Pax Sinica

Pax Sinica (Bahasa Latin untuk "Perdamaian Tiongkok", dinamakan seperti Pax Romana) adalah istilah historiografis untuk menyebut masa-masa damai di Asia Timur yang dipertahankan oleh hegemoni Tiongkok. Perdagangan jarak jauh berkembang, kota meluas, standar hidup naik, dan jumlah penduduk bertambah menjadi pemicu berkelanjutan pada istilah berkehidupan yang mutlak.[1] Tiongkok tetap menjadi peradaban dominan di kawasan tersebut karena kekuasaan politik, ekonomi, militer, dan budayanya besar.

Pax Sinica di dunia timur yang dipimpin Tiongkok sama seperti Pax Romana di dunia barat yang dipimpin Romawi.[2][3] Pax Sinica merintis perjalanan dan perdagangan jarak jauh di Eurasia.[3] Pax Sinica dan Pax Romana mulai pudar sekitar tahun 200 M.[3]

Pax Sinica mencakup bermacam dinasti, mulai dari Dinasti Han (206 SM–220 M), Dinasti Tang (618–907M), Dinasti Yuan (1271 - 1368 M), hingga Dinasti Ming (1368 - 1644 M). Pada masa Dinasti Han, terdapat pembentukan pemerintah pusat yang bertujuan untuk menjaga serta melindungi rakyat melalui pembentukan kebiasaan untuk menyimpan barang barang pokok dalam jumlah yang masif lalu menjualnya pada masa kelangkaan.[4] Selain itu, pada masa ini, praktek pemilihan pejabat dalam pemerintahan dari anggota keluarga kerajaan berhenti dan beralih kepada pemilihan pejabat berdasarkan kompetensi dan penilaian publik.[4]

Pax Sinica era Dinasti Tang (618–907M)[5] dianggap sebagai salah satu masa keemasan Tiongkok. Ekonomi, perdagangan, budaya, dan sains berkembang dan mencapai puncak kejayaannya.[5] Pada awal Dinasti Tang, khususnya masa pemerintahan Kaisar Taizong, Tiongkok menaklukkan bangsa-bangsa tetangganya yang nomaden.[5] Dengan menjamin keamanan dan perdamaian rute-rute dagang, Jalur Sutera tumbuh pada masa ini.[5] Peradaban Tiongkok mulai kosmopolit dan terbuka bagi berbagai bangsa.[5] Orang-orang dari berbagai latar belakang, termasuk pendakwah, pedagang, dan utusan dari India, Persia, Arab, Suriah, Korea, dan Jepang, berkunjung ke ibu kota Chang'an.[5]

Istilah ini mulai populer kembali pada era modern seiring bangkitnya Tiongkok dalam tatanan geopolitik Asia. Sejumlah pihak memandang bahwa Pax Sinica baru di Asia Tengah dapat menstabilkan kawasan tersebut.[6]

Lihat pula

[sunting | sunting sumber]

Referensi

[sunting | sunting sumber]
  1. ^ Pollard, Elizabeth (2015). Worlds Together Worlds Apart. W.W. Norton & Company. hlm. 242. ISBN 978-0-393-92207-3. 
  2. ^ Plott, John C. (1989). Global History of Philosophy. Delhi: Motilal Banarsidass. hlm. 57. ISBN 9788120804562. 
  3. ^ a b c Krech III, Shepard; McNeil, J.R.; Merchant, Carolyn, ed. (2004). Encyclopedia of world environmental history. New York: Routledge. hlm. 135. ISBN 9780415937337. 
  4. ^ a b "What was the Pax Sinica?". www.vedantu.com. Diakses tanggal 2024-04-27. 
  5. ^ a b c d e f Mahbubani, Kishore (2009). The New Asian Hemisphere: The Irresistible Shift of Global Power to the East. New York: PublicAffairs. hlm. 149. ISBN 9781586486280. 
  6. ^ LeVine, Steve (27 June 2012). "Pax-Sinica: Why the U.S. should hand over Afghanistan and Central Asia to China". Foreign Policy. The Slate Group. 

Bacaan lanjutan

[sunting | sunting sumber]
  • KIM, S.S, China's Pacific Policy: Reconciling the Irreconcilable, International Journal, 1994.
  • Kueh, Y.Y. (2012). Pax Sinica: Geopolitics and Economics of China's Ascendance
  • TERMINSKI, Bogumil, (2010), The Evolution of the Concept of Perpetual Peace in the History of Political-Legal Thought, Perspectivas Internacionales, vol. 10: 277-291.
  • YEOH, Kok Kheng, (2009), Towards Pax Sinica?: China's rise and transformation: impacts and implications, University of Malaya.
  • ZHANG, Yongjin, (2001), System, empire and state in Chinese international relations, Review of International Studies, vol. 27: 43-63.