Gangguan bipolar tipe II

Gangguan bipolar tipe II merupakan gangguan spektrum bipolar yang ditandai dengan adanya episode hipomania dan depresi mayor tanpa disertai episode mania.[1] Gangguan bipolar tipe II lebih umum dibandingkan dengan bipolar tipe I, gangguan ini memiliki kriteria diagnosis yang hampir mirip dengan gangguan depresi mayor.[2]

Beberapa gejala hipomania yaitu adanya perpindahan suasana perasaan (mood) dari satu ide ke ide lain, tingkat percaya diri yang berlebih, berbicara secara cepat dan keras, peningkatan energi menjadi hiperaktif, dan kebutuhan tidur yang menurun.[3] Depresi pada gangguan bipolar memiliki kriteria diagnosis yang serupa dengan depresi nonbipolar, di antaranya yaitu adanya perubahan pola tidur (hipersomnia maupun insomnia), kelelahan, perubahan pola makan, penurunan konsentrasi, adanya perasaan bersalah dan tidak berharga, memiliki keinginan yang tidak wajar seperti ingin bunuh diri.[4]

Treatment

[sunting | sunting sumber]

Penstabil Suasana Hati

[sunting | sunting sumber]

Salah satu penstabil suasana hati yang terbukti efektif untuk menangani gangguan bipolar tipe II adalah lithium. Lithium juga mengurangi peralihan ke episode hipomania dari pasien yang telah diobati dengan antidepresan. Selebihnya, lithium merupakan satu-satunya penstabil suasana hati yang mampu menurunkan keinginan bunuh diri dan gejala menyakiti diri sendiri pada pasien dengan gangguan perasaan.[5]

Antipsikotik

[sunting | sunting sumber]

Antipsikotik digunakan sebagai pilihan kedua saat episode hipomania, khususnya bagi pasien yang tidak merespons baik pada pemberian penstabil suasana hati.[6] Quetiapine adalah satu-satunya antipsikotik yang telah menunjukkan keefektifan dan efikasi untuk mengobati pasien dengan gangguan bipolar tipe II akut. Beberapa antipsikotik yang digunakan untuk gangguan ini yaitu lurasidone, olanzapine, cariprazine, aripiprazole, asenapine, paliperidone, risperidone, ziprasidone, haloperidol, dan chlorpromazine.

Antidepresan

[sunting | sunting sumber]

Terdapat bukti yang mendukung tentang penggunaan antidepresan SSRI dan SNRI pada gangguan bipolar tipe II, namun penggunaan antidepresan tersebut masih menimbulkan pro dan kontra.[7] Risiko potensial dari penggunaan antidepresan pada pasien dengan gangguan bipolar tipe II meliputi peningkatan siklus perubahan suasana hati yang cepat, disforia, dan peralihan ke hipomania.[8]

Terapi Non-farmakologis

[sunting | sunting sumber]

Meskipun standar perawatan untuk gangguan bipolar tipe I dan tipe II adalah pengobatan farmakoterapi seperti di atas, terdapat terapi yang dapat membantu pasien dengan gangguan bipolar. Manfaat dari terapi ini yaitu mencegah kekambuhan gangguan dan meningkatkan kepatuhan terhadap obat. Jenis-jenis terapinya adalah psikoterapi (misalnya terapi keperilakukan kognitif, terapi interpersonal, terapi perilaku, terapi kognitif, dan terapi yang berfokus pada keluarga), terapi sosial, terapi seni, terapi musik, psikoedukasi, dan terapi mindfulness. Studi meta analisis menunjukkan bahwa pengobatan dengan obat ditambah dengan psikoterapi dapat menurunkan tingkat kekambuhan gangguan yang lebih rendah dibandingkan dengan pasien yang hanya dirawat menggunakan farmakoterapi saja.[9]

Referensi

[sunting | sunting sumber]
  1. ^ Diagnostic and statistical manual of mental disorders : DSM-5. American Psychiatric Association, American Psychiatric Association. DSM-5 Task Force (edisi ke-Fifth edition). Arlington, VA. 2013. ISBN 978-0-89042-559-6. OCLC 847226928. 
  2. ^ Benazzi, Franco (2004-03). "How to treat bipolar II depression and bipolar II mixed depression?". The International Journal of Neuropsychopharmacology. 7 (1): 105–106. doi:10.1017/s146114570300395x. ISSN 1461-1457. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2023-07-28. Diakses tanggal 2023-01-30. 
  3. ^ Makarim, Fadhli (2022-10-04). "Mengenal Bipolar Tipe 2 dan Gejala yang Terjadi". Halodoc. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2023-01-30. Diakses tanggal 2023-01-30. 
  4. ^ Zannah, Uzlifatul (2018). "Review: Farmakoterapi Gangguan Bipolar". Farmaka. 16 (1): 263–277. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2023-01-30. Diakses tanggal 2023-01-30. 
  5. ^ Cipriani, Andrea; Hawton, Keith; Stockton, Sarah; Geddes, John R. (2013-06-27). "Lithium in the prevention of suicide in mood disorders: updated systematic review and meta-analysis". BMJ (Clinical research ed.). 346: f3646. doi:10.1136/bmj.f3646. ISSN 1756-1833. PMID 23814104. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2023-02-19. Diakses tanggal 2023-01-30. 
  6. ^ Bobo, William V. (2017-10). "The Diagnosis and Management of Bipolar I and II Disorders: Clinical Practice Update". Mayo Clinic Proceedings. 92 (10): 1532–1551. doi:10.1016/j.mayocp.2017.06.022. ISSN 1942-5546. PMID 28888714. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2022-12-06. Diakses tanggal 2023-01-30. 
  7. ^ Skeppar, Peter; Adolfsson, Rolf (2006). "Bipolar II and the bipolar spectrum". Nordic Journal of Psychiatry. 60 (1): 7–26. doi:10.1080/08039480500504685. ISSN 0803-9488. PMID 16500795. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2023-03-25. Diakses tanggal 2023-01-30. 
  8. ^ Sandlin, Emily KL; Gao, Yonglin; El-Mallakh, Rif S (2014-01). "Pharmacotherapy of bipolar disorder: current status and emerging options". Clinical Practice (dalam bahasa Inggris). 11 (1): 39–48. doi:10.2217/cpr.13.85. ISSN 2044-9038. 
  9. ^ Editorial Contributors, WebMD (2022-10-31). "Understanding Bipolar Disorder--Treatment". WebMD. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2023-01-31. Diakses tanggal 2023-01-31.