Legen (bahasa Jawa: ꧋ꦊꦒꦺꦤ꧀, translit. lêgèn)[1]:16 adalah nama minuman tradisional yang banyak ditemukan di sekitar wilayah Jawa Tengah dan Jawa Timur. Legen ini telah digemari orang sejak lama; dan bahkan dicantumkan pula dalam kitab "Serat Centhini" (ditulis sekitar awal abad ke-19) yang merupakan semacam ensiklopedia orang Jawa.[2] Dalam kitab itu disebutkan adanya beberapa macam legen seperti legen siwalan, legen aren, dan juga legen kelapa (badheg).[3]:26, 32, 34, 76
Legen adalah nira atau cairan tumbuhan (getah) yang dihasilkan dengan cara memotong pucuk bunga majemuk (Jw. manggar) jenis-jenis pohon palma yang belum mekar. Beberapa jenis palma yang biasa disadap niranya, antara lain, aren, kelapa, lontar, nipah, dan gewang (gebang).[5]
Legen yang dijajakan dalam botol atau jeriken di tepi jalan biasanya adalah legen siwalan dan legen kelapa, bergantung kepada daerahnya. Legen mentah tidak tahan lama disimpan; setelah beberapa jam, sukrosa dalam legen akan diuraikan oleh mikroba (terutama ragi) menjadi glukosa dan fruktosa dan komponen lainnya,[6]:67 dan menjadikan legen terasa asam. Oleh sebab itu, legen biasanya dijual tidak terlalu jauh dari lokasi ia disadap. Untuk meningkatkan keawetannya, badeg, legen kelapa di wilayah Banyumas dan Kebumen biasanya dimasak terlebih dahulu.[7] Legen yang disimpan beberapa hari hingga beberapa minggu akan tefermentasi menjadi ciu (tuak).[8]
Legen siwalan umumnya dihasilkan di jalur pesisir utara Jawa Timur yang beriklim kering, ke barat sejauh Semarang di Jawa Tengah,[9] di mana pohon-pohon siwalan atau lontar masih dapat tumbuh baik. Tuban mengklaim bahwa legen siwalan adalah minuman khas daerah itu,[10] meskipun pada kenyataannya legen siwalan juga dihasilkan oleh daerah-daerah yang lain seperti halnya Semarang tadi, Pati,[11]Rembang,[12]Lamongan,[13]Gresik[14]Pasuruan,[15] dan lain-lain.
Legen kelapa atau biasa disebut badeg dihasilkan dari wilayah yang lebih basah, terutama dekat pesisir selatan Jawa. Di wilayah-wilayah yang menjadi sentra tanaman kelapa, badeg adalah hasil samping dari industri gula kelapa. Sebagian kecil dari nira yang tidak dijadikan gula, dijual di pasar atau di tepi jalan sebagai air badeg, wedang badeg,[16] atau es badeg.[17][18] Di wilayah Kebumen, Cilacap, dan Banyumas, badeg ini digunakan pula untuk membuat kudapan seperti jenang sabun,[19] dan juga cimplung.
^ abNardiati, S., Suwadji, Sukardi Mp., Pardi, E. Suwatno. (1993). Kamus Bahasa Jawa - Bahasa Indonesia, II. Jakarta: Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Dep. P & K.
^Ranggasutrasna, R.Ng.dkk. (1814). Serat Suluk Tambangraras (Serat Centhini). Lihat misalnya pada Jil. II: 275 (157:2)
^Sunjata,W.P., Sumarno, & T. Mumfangati, (2014). Kuliner Jawa dalam Serat Centhini. Yogyakarta: Balai Pelestarian Nilai Budaya (BPNB) Daerah Istimewa Yogyakarta. [Oktober 2014].
^Joseph, G.H., & P. Layuk. (2012). "Pengolahan gula semut dari aren". Buletin Palma, 13(1) : 60-65 (Juni 2012)
^Pontoh, J. (2012). "Metode analisa dan komponen kimia dalam nira dan gula aren". Dalam "Aren Untuk Pangan dan Alternatif Energi Terbarukan" - Prosiding Seminar Nasional Aren, 26 - 27 September 2012, Balikpapan.