Kakawin ialah satu bentuk syair dalam bahasa Jawa Lama (juga dikenali sebagai Kawi), dengan matra yang berasal daripada kesusasteraan Sanskrit.[1] Ditulis dalam bentuk rangkap, ia merupakan puisi naratif yang panjang dan mempergunakan bahasa kesusasteraan yang formal, bukan bahasa vernakular. Pemuisi menggubah dan mempersembahkan kakawin di istana Pulau Jawa Tengah dan Timur antara abad ke-9 hingga abad ke-16,[1] serta juga di Bali.[2] Walaupun kakawin menggambarkan peristiwa dan watak daripada mitologi Hindu, ia melatarkan landskap tempatan dan merupakan sumber maklumat yang kaya tentang masyarakat bersopan-santun di Jawa dan Bali.[3]
Setiap rangkap kakawin terdiri daripada empat lirik, dengan setiap lirik mempunyai bilangan suku kata yang tetap. Pola suku kata boleh bersifat panjang atau pendek, berdasarkan peraturan prosodi Sanskrit. Suku kata yang mengandungi vokal panjang, iaitu ā, ī, ū, ö, e, o, ai, atau au, ataupun vokal yang disusuli oleh dua konsonan merupakan suku kata panjang dan dikenali sebagai "guru" (Sanskrit untuk "berat"). Sebaliknya, suku kata yang mengandungi vokal pendek dikenali sebagai laghu (Sanskrit untuk "ringan"). Suku kata terakhir setiap lirik boleh mengandungi suku kata yang panjang atau pendek.
Istilah guru laghu menandakan struktur lirik. Misalnya, setiap lirik matra kakawin yang dikenali sebagai "Śardūlawikrīd ita" terdiri daripada 19 suku kata, dengan guru laghu untuk setiap liriknya mempunyai struktur: "---|UU-|U-U|UU-|--U|--U| U. Notasi "-" menandakan suku kata yang panjang, manakala "U" menandakan suku kata yang pendek. Sebagai contoh, rangkap permulaan Kakawin Arjunawiwaha yang mempunyai matra Śardūlawikrīdita adalah seperti yang berikut:
- ambĕk sang paramārthapaṇḍita huwus limpad sakêng śūnyatā
- tan sangkêng wiṣaya prayojñananira lwir sanggrahêng lokika
- siddhāning yaśawīrya donira sukhāning rāt kininkinira
- santoṣâhĕlĕtan kĕlir sira sakêng sang hyang Jagatkāraṇa
Terjemahan rangkap di atas dalam bahasa Melayu adalah lebih kurang seperti yang berikut:
- Pemikiran orang yang tahu akan Pengetahuan Tertinggi telah melompat dari kekosongan.
- Itu bukan kerana dia ingin memenuhi derianya, seolah-olah dia hanya ingin memiliki hal-hal keduniaan.
- Kejayaan perbuatan baik dan berakhlak mulia merupakan sasarannya. Dia berusaha gigih untuk kebahagiaan dunia.
- Dia berpegang teguh pada matlamatnya dan kini hanya satu layar wayang jauhnya daripada "Penggerak Dunia".
- Prasasti Śivagŗha, 856
- Kakawin Ramayana ~ 870
- Kakawin Arjunawiwaha, oleh mpu Kanwa, ~ 1030
- Kakawin Krsnayana
- Kakawin Sumanasantaka
- Kakawin Smaradahana
- Kakawin Bhomakawya
- Kakawin Bharatayuddha, oleh mpu Sedah dan mpu Panuluh, 1157
- Kakawin Hariwangsa
- Kakawin Gatotkacaśraya
- Kakawin Wrtasañcaya
- Kakawin Wṛttayana
- Kakawin Brahmandapurana
- Kakawin Kunjarakarna, oleh mpu "Dusun"
- Kakawin Nagarakṛtâgama/Kakawin Desawarnana, oleh mpu Prapañca, 1365
- Kakawin Arjunawijaya, oleh mpu Tantular
- Kakawin Sutasoma, oleh mpu Tantular
- Kakawin Siwaratrikalpa/Kakawin Lubdhaka
- Kakawin Parthayajña
- Kakawin Nitiśastra
- Kakawin Nirarthaprakṛta
- Kakawin Dharmaśunya
- Kakawin Hariśraya
- Kakawin Banawa Sekar Tanakung
- ^ a b Taylor, Jean Gelman (2003). Indonesia: Peoples and Histories. New Haven and London: Yale University Press. m/s. 32–33. ISBN 0-300-10518-5.
- ^ http://wwwsshe.murdoch.edu.au/intersections/issue5/creese.html Helen Creese, "Images of Women and Embodiment in Kakawin Literature", Intersections: Gender, History and Culture in the Asian Context, Issue 5, May 2001
- ^ http://coombs.anu.edu.au/SpecialProj/APM/TXT/creese-h-02-96.html Helen Creese, "Temples of Words: Balinese Literary Traditions", Asia-Pacific Magazine, No. 2 May 1996, pp. 38-43