Masjid Agung Kraton Surakarta | |
---|---|
Agama | |
Afiliasi | Islam – Sunni |
Provinsi | Jawa Tengah |
Lokasi | |
Lokasi | Surakarta |
Negara | Indonesia |
Arsitektur | |
Tipe | Masjid |
Gaya arsitektur | Tajug |
Peletakan batu pertama | 1763 |
Rampung | 1768 |
Spesifikasi | |
Kapasitas | ~9500 |
Menara | 1 |
Masjid Agung Kraton Surakarta (nama resmi: bahasa Jawa: ꦩꦱ꧀ꦗꦶꦢ꧀ꦄꦒꦼꦁꦏꦫꦠꦺꦴꦤ꧀ꦱꦸꦫꦏꦂꦠꦲꦢꦶꦤꦶꦔꦿꦠ꧀, translit. Masjid Agěng Karaton Suråkartå Hadiníngrat) pada masa pra-kemerdekaan adalah masjid agung milik kerajaan (Surakarta Hadiningrat) dan berfungsi selain sebagai tempat ibadah juga sebagai pusat syiar Islam bagi warga kerajaan.
Masjid Agung dibangun oleh Sunan Pakubuwono III tahun 1763 dan selesai pada tahun 1768. Hal ini dapat diketahui dari prasasti yang terdapat di dinding luar ruangan utama masjid.[1] Masjid ini merupakan masjid dengan katagori masjid jami', yaitu masjid yang digunakan untuk salat berjemaah dengan ukuran makmum besar (misalnya salat Jumat dan salat Ied). Dengan status sebagai masjid kerajaan, masjid ini juga berfungsi mendukung segala keperluan kerajaan yang terkait dengan keagamaan, seperti grebeg, sekaten, dan maulid nabi.[2] Raja (Sunan) Surakarta berfungsi sebagai panatagama (pengatur urusan agama) dan masjid ini menjadi pelaksana dari fungsi ini. Semua pegawai masjid diangkat menjadi abdi dalem kraton, dengan gelar seperti Kanjeng Raden Tumenggung Penghulu Tafsiranom (untuk penghulu) dan Lurah Muadzin untuk juru adzan.
Masjid Agung menempati lahan seluas 19.180 meter persegi yang dipisahkan dari lingkungan sekitar dengan tembok pagar keliling setinggi 3,25 meter. Masjid ini memiliki beberapa pendopo di halaman masjid, ada kandang kuda, tempat kereta raja dan pradangga untuk upacara adat. Seiring berjalannya waktu pendopo-pendopo ini mengalami perubahan fungsi dan bentuk. Seperti kandang kuda yang kini menjadi ruang tata usaha dan keamanan masjid, tempat kereta yang menjadi tempat takmir masjid. Hanya bangsal pradangga yang masih pendopo terbuka.[3]
Bangunan Masjid Agung Surakarta merupakan bangunan bergaya tajug yang beratap tumpang tiga dan berpuncak mustaka (mahkota). Gaya bangunan tradisional Jawa ini adalah khusus untuk bangunan masjid.
Di dalam kompleks Masjid Agung dapat dijumpai berbagai bangunan dengan fungsi kultural khas Jawa-Islam. Juga terdapat maksura, yang merupakan kelengkapan umum bagi masjid kerajaan.