepi rata, umumnya bertangkai panjang, tersusun dalam roset; bentuk sangat berubah-ubah: lanset, bundar telur lonjong, bundar telur, hingga hampir bundar, 2-12.5 × 0.2–10 cm; dengan hujung runcing dan pangkal tumpul, terpangkas, atau melekuk, pada daun dewasa bentuk jantung, dengan lobus membundar.[6] Daun berwarna hijau mengkilat dengan tulang daun berbentuk melengkung.[5]

Bunga-bunga bertangkai, berkelamin ganda, tersusun dalam tandan berisi 3-25 kuntum, awalnya berada dalam pelepah daun yang paling atas, kemudian melengkung ke bawah setelah selesai bermekaran. Tenda bunga berwarna ungu kebiruan, panjang 11-15 mm, hujungnya menutup memuntir setelah mekar, tidak rontok. Benang sari 6, tidak sama panjang, yang lima pendek dengan kepala sari berwarna kuning, yang satu lagi lebih besar dengan kepala sari berwarna biru. Buah kapsul bentuk elipsoid, lk. 1 cm panjangnya, dengan 3 kampuh yang memecah kuat dan melemparkan biji-bijinya ke dalam air. Biji sekitar 1 mm.[6]

Tempat hidup

[sunting | sunting sumber]

Habitat Pokok Eceng Padi adalah pada daerah yang becak seperti rawa dan sawah berair[5]. Selain itu, tumbuhan ini juga bisa hidup di selokan, lumpur, dan tanah basah; dan tumbuh subur di lahan berair yang terbuka.[7] Bila sawah mengering, gulma ini mati, namun akan tumbuh kembali di musim basah melalui biji-bijinya yang berkecambah. Di Jawa, eceng tumbuh pada ketinggian 0-1,550 m dari paras laut.[6]

Penyebaran

[sunting | sunting sumber]

Eceng berasal dari Asia, dan dapat ditemukan di seluruh Indonesia.[6] Selain itu, gulma ini juga didapati di wilayah Iran, Vietnam, Taiwan, China, Korea, Jepang, Filipina, Malaysia dan Australia Utara.[8] Wewehan, memiliki sebutan yang berbeda-beda pula untuk setiap negara, (Bangladesh biasa menyebut wewehan dengan sebutan Panee kachu; Kamboja: Chrach; Jepang: Konagi, Korea: Mooldalgebi, Nepal: Piralay, Malaysia: Chacha layar, keladi agas, kelayar; Filipina: Biga-bigaan, gabi-gabi; Taiwan: Ya-she-tsau, Thailand: Ka-kiad, Phak-khait; Vietnam: Rac mác lá thon.[7]

Penghapusan

[sunting | sunting sumber]

Dalam populasi yang besar, ia dapat mengganggu tanaman khususnya tanaman padi.[7] Ia menjadi rumpai utama diutmakan penghapusannya dalam pertanian padi di wilayah Filipina, Malaysia dan Korea.[7] Wewehan yang hidup pada area pertanian padi akan ikut menyerap nutrisi yang seharusnya untuk tanaman padi[7] Di samping itu, rumapai ini juga menghambat akar padi untuk menembus tanah lebih dalam, yang pada gilirannya akan mengganggu padi dalam penyerapan nutrisi dari tanah[7] Pengamatan di Filipina mendapatkan bahwa kepadatan alami eceng sebanyak 366 individu dalam 1 meter persegi dapat mengurangi hasil panen padi sebesar 35%. Penanganan gulma wewehan dapat dilakukan dengan cara manual yaitu mencabut tanaman dan secara kimia menggunakan herbisida atau obat pembasmi gulma.[6]

Close up bunga

Meskipun wewehan terkenal sebagai gulma, tumbuhan ini juga memiliki manfaat bagi kehidupan manusia.[7] Daun wewehan dapat dimanfaatkan untuk dimasak menjadi sayuran.[7] Rumphius melaporkan bahwa balang-balang (ia menulisnya sebagai balla balla[9]) ini di Makassar pada masa lalu dimakan sebagai sayuran, mentah atau dimasak; sementara Heyne mencatat bahwa di Bogor eceng leutik dimakan hanya setelah dikukus terlebih dahulu.[4] Daun wewehan mengandung serat yang baik untuk pencernaan.[7]

Akar eceng dapat digunakan untuk mengobati sakit perut, hati, sesak nafas dan sakit gigi; sementara daun-daunnya untuk obat demam.[4] Daun wewehan yang ditumbuk halus dapat digunakan untuk obat sakit perut.[10] Semua bagian tanaman juga dapat digunakan untuk pakan ternak.[7] Ekstrak eceng-eceng telah diteliti dapat dijadikan obat pembunuh hama keong mas (Pomaceae canaliculata L.) yang sering merusak tanaman padi di sawah.[11] Batang wewehan yang dikeringkan dapat dimanfaatkan untuk membuat berbagai macam kerajinan tangan.[7]

  1. ^ Presl, C. 1827. Reliquiae Haenkeanae, seu, Descriptiones et icones plantarum... Tome 1: 128. Pragae :Apud J.G. Calve, 1830-35 [i.e. 1825-1835]
  2. ^ Burman, N.L. 1768. Flora Indica : cui accedit series zoophytorum Indicorum, nec non prodromus florae Capensis.: 80. Amstelaedami :Apud Cornelium Haek ;1768.
  3. ^ The Plant List: Monochoria vaginalis (Burm.f.) C.Presl
  4. ^ a b c d Heyne, K. 1987. Tumbuhan Berguna Indonesia I: 515. Badan Litbang Kehutanan, Departemen Kehutanan. Jakarta.
  5. ^ a b c d e f "Monochoria vaginalis (Burm.f.) Presl" (PDF). Departemen Kesehatan. Dicapai pada 10 April 2014.[pautan mati kekal]
  6. ^ a b c d e f Soerjani, M., AJGH Kostermans dan G. Tjitrosoepomo (Eds.). 1987. Weeds of Rice in Indonesia. Balai Pustaka, Jakarta. p. 488-9 (illust.)
  7. ^ a b c d e f g h i j k "Monochoria vaginalis". Invasive Species Compendium. Dicapai pada 19 April 2014.
  8. ^ "Monochoria vaginalis". IUCN Red List. Dicapai pada 19 April 2014.
  9. ^ Rumpf, G.E. 1750. Herbarium Amboinense: plurimas conplectens arbores, frutices, ... Pars VI: 178, Tab. 75 Fig. 1. Amstelaedami:apud Franciscum Changuion, Hermannum Uttwerf. MDCCL.
  10. ^ "Monochoria vaginalis (Burm.f.) C.Presl - PONTEDERIACEAE - Monocotyledon". Oswaldasia. Dicapai pada 19 April 2014.
  11. ^ Andrian, K.B. 2014. Uji toksisitas ekstrak eceng-eceng (Monochoria vaginalis) sebagai moluskisida nabati terhadap mortalitas keong mas (Pomaceae canaliculata L.) Skripsi pada Program Studi Pertanian Universitas Negeri Jember. (tidak diterbitkan)

Pautan luar

[sunting | sunting sumber]