Keluarga | |
Industri | |
Didirikan | 21 April 1951 |
Pendiri | Oei Wie Gwan |
Kantor pusat | Kudus, Indonesia |
Tokoh kunci | Robert Budi Hartono Michael Bambang Hartono |
Produk |
|
Pemilik | Robert Budi Hartono Michael Bambang Hartono |
Karyawan | 75.000 |
Anak usaha | PT Sumber Cipta Multiniaga PT Stevania Ultra Tobacco PT Intertobacco Utama Industry PT Tobacco Selatmalaka Industry PT Manunggal Jaya Tobacco PT Roberta Prima Tobacco PT Prima Tobacco Harum Industry PT Transentra Tobacco PT Victory Supra Sigaret PT Filasta Indonesia PT Armando Intertobacco Industry PT Mercu Pantura Industry PT Wikatama Indah Sigaret PT Jamrud Khatulistiwa Tobacco PT Chandra Asri Mulia Abadi PT Maju Abadi Sigaret PT Leni Jaya Tobacco PT Sinar Muria Agung PT Moeria Mulia PT Martindo Inti Tobacco Industry PT Sentral Kencana Abadi PT Subur Hasil Industri PT Dharma Bina Manunggal Jaya PT Bank Central Asia Tbk PT Global Digital Niaga PT Hartono Istana Teknologi PT Sumber Kopi Prima PT Savoria Kreasi Rasa PT Global Dairi Alami PT Sarana Menara Nusantara PT Global Digital Prima PT Global Tiket Network PT Bukti Muria Jaya PT Global Visi Media PT Fajar Surya Swadaya PT Global Media Visual PT Hartono Plantation Indonesia PT ALTO Network PT Puri Padma Management PT Bukti Muria Jaya Estate PT Fajar Surya Perkasa PT Grand Indonesia PT Supra Boga Lestari Tbk PT Prima Top Boga PT Jaya Transport Indonesia PT Gonusa Prima Distribusi Como 1907 |
Situs web | www |
PT Djarum adalah sebuah perusahaan konglomerat yang merupakan perusahaan rokok terbesar keempat di Indonesia yang berkantor pusat di Kudus, Jawa Tengah. PT Djarum merupakan induk dari Djarum Group yang membawahi banyak bisnis. Bisnis tersebut dikelola oleh keluarga Hartono, yang generasi pertamanya adalah Oei Wie Gwan. Di luar bisnis rokok kretek, Djarum Group juga memiliki unit bisnis lain seperti perbankan (BCA), elektronika (Polytron), perkebunan (HPI AGRO), permusikan (lisensi dari 88rising), akomodasi (Padma Hotels and Resorts), pusat perbelanjaan (Grand Indonesia dan Margo City), ritel (Supra Boga Lestari), lokapasar (Blibli), pariwisata (tiket.com), media komunikasi (Mola), makanan dan minuman (Savoria, Global Dairi Alami, dan Sumber Kopi Prima). Baru-baru ini, Djarum juga mengakusisi saham Como 1907, Ranch Market dan 5 Days Croissant.
Pada tahun 1951, Oei Wie Gwan, seorang pengusaha Tionghoa-Indonesia, membeli perusahaan rokok NV Murup yang hampir gulung tikar di Kudus, Jawa Tengah. Perusahaan tersebut memiliki merek Djarum Gramofon. Dia menyingkat merek tersebut menjadi Djarum.
Perusahaan ini hampir punah ketika kebakaran besar menghancurkan pabrik perusahaan pada tahun 1963, diikuti oleh kematian Oei Wie Gwan. Anaknya, Budi dan Bambang Hartono, akhirnya mengambil kesempatan untuk membangun perusahaan kembali.[1]
Awalnya, produk Djarum adalah rokok kretek lintingan tangan dan rokok kretek lintingan mesin. Kedua produk itu sangat populer dan diproduksi dalam jumlah besar. Rokok kretek lintingan tangan klasik terus dilakukan oleh Djarum menggunakan metode kuno yang dikerjakan secara manual oleh buruh terampil. Sementara rokok kretek lintingan mesin diperkenalkan pada awal tahun 1970, diproduksi secara otomatis menggunakan mesin berteknologi tinggi.[2]
Pada pertengahan tahun 1970-an, Djarum secara resmi mendirikan Research and Development Center untuk mengembangkan produk rokoknya. Di tengah besarnya pasar domestik untuk rokok kretek, pada tahun 1972 Djarum mulai mengekspor kretek lintingan tangan dan lintingan mesin ke pengecer tembakau di seluruh dunia, yaitu ke Republik Rakyat Tiongkok, Korea, Jepang, Belanda, dan Amerika Serikat. Produk yang sukses di pasar internasional adalah Djarum Super yang dipasarkan pada tahun 1981, dan diikuti dengan produk Djarum Special yang diperkenalkan pada tahun 1983 di Amerika Serikat.[3]
Saat ini, Budi dan Michael Hartono adalah orang terkaya nomor satu di Indonesia menurut Forbes.[4]
Maksudnya, pasar rokok, kan, ya, seperti itu saja. Tetap tumbuh, tapi cukai selalu naik, sementara aturannya sangat ketat.
Victor R. Hartono, COO Djarum, wawancara dengan Kompas.com[5]
Setelah krisis finansial Asia tahun 1997, perusahaan ini menjadi bagian dari konsorsium yang membeli Bank Central Asia (BCA) dari BPPN.[6] BCA merupakan bank swasta terbesar di Indonesia dan sebelumnya merupakan bagian dari Grup Salim. Saat ini saham mayoritas bank (51%) dikendalikan oleh Djarum.
Pada tahun 2004 Djarum Group mengakuisisi kontrak BOT selama 30 tahun dari pemerintah untuk mengembangkan dan merenovasi Hotel Indonesia di Jakarta di bawah proyek superblok Grand Indonesia.[7]
Di luar bisnis rokok, keluarga Hartono juga memiliki bisnis lain. Pertama, perkebunan dan hutan tanaman industri di bawah PT Hartono Plantation Indonesia. Perusahaan ini membuka lahan seluas 30.000 hektare kebun kelapa sawit di Kalimantan Barat, yang ke depannya akan bertambah menjadi 50.000 hektare. Hutan tanaman industri kayu berada di Kalimantan Timur seluas 20.000 hektare. Kedua, perdagangan elektronik dengan brand Blibli.com dan agen perjalanan, Tiket.com. Ketiga, perusahaan elektronik PT Hartono Istana Teknologi dengan mengusung brand Polytron. Perusahaan ini memproduksi alat elektronik konsumen seperti televisi, kulkas, AC, dan telepon seluler.[5]
PB Djarum didirikan pada tahun 1974 oleh CEO perusahaan Budi Hartono. Pemainnya seperti Liem Swie King dan Alan Budikusuma telah memenangkan berbagai kejuaraan untuk Indonesia.[8][9]
Michael Hartono turut serta menjadi atlet bridge pada Pesta Olahraga Asia 2018, sebagai peserta tertua di ajang olahraga tersebut dalam usia 78 tahun.[10]
Djarum juga memiliki klub sepak bola Italia Como 1907.