Abdul Karim Amrullah | |
---|---|
Muhammad Rasul | |
Gelar | Doktor (gelar akademik) Syekh Tuanku Nan Mudo (gelar pascahaji) |
Informasi pribadi | |
Lahir | Muhammad Rasul 10 Februari 1879 |
Meninggal | 2 Juni 1945 | (umur 66)
Makam | Taman Pemakaman Umum Karet Bivak (1945–1975) Sungai Batang, Tanjung Raya, Agam (sejak 1975) |
Agama | Islam |
Pasangan | Raihanah
(m. 1901; meninggal 1906)Syafiyah
(m. 1906–1945)Siti Hindun Rafi'ah |
Anak | Dari Raihanah
Dari Syafiyah
Dari Siti Hindun Dari Rafi'ah |
Orang tua |
|
Etnis | Jambak |
Zaman | Zaman modern |
Wilayah | Pesisir Barat Sumatera |
Silsilah | bin Muhammad Amrullah bin Muhammad Abdullah Saleh |
Profesi | Ulama |
Hubungan | Ahmad Rasyid Sutan Mansyur (menantu) Rusydi Hamka (cucu) Irfan Hamka (cucu) Aliyah Hamka (cucu) |
Pemimpin Muslim | |
Profesi | Ulama |
Dr. H. Abdul Karim Amrullah (né: Muhammad Rasul) (10 Februari 1879 – 2 Juni 1945), dikenal sebagai Haji Rasul atau lebih akrab dengan sapaan Inyiak Deer, adalah seorang jurnalis dan ulama terkemuka sekaligus reformis Islam di Indonesia. Ia juga merupakan pendiri Sumatera Thawalib, sekolah Islam modern pertama di Indonesia. Ia bersama Abdullah Ahmad menjadi orang Indonesia terawal yang memperoleh gelar doktor kehormatan dari Universitas Al-Azhar, di Kairo, Mesir. Selain itu, ia juga seorang ayah dari Ketua Umum pertama Majelis Ulama Indonesia, Hamka.
Abdul Karim Amrullah dilahirkan dengan nama Muhammad Rasul dari pasangan Syeikh Muhammad Amrullah Tuanku Abdullah Saleh dengan istri ketiga bernama Andung Tarwasa. Ia anak ketiga dari tujuh bersaudara.[1] Ayahnya, yang juga dikenal sebagai Tuanku Kisai, merupakan syekh dari Tarekat Naqsyabandiyah. Saudara Abdul Karim Amrullah yang seibu, yakni Maryam, Aisyah, Maimunah, Hafsah, Muhammad Saleh, dan Yusuf.
Pada tahun 1894, ia dikirim ayahnya ke Mekkah untuk menimba ilmu, dan berguru pada Syeikh Ahmad Khatib Al-Minangkabawi yang pada waktu itu menjadi guru dan imam Masjidil Haram.[2] Pada tahun 1925, sepulangnya dari perjalanan ke Jawa, ia mendirikan cabang Muhammadiyah di Minangkabau, tepatnya di Sungai Batang, kampung halamannya.[3]
Ia meninggal dunia pada 2 Juni 1945 di Jakarta.[4] Salah satu putranya, yaitu Hamka (nama pena dari Haji Abdul Malik Karim Amrullah), dikenal banyak orang sebagai ulama besar dan sastrawan Indonesia angkatan Balai Pustaka.
Buku pertama kali yang diterbitkannya pada tahun 1908 berjudul Amdatul Anam fi Ilmil Kalam yang membahas dua puluh sifat Allah, lalu disusul buku-buku lain, yakni Qatthi'u Riqabil Mulhidin (1910), Syamsyul Hidayah (1912), Sullamul Ushul (1914), Aiqazum Niam (1916), Al-Qawlus-Shahih (bantahan terhadap Ahmadiyah, 1926),[5][6] Cermin Terus (1928), dst.[7]
Abdul Karim Amrullah meninggal dunia di Jakarta pada 2 Juni 1945. Beliau dimakamkan di Kecamatan Tanjung Raya, Jorong Nagari, Nagari Sungai Batang.[8]