Pandemi COVID-19 di Mauritania bermula pada Maret 2020.
Organisasi Kesehatan Dunia mengonfirmasi bahwa koronavirus jenis baru telah menjadi penyebab penyakit pernapasan pada sekelompok orang di Kota Wuhan, Provinsi Hubei, Tiongkok. Konfirmasi ini dilakukan pada 12 Januari 2020. Laporan mengenai adanya penyakit pernapasan ini pertama kali disampaikan ke Organisasi Kesehatan Dunia pada 31 Desember 2019.[1][2]
Dibandingkan dengan wabah SARS 2002-2004, tingkat fatalitas kasus COVID-19 jauh lebih rendah.[3][4] Sebaliknya, penularan Covid-19 jauh lebih besar dan disertai dengan jumlah korban yang meninggal yang sebanding dan meningkat.[3][5] Simulasi berbasis model dilakukan untuk menunjukkan interval kepercayaan angka reproduksi virus di Mauritania. Angka kepercayaan ini menunjukkan 95% untuk angka reproduksi variasi waktu. Sejak Desember 2020, interval ini lebih rendah dari 1,0.[6]
Kasus pertama dikonfirmasi pada 13 Maret 2020. Pada kasus ini, pasien ditempatkan di ruang isolasi.[7] Kasus ini dialami oleh seorang ekspatriat Mauritania. Namanya belum diungkapkan. Kasus ini terjadi di ibu kota Mauritania, Nouakchott.[8] Menteri Kesehatan Mauritania mengumumkan penemuan kasus virus korona positif kedua pada tanggal 18 Maret 2020. Pasiennya adalah seorang karyawan wanita asing. Ia bekerja di rumah beberapa ekspatriat dan tiba di Mauritania 10 hari sebelum penemuan itu.[9] Pada tanggal 26 Maret, kasus virus korona ketiga telah diumumkan. Kasus ini dialami oleh seorang pria berumur 74 tahun. Ia adalah seorang warga negara Mauritania yang telah tiba di Mauritania pada 15 Maret 2020. Ia baru datang dari Prancis melalui jasa penerbangan Air France.[10] Kasus pertama dengan korban yang meninggal di Mauritania terjadi pada 30 Maret 2020. Enam kasus kembali dikonfirmasi pada akhir Maret 2020 dengan satu korban yang meninggal dan dua pemulihan. Sedangkan tiga kasus lainnya masih berstatus kasus aktif.[11]
Pasien dengan kasus-kasus aktif dinyatakan telah pulih pada 18 April 2020. Namun, pada tanggal tersebut, juga terkonfirmasi terjadi 7 kasus baru. 6 kasus berakhir dengan pulihnya pasien sedangkan satu kasua berakhir dengan meninggalnya pasien. Kondisi ini menjadikan Mauritania menjadi salah satu negara yang terdampak Covid-19.[12] Seorang wanita berkebangsaan Senegal dinyatakan positif mengidap COVID-19 pada tanggal 29 April 2020. Ia berusia 68 tahun. Ia tertular COVID-19 saat berada di Nouakchott.[13] Dua kasus lainnya terjadi pada bulan April 2020. Jumlah total kasus yang dikonfirmasi menjadi 8 kasus. Sedangkan jumlah korban yang meninggal tidak bertambah. Hanya ada 1 kasus aktif selama rentang waktu antara 18 hingga 29 April 2020. Kasus ini menimpa seorang wanita pada 29 April. Hasil tesnya menunjukkan bahwa ia positif terjangkit virus.[14]
Karena hanya tersisa 1 kasus akti, maka pemerintah Mauritania mengakhiri pembatasan sosial.[15] Namun, jumlah kasus aktif yang dikonfirmasi kembali meningkat menjadi 480 kasus pada akhir bulan Mei 2020. Selain itu, jumlah korban yang meninggal meningkat menjadi 23 orang. Pada bulan Mei 2020, jumlah keseluruhan kasus yang dikonfirmasi meningkat menjadi 530 kasus. Sebanyak 27 kasus di antaranya berakhir dengan kepulihan pasien.[16]
Pada bulan Juni 2020, terjadi 3.707 kasus baru, sehingga jumlah keseluruhan kasus yang dikonfirmasi menjadi 4.237 kasus. Jumlah korban yang meninggal mengalami peningkatan menjadi 128 orang. Hingga akhir Juni 2020, terdapat 2.612 kasus aktif.[17]
Sebanyak 2.073 kasus baru terjadi selama bulan Juli 2020. Jumlah kasus yang dikonfirmasi keseluruhan menjadi 6.310. Sedangkan jumlah korban yang meninggal meningkat menjadi 157. Sejak wabah dimulai, jumlah pasien yang pulih mencapai 4962 orang. Pada akhir bulan, jumlah kasus aktif yang tersisa sebanyak 1.191 kasus. Jumlah ini hanya setengah dari jumlah kasus aktif pada bulan Juni 2020.[18]
Pada bulan Agustus 2020, terjadi 738 kasus baru, sehingga jumlah kasus yang dikonfirmasi secara keseluruhan menjadi 7.048 kasus. Selain itu, Jumlah korban yang meninggal bertambah menjadi 159 orang. Hingga akhir Agustus 2020, masih terdapat 425 kasus aktif.[19]
Di bulan September 2020, terdapat 440 kasus baru, sehingga jumlah keseluruhan kasus yang dikonfirmasi menjadi 7.488 kasus. Selain itu, jumlah korban yang meninggal bertambah menjadi 161 orang, sedangkan jumlah pasien yang pulih juga meningkat menjadi 7.111 orang. Pada akhir bulan September 2020, masih terdapat 216 kasus aktif.[20]
Di bulan Oktober 2020, terjadi 215 kasus baru, sehingga jumlah kasus yang dikonfirmasi secara keseluruhan sebanyak 7.703 kasus. Jumlah korban yang meninggal bertambah menjadi 163 orang, sedangkan jumlah pasien yang pulih juga bertambah menjadi 7.433 orang. Di akhir bulan Oktober 2020, jumlah kasus yang aktif sebanyak 107 kasus.[21]
Di bulan November 2020, terdapat 898 kasus baru, sehingga kasus yang dikonfirmasi secara keseluruhan berjumlah 8.601 kasus. Jumlah korban yang meninggal bertambah menjadi 177 orang, sedangkan jumlah pasien yang pulih juga bertambah menjadi 7.732 orang. Di akhir bulan November 2020, masih terdapat 692 kasus aktif.[22]
Di bulan Desember 2020, terdapat 5763 kasus baru, sehingga kasus yang dikonfirmasi secara keseluruhan berjumlah 1.4364 kasus. Jumlah korban yang meninggal bertambah menjadi 349 orang. Hal ini diikuti oleh peningkatan jumlah pasien yang pulih sebanyak 1.1678 orang. Di akhir bulan Desember 2020, jumlah kasus aktif sebanyak 2.637 kasus.[23]
Pada bulan Januari 2021, terdapat 2.271 kasus baru, sehingga kasus yang dikonfirmasi secara keseluruhan berjumlah 16.635 kasus. Jumlah korban yang meninggal meningkat menjadi 422 orang, sedangkan jumlah pasien yang pulih juga meningkat menjadi 1.5676 orang. Pada akhir bulan Januari 2021, kasus meninggal yang dikonfirmasi sebanyak 537 kasus.[24]
Pada bulan Februari 2021, terdapat 572 kasus baru. Keseluruhan kasus yang dikonfirmasi menjadi 17.207 kasus. Sedangkan jumlah korban yang meninggal tetap meningkat menjadi 441 kasus. Selain itu, jumlah pasien yang pulih juga meningkat menjadi 16.563 orang. Pada akhir bulan, jumlah pasien yang meninggal sebanyak 203 orang.[25]