Dahlan Djambek | |
---|---|
Bupati Militer Agam | |
Masa jabatan 1949–1949 | |
Presiden | Sukarno |
Pendahulu B.A. Murad | |
Informasi pribadi | |
Lahir | 1925 Fort de Kock, Hindia Belanda (sekarang Bukittinggi, Sumatera Barat, Indonesia) |
Meninggal | 13 September 1961 (umur 36) Desa Lariang, Palupuah, Agam, Sumatera Barat |
Kebangsaan | Indonesia |
Hubungan | Adrian Maulana (cucu) |
Anak | Risda Dahlan Djambek Abdawieza Dahlan Djambek |
Orang tua | Muhammad Jamil Jambek |
Almamater | Christelijk Algemene Middelbare School, Salemba |
Pekerjaan | Militer |
Dikenal karena | Pejuang kemerdekaan Indonesia |
Sunting kotak info • L • B |
Kolonel Inf. (Purn) Mohammad Dahlan Djambek (lahir di Bukittinggi, Sumatera Barat, 1925 — meninggal di Palupuh, Agam, 13 September 1961 dalam usia 36 tahun)[1] adalah seorang tokoh militer, pejuang kemerdekaan, dan menteri dalam Kabinet Pemerintahan RevoIusioner Republik Indonesia (PRRI). Pada masa pendudukan Jepang di Sumatera Barat, ia ditunjuk menjadi Ketua Sumatra Chokai.[2]
Dahlan Djambek adalah putra dari ulama besar Minangkabau, Syekh Muhammad Jamil Jambek. Pada masa pra-kemerdekaan, ia menempuh pendidikan menengah di Christelijk Algemene Middelbare School (AMS) di Salemba,[3] Jakarta, dan pendidikan kemiliteran oleh Jepang (Giyugun). Selanjutnya Dahlan terus melanjutkan dalam kemiliteran hingga memasuki masa kemerdekaan.
Sejak bulan Desember 1950, Letnan Kolonel Dahlan Djambek, Komandan Divisi IX Banteng pertama dipindahkan ke Markas Besar Angkatan Darat (Mabad), kemudian diangkat menjadi Atase Militer/Pertahanan RI di London.[4][5]
Kolonel Dahlan Djambek diangkat sebagai Deputi III Keuangan KSAD[6] Abdul Haris Nasution bersama Deputi I Organisasi dan Personalia Ahmad Yani dan Deputi II Operasi dan Logistik Ibnu Sutowo.[7]
Dahlan meletakkan jabatan Deputi III KSAD karena dituduh melakukan korupsi pembelian sepatu militer.[8] Ia pergi dari Jakarta dan kembali ke Padang, diangkat menjadi Sekretaris Jenderal Gerakan Bersama Anti-Komunis (Gebak) yang didirikan di Sumatera Barat pada 4 September 1957. Dahlan mundur karena diserang koran-koran pro-Partai Komunis Indonesia (PKI) selama berbulan-bulan dan rumahnya dilempari granat orang tak dikenal. Bersama Gebak, Dahlan Djambek memperluas gerakan anti-komunis di Sumbar dan menuding PKI sebagai penyebab keretakan Sukarno-Hatta.[9][10]
Setidaknya 200 orang kiri ditahan Gebak di dalam semacam kamp konsentrasi.[11] Rupanya tak hanya PKI, ada juga orang Murba (didirikan oleh Tan Malaka) dan Partai Sosialis Indonesia (didirikan Sutan Sjahrir) yang tidak sepaham dengan PRRI, meski kedua partai itu pun menentang PKI.[12]
Dahlan Djambek terlibat dalam Pemerintahan Revolusioner Republik Indonesia (PRRI), suatu pemerintahan tandingan yang diproklamirkan oleh beberapa tokoh di Sumatera Barat pada tahun 1958, karena ketidak-puasan pada pemerintahan Orde Lama pimpinan Presiden Soekarno kala itu.[13] Selain Dahlan, tokoh-tokoh PRRI yang terkenal antara lain adalah Syafruddin Prawiranegara, Soemitro Djojohadikoesoemo, Ahmad Husein, Maludin Simbolon, dan lain-lain. Dalam Kabinet PRRI, Dahlan pernah menjabat Menteri Dalam Negeri serta Menteri Pos dan Telekomunikasi. Ketika itu, ia berpangkat Kolonel dan memimpin Divisi Banteng.[14]
Setelah upaya-upaya himbauan tidak membawa hasil, pemerintah pusat yang mengerahkan tentara dari Jawa, yang akhirnya berhasil meredam pergerakan PRRI. Dahlan Djambek dan tokoh-tokoh PRRI lainnya kemudian bergerilya di hutan-hutan Sumatra bagian tengah. Ketika hendak menyerahkan diri pada tahun 1961, Dahlan tewas tertembak di desa Lariang, Palupuh, Agam oleh pasukan OPR, suatu pasukan semi militer binaan pemerintah pusat.[15]