Rima Melati | |
---|---|
Lahir | Marjolien Tambajong 22 Agustus 1939 Tondano, Hindia Belanda |
Meninggal | 23 Juni 2022 Jakarta, Indonesia | (umur 82)
Tempat pemakaman | Taman Pemakaman Umum Tanah Kusir, Jakarta |
Kebangsaan | Indonesia |
Pekerjaan | |
Tahun aktif | 1958—2017 |
Suami/istri |
|
Anak | 4 |
Orang tua |
|
Kerabat | Debby Cynthia Dewi (keponakan) |
Marjolien Tambajong (EYD: Maryolien Tambayong) (22 Agustus 1939 – 23 Juni 2022),[1] dikenal sebagai Rima Melati, adalah pemeran, penyanyi dan model Indonesia keturunan Belanda dan Minahasa. Ia telah dinominasikan untuk beberapa penghargaan, termasuk enam Piala Citra Festival Film Indonesia dan memenangkan satu diantaranya, sebagai aktris terbaik untuk perannya di film Intan Berduri.
Nama Rima Melati sebenarnya merupakan pemberian Soekarno. Sekitar awal 1960-an Bung Karno suka mengganti nama orang yang dikenalnya, yang dirasa kebarat-baratan. Nama asli Rima, Marjolien Tambajong, dengan panggilan Lientje, memang pernah dikatakan kebarat-baratan oleh Bung Karno.[2][3]
Rima pernah meraih Piala Citra pada Festival Film Indonesia tahun 1973 kategori Pemeran Utama Wanita Terbaik dalam film Intan Berduri bersama Benyamin Sueb yang memperoleh penghargaan sebagai Pemeran Utama Pria Terbaik dalam film yang sama. Pada kesempatan lain Rima pernah juga dinominasikan untuk penghargaan Pemeran Pembantu Wanita terbaik di beberapa Festival Film Indonesia yaitu dalam film Kupu-Kupu Putih (1984), Tinggal Landas buat Kekasih (1985), Pondok Cinta (1986), Biarkan Bulan Itu (1987) dan Arini II (Biarkan Kereta Itu Lewat) (1989). Selain itu Pada ajang Festival Film Asia Pasifik ke-50, Rima meraih penghargaan Best Supporting Actress dalam film Ungu Violet.
Rima juga sempat aktif berperan dalam serial televisi seperti Wulan (RCTI), Kabut Sutera Ungu (Indosiar), Nyonya Nyonya Sosialita/Laba-Laba Cinta (Indosiar) dan Candy (RCTI). Selain itu Rima juga dikenal sebagai sutradara televisi yang salah satu karyanya adalah Api Cinta Antonio Blanco.
Rima lahir di Tondano, Hindia Belanda, pada tanggal 22 Agustus 1939 sebagai putri kedua dari empat bersaudara pasangan Marinus Van Rest dan Non Kawilarang (27 Oktober 1917—27 Juni 1997). Ibunya, Non Kawilarang adalah seorang perancang dan perintis dunia mode Indonesia, ia memiliki saudara kandung yang bernama Jolly Tambayong, dan Dorothea Tambayong yang merupakan ibu dari aktris Debby Cynthia Dewi.[4]
Ketika di bangku SD Kebangkitan Rakyat Indonesia Sulawesi (KRIS), Rima pernah satu kelas dengan mantan Presiden Indonesia keempat, Abdurrahman Wahid.[5] Setelah lulus dari sekolah menengah di Tondano, ia melanjutkan pendidikannya di SGKP yang berada di Bandung, dan duduk satu bangku dengan aktris Ruth Pelupessy.[6] Rima juga turut membantu Ruth dengan memberikannya pekerjaan sebagai penjahit dan model di Indonesian Modelling Agency (IMA), serta membantunya mendapatkan peran sebagai Corrie dalam film Salah Asuhan (1972).[6] Dirinya juga ikut andil dalam menyelesaikan konflik antara Ruth dan suami pertamanya yaitu Richard Turangan, dengan cara menyewa jasa advokat Lukman Wiriadinata yang merupakan mertua dari model Sumi Hakim, demi membantu Ruth mendapatkan hak asuh kedua putranya.[6]
Nama Rima Melati, diperoleh dari pemberian Presiden Soekarno. Saat itu, sekitar awal 1960-an Bung Karno sering mengganti nama orang yang dirasa kebarat-baratan.[7][8][9] Selain itu, nama Rima sebenarnya akan diberikan Lientje kepada anak yang sedang dikandungnya. Pada saat itu Marjolien yang sedang mengandung anak kedua, ingin memberi nama Rima kepada si anak jika perempuan. Ia diilhami tokoh Rima the Bad Girl dalam film Green Mansions (1959) yang diperani Audrey Hepburn. Sayang, janin itu meninggal sebelum dilahirkan. Lientje yang terpukul, menceritakan peristiwa itu kepada Bung Karno, sekaligus mengutarakan keinginannya untuk mengambil alih nama Rima, dikombinasi dengan "Melati".[10]
Rima sempat menjadi personel grup penyanyi wanita terkemuka pada 1960-an, Baby Dolls, yang terdiri atas Rima, Baby Huwae, Gaby Mambo, dan Indriati Iskak.[11]
Rima memulai akting sebagai pemeran utama dalam film Kasih Tak Sampai pada tahun 1961.[11] Selama dua tahun berikutnya dia berakting dalam sepuluh film, termasuk Djantung Hati (1961), Violetta (1962), dan Kartika Aju (1963).[12] Dia juga tampil beberapa kali di stasiun televisi TVRI.[7] Setelah menyelesaikan perannya dalam film Kunanti Jawabmu (1963), Rima mengambil cuti dari dunia akting;[11] Ensiklopedia Jakarta menghubungkan hal ini dengan dia yang telah menikah lagi.[7]
Melati kembali ke layar perak pada tahun 1969, setelah menikah dengan Ir. Herwindo, dengan perannya dalam film Wim Umboh bertajuk Laki-Laki Tak Bernama.[7] Selama dua puluh tahun berikutnya ia muncul di lebih dari tujuh puluh film, termasuk debut sutradara Teguh Karya Wadjah Seorang Laki-Laki (1971), debut sutradara Sjumandjaja Lewat Tengah Malam (1971), dan film kolaborasi Indonesia–Belanda Max Havelaar (1975).[11]
Rima menerima penghargaan Piala Citra pada Festival Film Indonesia 1973 dalam kategori Pemeran Utama Wanita Terbaik dalam film Intan Berduri bersama Benyamin Sueb yang memperoleh penghargaan sebagai Pemeran Utama Pria Terbaik dalam film yang sama.[13]
Pada kesempatan lain Rima pernah juga dinominasikan untuk penghargaan Pemeran Pembantu Wanita terbaik dalam film Kupu-Kupu Putih (1984), Tinggal Landas buat Kekasih (1985), Pondok Cinta, (1986), Biarkan Bulan Itu (1987) dan Arini II (Biarkan Kereta Itu Lewat) (1989). Selain itu Pada ajang Festival Film Asia Pasifik ke-50, Rima meraih penghargaan Best Supporting Actress dalam film Ungu Violet.[11]
Pada tahun 1989, tak lama setelah syuting Sesaat dalam Pelukan,[11] Rima didiagnosis dengan kanker payudara Stadium 3B. Ia menjalani perawatan selama satu setengah tahun, bepergian ke Belanda karena ahli bedah Indonesia tidak dapat melakukan mastektomi parsial.[14] Dia tidak kembali bermain film sampai tahun 1994, ketika dia muncul di Sesal. Disutradarai oleh rekannya Sophan Sophiaan,[11] film ini dibintangi Sophiaan sebagai sastrawan yang tak mampu mendampingi istrinya yang diperankan oleh Widyawati, menjelang ajalnya.[15] Pada 1997 Rima menyutradarai serial televisinya Api Cinta Antonio Blanco (1997), berdasarkan kisah hidup Antonio Blanco, seorang pelukis Spanyol-Amerika yang menetap di Bali.[11]
Rima telah membuat beberapa film setelah pergantian milenium, termasuk Banyu Biru (2004) dan Ungu Violet (2005). Hingga 2016[update], film fitur terbarunya adalah Ayah, Mengapa Aku Berbeda? (2011).[12] Dalam sebuah wawancara tahun 2012, dia menyatakan bahwa dia tidak berniat kembali ke film atau televisi.[14] Dia terus berlanjut sebagai perancang busana,[8] dan telah mengkampanyekan kesadaran kanker payudara melalui Yayasan Kesehatan Payudara Jakarta.[14]
Pada tahun 1980, Rima bersama dengan pengacara dan mantan aktris Nurbani Jusuf mendirikan Yayasan Kesejahteraan Artis Perintis Film Indonesia (KARIFINA),[16] sebuah yayasan yang bertujuan untuk membantu aktor dan aktris perintis industri film Indonesia tahun 1940–1959, yang mengalami kekurangan dan kesulitan hidup.[16]
Rima aktif di Yayasan Indonesia Tanpa Tembakau (YITT). Ia pernah mendapat penghargaan dari WHO berupa Award No Tobaco Day karena usahanya dalam kampanye antirokok. Menurut Kepala Perwakilan WHO di Indonesia, George Petterson, Rima terpilih sebagai satu-satunya orang Indonesia dari 10 warga dunia yang pada tahun 2006 mendapat piala penghargaan dari WHO. Rima Melati mulai merokok pada umur 16 tahun karena pengaruh lingkungan dan tontonan. Rima berhenti merokok pada 1989 setelah kerak tar dan nikotin dalam tubuhnya menimbulkan kanker pada usus dan payudara.[4]
Rima juga pernah menyandang gelar Ratu Batik 1972.
Sepanjang hidupnya, Rima Melati telah menikah sebanyak empat kali. Pernikahan pertamanya dengan Iwan Kartowiyono, putra dari aktivis Sujatin Kartowijono , berakhir dengan perceraian. Pada tahun 1963, ia menikah dengan Mayor Nelson Tobing, kakak musisi Gordon Tobing dan bercerai beberapa tahun kemudian. Kemudian Rima juga sempat dipersunting Herwindo Soewondo, putra sulung Hartini Soekarno, namun kembali bercerai. Terakhir, Rima menikah dengan aktor Frans Tumbuan pada 3 Desember 1973. Frans dan Rima ternyata sudah dijodohkan sejak berusia masih satu tahun. Dari pernikahan keduanya Frans dan Rima memiliki tujuh orang anak. Selama 42 tahun menjadi suami-istri, cinta mereka pun dipisahkan oleh maut yang menjemput Frans pada 23 Maret 2015.[17]
Pada 23 Juni 2022, Rima Melati meninggal dunia di Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat Gatot Soebroto, Jakarta Pusat pada usia 84 tahun akibat penyakit decubitus.[18]
Tahun | Judul | Peran | Catatan | Ref. |
---|---|---|---|---|
1996 | Mentari di Balik Awan | |||
1996—1997 | Istana Impian | |||
1999—2001 | Kesucian Prasasti | Nungky | ||
2000—2001 | Cinta Tak Pernah Salah | Nyonya Paturingi | ||
2001 | Melodi Cinta | Lince | ||
2002—2003 | Mahligai di Atas Pasir | |||
2003 | Kabut Sutra Ungu | |||
2006—2007 | Wulan | Dira | ||
2007 | Nyonya-Nyonya Sosialita | |||
Candy | Eyang Ria | |||
2008 | Safira | Nenek Maryam | ||
Khanza | Tieneke | |||
Alisa | Bu Rima | |||
Lia | Nenek Ajen | |||
2015 | Buku Harian Nayla: 8 Tahun Kemudian |
Rima dua kali menjabat menjadi juri Festival Film Indonesia, di mana FFI nya menuai kontroversi. FFI 2006 yang memberikan penghargaan film terbaik untuk film Ekskul, dan menuai protes dari banyak kalangan.[19] Kedua, FFI 2010, di mana ia menjadi salah satu anggota juri yang dipecat Panitia FFI karena memasukkan film Sang Pencerah untuk dinilai, padahal tidak lolos seleksi.[20]
Penghargaan dan prestasi | ||
---|---|---|
Didahului oleh: Mieke Widjaja Film : Gadis Kerudung Putih (1967) |
Pemeran Utama Wanita Terbaik (Festival Film Indonesia) Film : Intan Berduri (1973) |
Diteruskan oleh: Lenny Marlina Film : Rio Anakku (1974) |