Gizi dan kehamilan merujuk kepada asupan gizi dan perencanaan pola makan sebelum, selama dan setelah kehamilan.[1][2]
Kehamilan yang baik direncanakan sejak 3 bulan hingga setahun sebelumnya. Status gizi calon ibu hamil akan menentukan kualitas kehamilan. Ibu dengan status gizi lebih dan status gizi kurang sama-sama memiliki kekurangan yang akan memengaruhi ibu dan janin. Ibu dapat menderita preeklampsia, diabetes gestasional, gangguan tidur, dan keguguran. Dampak terhadap janinnya berupa kelahiran prematur, kelainan bawaan seperti NTD (neural tube defect) atau defek tuba neural, bayi lahir berat badan rendah atau lahir kurang bulan hingga bayi lahir mati.
Beberapa mineral dan vitamin dapat dikonsumsi saat akan merencanakan kehamilan seperti folat, kalsium, zat besi, seng, iodin, dan asam lemak omega-3.
Selama mengandung, asupan gizi ibu hamil harus diperhatikan agar kenaikan berat badan yang normal dapat dicapai. Peningkatan kebutuhan makronutrien maupun mikronutrien selama kehamilan bertujuan untuk perkembangan dan pertumbuhan janin, cairan ketuban, dan plasenta, persiapan jaringan payudara untuk menyusui, serta sebagai cadangan jaringan lemak ibu hamil.
Tidak semua makanan atau minuman boleh dikonsumsi oleh ibu hamil. Beberapa di antaranya hanya oleh dikonsumsi dalam jumlah terbatas bahkan harus dihindari. Makanan laut yang mengandung merkuri tinggi, produk susu segar dan makanan mentah (karena mengandung beberapa jenis bakteri), kafeina, alkohol, konsumsi gula dan garam adalah jenis makanan yang dibatasi konsumsinya.
Pada masa menyusui setelah proses persalinan, seorang ibu dianjurkan untuk mengonsumsi protein untuk perbaikan jaringan yang rusak. Suplemen zat besi dan asam folat juga diperlukan untuk mengganti darah yang hilang saat bersalin dan selama masa nifas.
Untuk persiapan kehamilan, status gizi calon ibu hamil harus dipersiapkan sejak sebelum seorang perempuan positif mengandung. Hal ini bertujuan untuk menjaga kesuburan dan memengaruhi kemampuan untuk melakukan pembuahan, mempersiapkan kehamilan yang sehat, menghindarkan calon ibu dari makanan atau minuman yang menghambat terjadinya kehamilan dan berbahaya bagi calon janin.[1][3]
Siobhan Dolan, M.D., M.P.H, seorang dokter kandungan dan kebidanan serta kesehatan wanita di Albert Einstein College of Medicine, New York, menyatakan bahwa jika seorang wanita menginginkan kehamilan yang sehat, sebelum memulai kehamilan calon ibu harus sehat terlebih dahulu.[4] Persiapan untuk kehamilan ini dapat dimulai 3 bulan hingga 1 tahun sebelum merencanakan kehamilan.[5]
Status gizi yang diperhatikan bukan hanya status gizi kurang, tetapi juga status gizi lebih. Status gizi kurang menyebabkan ketidakmampuan untuk menunjang pertumbuhan dan perkembangan janin dan kondisi plasenta menyuplai makanan tidak optimal. Dampak yang dapat timbul dari kondisi ini adalah keguguran,[6] bayi lahir kurang bulan (prematur), kecacatan pada bayi, dan bayi BBLR (berat badan lahir rendah).[7][8]
Ibu dengan status gizi lebih dapat berpengaruh bagi kesehatan janin dan ibu yang mengandung. Ibu dengan obesitas memiliki kemungkinan untuk melahirkan bayi dengan berat lebih dari 4 kg (makrosomia) yang akan menyulitkan persalinan,[9][10] meningkatkan risiko melahirkan bayi dengan cacat lahir seperti kelainan jantung[11][12] dan NTD atau kelainan kongenital akibat kegagalan penutupan lempeng saraf[13][14] serta bayi lahir mati[15][16] atau kurang bulan,[17][18] dan menyulitkan saat pemeriksaan USG kehamilan akibat banyaknya lemak tubuh.[19][20]
Selain dampak terhadap janin, status gizi lebih calon ibu juga dapat menyebabkan terjadinya hipertensi gestasional atau peningkatan tekanan darah yang terjadi saat kehamilan,[21][22]preeklampsia sebagai akibat dari hipertensi gestasional,[23][24] diabetes gestasional,[25][26] dan gangguan apnea tidur obstruktif yang akan meningkatkan risiko terjadinya peningkatan tekanan darah,[27][28]tromboembolisme vena,[29][30] proses persalinan yang sulit dan peningkatan kemungkinan operasi sesar,[31][32][33] dan menimbulkan masalah kesehatan mental bagi ibu hamil.[34][35]
Kekurangan gizi akan menyebabkan gangguan pada fungsi hipotalamus yang akan memengaruhi hormon gonadotropin sehingga berdampak pada siklus ovulasi. Pada calon ibu hamil dengan status gizi lebih akan terjadi peningkatan risiko menstruasi anovulasi sehingga mengganggu kesuburan.[36]
USDA menyarankan panduan MyPlate (5 kelompok makanan) atau Isi Piringku (4 kelompok makanan) dari Kemenkes RI sebagai pedoman makan yang sehat bagi calon ibu.[37] Australian Dietary Guidelines menambahkan konsumsi air yang cukup dan menghindari makanan yang mengandung lemak jenuh serta garam dan gula tambahan.[38]
Untuk persiapan kehamilan, seorang wanita setidaknya mengonsumsi 400 mcg asam folat (vitamin B9) per hari, dua atau tiga bulan sebelum merencanakan kehamilan dan selama trimester pertama.[39][40] Konsumsi asam folat bertujuan untuk mencegah terjadinya kelainan bawaan NTD[41] seperti spina bifida[42] dan anensefali.[43][44] Angka kejadian defek tuba neural dapat dikurangi hingga 70%[45] dan spina bifida serta anensefali hingga 50% dengan konsumsi asam folat.[46]
Penelitian berskala besar yang melibatkan 18.555 ibu hamil yang memakan waktu selama 8 tahun oleh Jorge E. Chavarro dan kawan-kawan dari Harvard School of Public Health menunjukkan bahwa konsumsi folat juga berhubungan dengan rendahnya risiko untuk mengalami infertilitas akibat gangguan ovulasi.[47] Penelitian oleh Audrey J. Gaskins dan kawan-kawan dari institusi yang sama pada tahun 2015 menyatakan bahwa kadar vitamin B12 dan folat yang tinggi akan meningkatkan fertilitas wanita yang menjalani terapi infertilitas.[48]
Calon ibu hamil yang merokok, menderita diabetes, memiliki riwayat bayi dengan spina bifida sebelumnya, memiliki riwayat keluarga dengan defek tuba neural, memiliki indeks massa tubuh yang tinggi (di atas 30), sedang mengonsumsi obat epilepsi, dan berasal dari etnis yang berisiko tinggi melahirkan bayi dengan defek tuba neural seperti etnis sikh, Celtic, dan orang Cina Selatan membutuhkan kadar asam folat yang lebih besar.[39][50]
Kalsium dapat mengurangi risiko calon ibu menderita tekanan darah tinggi, hipoalbuminemia, dan masalah lain yang timbul dari hipertensi seperti kejang, strok, masalah pembekuan darah, cairan dalam paru-paru, gagal ginjal, atau bahkan kematian.[51][52] Selain itu kalsium membantu sistem reproduksi dan mempercepat kehamilan.[1][53]
Jumlah kalsium yang direkomendasikan adalah 1.000 mg per hari (sekitar 3 gelas susu skim dengan volume 8 ons atau 237 ml).[5]
Hampir semua wanita mengalami defisiensi zat besi di awal-awal kehamilan yang akan berkembang menjadi anemia. Untuk mengatasi hal ini konsumsi zat besi sebelum kehamilan melalui diet yang cukup, makanan yang terfortifikasi atau suplemen zat besi sangat dianjurkan mengingat koreksi anemia akan sulit dilakukan dalam masa kehamilan.[56] Zat besi juga dapat menurunkan risiko infertilitas akibat gangguan ovulasi.[57][58]
Sumber zat besi terbagi ke dalam dua yaitu sumber heme dan nonheme. Heme hanya didapatkan dari sumber hewani seperti daging sapi, unggas, dan makanan laut. Sedangkan sumber nonheme didapatkan dari biji-bijian, kacang-kacangan, dan sayuran berwarna hijau.[59] Makanan yang dapat dikonsumsi untuk meningkatkan kadar zat besi adalah bayam, jeroan, buncis, kacang lentil, kacang arab, kacang polong, kedelai, daging merah, biji labu, kinoa, daging kalkun, brokoli, tahu, ikan, dan golongan kerang terutama tiram dan remis.[60]
Penelitian yang dilakukan oleh universitas di negara bagian Pennsylvania menyatakan bahwa defisiensi seng memiliki dampak negatif terhadap perkembangan sel telur.[61] Kadar seng yang rendah juga menyebabkan seorang wanita membutuhkan waktu lebih lama untuk mengandung.[62]
Seng berfungsi untuk mengatur pertumbuhan pertumbuhan sel, fertilitas, dan kehamilan. Kadar seng dalam darah yang cukup berperan dalam perkembangan folikel indung telur, proses maturasi oosit (sel telur yang belum matang) menjadi sel telur yang baik untuk dibuahi, dan proses diferensiasi dan proliferasi sistem reproduksi.[63][64] Seng memegang peranan penting sebagai regulator dalam proses meiosis dan sebagai enzim kofaktor dalam siklus folat yang terlibat dalam perubahan homosistein menjadi metionina. Fungsi enzimkofaktor ini sangat penting karena homosistein merupakan indikator negatif untuk kualitas oosit.[64]
Defisiensi seng berpengaruh terhadap kesuburan karena menyebabkan gangguan sintesis dan atau sekresi hormon perangsang folikel atau follicle stimulating hormone (FSH) dan hormon pelutein atau luteinizing hormone (LH), abnormalitas perkembangan sel telur, dan gangguan siklus menstruasi.[64]
Iodin dibutuhkan tubuh untuk memproduksi hormon tiroid yang akan berinteraksi dengan hormon seksual. Hormon tiroid diperlukan untuk fungsi normal ovarium. Kekurangan iodin akan mempengaruhi kesuburan karena efek negatif terhadap proses folikulogenesis, ovulasi, dan maturasi korpus luteum.[67][68]
Tubuh manusia tidak bisa menghasilkan iodin. Oleh karena itu iodin harus didapatkan dari makanan.[69] Dari penelitian yang dilakukan di ProvinsiZhejiang, Tiongkok pada tahun 2018 dengan melibatkan 1.653 ibu hamil, didapatkan bahwa defisiensi iodin berhubungan dengan penurunan fekundasi atau kemungkinan untuk hamil dalam satu siklus menstruasi tunggal.[68] Penelitian berbasis prospektif kohor oleh Eunice Kennedy Shriver National Institute of Child Health and Human Development (NICHD) menunjukkan bahwa defisiensi iodin sedang dan berat berhubungan dengan kemampuan untuk hamil dalam satu siklus menstruasi.[69]
Asam lemak omega-3 berfungsi untuk regulasi hormon yang merangsang proses ovulasi dan meningkatkan aliran darah ke organ reproduksi.[1][72] Konsumsi asam lemak omega-3 dapat memperpanjang masa reproduksi wanita yang terbatas oleh faktor usia dan memperbaiki kualitas oosit. Kualitas sel telur yang baik akan menurunkan kemungkinan terjadinya aneuploid atau abnormalitas jumlah kromosom dalam sel.[73] Omega-3 juga meningkatkan kadar hormon progesteron yang berperan dalam regulasi lapisan uterus untuk proses implantasi embrio.[72][74]
Amerika mengeluarkan panduan kebutuhan gizi untuk ibu hamil berdasarkan usia ibu dan usia kehamilan lewat Dietary Guidelines for Americans per tahun 2020-2025.[77] Prinsip pola makan selama kehamilan adalah menyesuaikan diet dengan kebutuhan ibu hamil, menghindari makanan yang akan membahayakan ibu dan janin, tidak melakukan pembatasan jumlah makanan karena ingin mempertahankan berat badan, makan dengan porsi kecil-sedang, tetapi sering, mengonsumsi suplemen kehamilan seperti vitamin dan folat, mengonsumsi air yang cukup, dan memperbanyak makanan berserat, buah-buahan, dan sayuran.[78]
Saat mengandung, terjadi peningkatan kebutuhan kalori untuk pertumbuhan dan perkembangan janin (termasuk janin, plasenta, dan cairan ketuban), perkembangan jaringan pada ibu hamil (payudara dan rahim), deposit jaringan lemak ibu hamil, kebutuhan sintesis jaringan, peningkatan konsumsi oksigen oleh ibu hamil, dan untuk kebutuhan energi janin terutama di akhir usia kehamilan.[79] Hal ini dipengaruhi oleh laju metabolisme basal ibu hamil, berat badannya sebelum kehamilan, berat badan yang akan dicapai selama proses kehamilan, usia kehamilan, dan aktivitas fisiknya.[80][81]
Jumlah peningkatan kalori yang dianjurkan adalah sekitar 90-125 kkal per hari pada trimester pertama, 286-350 kkal per hari pada trimester kedua, dan 466-500 kkal per hari pada trimester ketiga.[82] Diperkirakan selama hamil seorang wanita membutuhkan energi sebesar 85.000 kkal atau sekitar 300 kkal/hari[83] atau 15% lebih banyak dibandingkan saat sedang tidak hamil.[84][85]
Kebutuhan kalori harian ini bersifat fleksibel dan berbeda bagi setiap ibu hamil. Ibu hamil dengan obesitas dan yang tidak memiliki banyak aktivitas fisik atau berkurang selama kehamilan memiliki kebutuhan energi yang lebih sedikit bila dibandingkan dengan ibu hamil dengan berat badan rendah, ibu hamil yang tidak mengurangi aktivitas fisiknya, ibu hamil yang masih dalam usia pertumbuhan (ibu usia muda), dan ibu hamil yang mengandung anak kembar.[79][86]
Protein berfungsi untuk menyiapkan produksi ASI,[87] pertumbuhan janin, plasenta, produksi cairan ketuban, peningkatan volume darah ibu hamil, dan jaringan ekstraseluler.[88] Jumlah protein yang dibutuhkan ibu hamil adalah 1,1 gram/kg berat badan per hari atau 71 gram per hari atau sekitar 10-30% dari jumlah kalori total.[77][82]
Sumber protein ibu hamil dapat diperoleh dari susu dan produk turunannya, ikan, daging, telur, unggas, tahu, tempe, dan kacang-kacangan.[82][89]
Jumlah karbohidrat yang dibutuhkan selama kehamilan adalah 45-65% dari total kalori harian atau sekitar 175 gram per hari.[77][82] Namun, tidak semua sumber karbohidrat baik untuk ibu hamil. Sumber karbohidrat dari gula dan makanan yang mengandung gula tinggi harus dibatasi karena dapat menyebabkan terjadinya diabetes gestasional.[82][90]
Diabetes pada ibu hamil diduga timbul akibat peningkatan kebutuhan energi. Karbohidrat dalam jumlah yang besar akan meningkatkan kadar gula dalam darah sehingga pankreas akan mengeluarkan insulin. Jika terjadi secara terus menerus akan memengaruhi fungsi insulin sehingga tubuh tidak mampu merespons insulin. Hal ini akan menyebabkan resistensi insulin.[91][92]
Oleh karena itu karbohidrat yang dianjurkan adalah yang memiliki indeks glikemik rendah seperti gandum, buah-buahan, serelia atau padi-padian yang tidak digiling.[82][90]
Dari panduan diet yang dikeluarkan oleh Amerika Serikat untuk tahun 2020-2025, kebutuhan lemak bagi ibu hamil antara usia 14-18 tahun adalah 25-35% dan 20-35% dari total kalori harian untuk ibu hamil di atas usia 18 tahun dengan persentase asam lemak jenuh kurang dari 10%.[77] Asam lemak esensial asam linoleat dan asam alfa-linolenat serta derivatnya seperti DHA (docosahexaenoic acid atau asam dokosaheksaenoat dan AA (arachidonic acid atau asam arakidonat) dibutuhkan untuk perkembangan otak dan sistem saraf janin karena merupakan komponen penting untuk membran sel.[79][82]
DHA berperan penting dalam pembentukan retina dan ditemukan dalam jumlah yang banyak di dalam sel fotoreseptor retina. DHA dan AA merupakan 30% komponen fosfolipidotak dan retina. Asam lemak esensial ini terutama dibutuhkan di trimester ketiga karena perkembangan otak berlangsung paling cepat pada masa ini.[79][93]
Asam lemak tidak jenuh dengan ikatan rangkap atau polyunsaturated fatty acid (PUFA) yang banyak terdapat di dalam minyak ikan dapat mengurangi angka kelahiran prematur dan bayi berat lahir rendah (BBLR).[79][82] Ibu hamil dianjurkan untuk mengonsumsi minyak ikan dua kali seminggu.[79]
Kebutuhan ibu hamil akan DHA adalah 200–300 mg per hari,[94] kombinasi DHA dengan EPA 400–550 mg per hari dengan setidaknya ada 225 mg DHA,[82][95] dan PUFA 2,7 gram per hari.[96]
Vitamin A berperan dalam proses difrensiasi dan proliferasi sel serta untuk perkembangan tulang belakang, jantung, mata, dan telinga.[97] Dosis vitamin A bagi ibu hamil adalah 750 mikrogram untuk usia 14-18 tahun dan 770 mikrogram untuk usia 18 tahun ke atas.[77] Dosis vitamin A yang diberikan pada ibu hamil tidak boleh melebihi 8.000 IU per hari karena dosis vitamin A yang berlebihan berhubungan dengan angka kejadian kelainan daerah muka (wajah, langit-langit mulut, dan telinga) dan kelainan jantung bawaan.[82][97] Keluhan yang timbul dari vitamin A yang berlebihan pada ibu hamil adalah sakit kepala, muntah-muntah, gangguan pada kulit hingga kerusakan hati.[98]
Sumber vitamin A adalah wortel, tuna, butternut squash (sejenis labu), ubi jalar, bayam, blewah, selada, paprika merah, limau gedang, dan brokoli.[99]
Vitamin D dibutuhkan dalam proses absorpsi kalsium untuk proses kalsifikasi tulang janin. Penelitian yang dilakukan oleh Javaid dan kawan-kawan pada tahun 2006 menunjukkan bahwa kadar vitamin D yang rendah selama kehamilan berhubungan dengan penurunan kadar massa tulang anak dan meningkatkan kemungkinan osteoporosis.[79] Defisiensi vitamin D selama kehamilan akan menyebabkan neonatal hipocalcemia (rendahnya kadar kalsium dalam bayi baru lahir) dan osteomalasia pada ibu. Sedangkan kelebihan vitamin ini akan menyebabkan kalsifikasi (pengapuran) pada jaringan lunak.[100] Dosis vitamin D yang dibutuhkan selama kehamilan adalah 600 IU per hari.[77]
Sumber vitamin D adalah ikan salmon, jamur kancing, susu terfortifikasi, susu kedelai terfortifikasi, tahu terfortifikasi, yoghurt terfortifikasi, sereal terfortifikasi, sari buah jeruk terfortifikasi, daging babi, dan telur.[101]
Senyawa aktif vitamin E dalam darah adalah tokoferol dan tokotrienol. Kenaikan kadar tokoferol berbanding lurus dengan kenaikan kadar lemak total. Defisiensi vitamin E akan menyebabkan bronkopneumonia displasia, retinopati, perdarahan intraventrikuler, dan mikrosefali.[102]
Vitamin E dapat diperoleh dari biji bunga matahari, kacang almon, avokad, bayam, butternut squash (sejenis labu), buah kiwi, brokoli, ikan trout, minyak zaitun, dan udang.[103] Jumlah kebutuhan vitamin E ibu hamil adalah 15 mg per hari.[77]
Folat berperan dalam sintesis asam nukleat dan beberapa jenis asam amino untuk jaringan dan sel baru. Defisiensi asam folat yang terjadi selama kehamilan dapat menyebabkan anemia megaloblastik.[104] Folat juga merupakan kofaktor reaksi enzim dalam proses sintesis DNA serta ekspresi dan regulasi gen.[105] Kebutuhan asam folat wanita hamil adalah 600 mikrogram per hari.[77] Dari data Survei Pemeriksaan Gizi dan Kesehatan Nasional tahun 1999-2000, rata-rata wanita di Amerika mengalami defisiensi folat karena hanya mengonsumsi 327 mikrogram per hari.[104]
Wanita usia subur dianjurkan untuk mengonsumsi 400 mikrogram folat dalam bentuk vitamin atau makanan terfortifikasi. Wanita yang memiliki riwayat kehamilan dengan NTD dianjurkan untuk mengonsumsi folat hingga 4.000 mikrogram (10 kali lipat dari dosis yang dibutuhkan) setidaknya 1 bulan sebelum konsepsi.[104] Hal ini dianjurkan karena dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Rothenberg dan kawan-kawan pada tahun 2004 ditemukan adanya autoantibodi dalam serum ibu hamil dengan riwayat NTD terhadap reseptor folat. Autoantibodi ini akan berikatan dengan reseptor folat dan menghalangi pengambilan folat di tingkat sel.[79][106]
Fortifikasi folat sebesar 0,14 mg per 100 gram dalam sereal sejak tahun 1998 di Amerika, telah berhasil menurunkan angka kejadian NTD hingga 30-40%, dengan penurunan spina bifida hingga 31% dan anensefali hingga 16%. Diperkirakan jika fortifikasi makanan dengan folat diterapkan di seluruh dunia, ada sekitar 150.000 hingga 210.000 kasus NTD yang dapat diturunkan angkanya.[82]
Peran vitamin B6 dengan bentuk aktif piridoksal fosfat berperan dalam lebih dari 100 reaksi metabolik sebagai koenzim. Dalam kehamilan, vitamin B6 berperan dalam sintesis asam amino nonesensial, heme, eritrosit, protein, dan hormon. Vitamin B6 berhubungan dengan penurunan angka preeklampsia dan skor Apgar yang tinggi.[107] Dosis vitamin B6 yang dibutuhkan selama kehamilan adalah 1,9 mg per hari.[77]
Sumber vitamin B6 dari makanan adalah ikan salmon, dada ayam, tahu yang terfortifikasi, daging babi tanpa lemak, daging sapi, ubi jalar, pisang, kentang, avokad, dan kacang pistachio.[108]
Ibu hamil membutuhkan vitamin C 80 mg per hari, tiamina 1,4 mg per hari, dan riboflavin 1,4 mg.[77] Vitamin C memegang peranan penting dalam absorpsi sumber zat besi nonheme. Tiamina dan riboflavin dibutuhkan dalam proses pelepasan energi di dalam sel. Keduanya terutama dibutuhkan pada trimester ketiga kehamilan.[79]
Sumber vitamin C adalah jambu biji, buah kiwi, paprika, stroberi, jeruk, pepaya, brokoli, tomat, kubis keriting, dan kapri.[109] Sumber tiamina adalah daging babi tanpa lemak, salmon, biji flaks, white pea bean, ercis, tahu, beras cokelat, acorn squash (sejenis labu), asparagus, dan remis.[110] Sumber riboflavin adalah daging sapi (potongan steik), tahu terfortifikasi, susu rendah lemak, salmon, jamur, daging babi tanpa lemak, bayam, kacang almon, avokad, dan telur.[111]
Selama kehamilan, total kalsium dalam darah ibu hamil mengalami penurunan akibat penurunan kadar albumin serum. Sekitar 99% kalsium dan magnesium dalam tubuh berada di dalam tulang.[112] Untuk ibu hamil yang berusia 14-18 tahun membutuhkan tambahan kalsium 1.300 mg per hari dan 1.000 mg per hari untuk ibu hamil berusia di atas 18 tahun.[77] Kalsium yang dikonsumsi oleh ibu selama hamil hampir semuanya akan ditransfer ke tulang janin. Jika asupan kalsium harian ibu hamil tidak cukup, maka janin akan mengambil kalsium dalam tulang ibunya. Jika berlangsung dalam waktu yang cukup lama, ibu akan menderita osteopenia (penurunan densitas tulang).[113]
Asupan zat besi yang tidak cukup akan menyebabkan anemia defisiensi besi. Pada ibu hamil, kadar hemoglobin akan mengalami penurunan karena peningkatan volume darah dalam sirkulasi.[82] Anemia berat pada masa kehamilan akan menyebabkan kondisi prematur, bayi berat lahir rendah, dan kematian janin sesaat setelah dilahirkan. Seorang ibu memiliki risiko menderita anemia defisiensi besi karena jarak antara dua kehamilan yang terlalu dekat, hamil kembar, muntah akibat hiperemesis gravidarum, tidak mengonsumsi zat besi yang cukup, memiliki riwayat menstruasi yang berat, dan memiliki riwayat anemia sebelum hamil.[115]
Kebutuhan zat besi selama kehamilan adalah 27 mg per hari.[77]
Target Gizi Harian untuk Wanita Hamil Berdasarkan Umur dan Usia Kehamilan[77]
1. AMDR (Acceptable Macronutrient Distribution Ranges) atau kisaran distribusi makronutrien yang dapat diterima,[116] 2. RDA (Recommended DietaryAllowance) atau angka kecukupan gizi,[116] 3. DGA (Dietary Guidelines for Americans 2020-2025) atau pedoman diet orang Amerika untuk tahun 2020-2025,[77] 4. AI (Adequate Intake) atau asupan adekuat,[116] 5. CDRR (Chronic Disease Risk Reduction) atau pengurangan risiko penyakit kronis,[117] 6. RAE (Retinol Activity Equivalents) atau satuan ukuran sediaan vitamin A,[118] 7. AT (Alpha-tocopherol) atau sediaan vitamin E oral ,[119] 8. DFE (Dietary Folate Equivalent) atau angka kecukupan asam folat.[120]
Pada dasarnya hampir semua makanan dan minuman boleh dikonsumsi oleh wanita yang sedang hamil. Namun, beberapa jenis makanan dapat menyebabkan infeksi dan gangguan kehamilan serta janin sehingga tidak boleh dikonsumsi atau dapat dikonsumsi dalam jumlah terbatas.[121][122]
Badan Pengawas Obat dan Makanan Amerika atau Food and Drug Administration (FDA) mengeluarkan edaran tentang jumlah asupan makanan laut yang dianjurkan untuk ibu hamil, jenis apa yang boleh dikonsumsi dalam jumlah terbatas, serta jenis yang sebaiknya tidak dikonsumsi. Edaran tersebut didasarkan pada kadar merkuri yang terkandung di dalam beberapa jenis ikan.[123]
Merkuri diduga dapat melewati barier plasenta dan menyebabkan kerusakan saraf pada janin. Tenggiri Amerika (king mackerel), orange roughy atau Hoplostethus atlanticus, ikan marlin, ikan hiu, ikan todak, tilefish dari Teluk Meksiko, dan tuna mata besar (bigeye tuna) adalah golongan ikan yang memiliki kadar merkuri tinggi sehingga masuk ke dalam daftar makanan laut yang dihindari.[123]
Makanan laut yang masuk ke dalam kelompok pilihan terbaik boleh dikonsumsi 2-3 porsi per minggu dengan takaran 4 ons per porsi. Sedangkan yang masuk ke dalam kelompok pilihan baik dikonsumsi 1 porsi sekali seminggu dengan takaran 4 ons per porsi.[123]
Penelitian yang dilakukan oleh Joseph Hibbeln dan kawan-kawan dari Fakultas Kedokteran Universitas BristolInggris pada tahun 2018 menunjukkan bahwa kadar merkuri total yang dikonsumsi oleh seorang wanita selama periode kehamilan dari ikan tidak memiliki hubungan dengan masalah kemampuan skolastik anak. Meskipun demikian, kemampuan dalam bidang matematika dan sains dari anak yang ibunya tidak mengonsumsi ikan selama kehamilan, lebih baik bila dibandingkan dengan anak yang ibunya mengonsumsi ikan.[124]
Nimesh Patel dari Universitas Lethbridge Kanada, dalam penelitiannya di tahun 2019 menyebutkan bahwa terdapat bukti hubungan antara paparan merkuri pada masa awal kehamilan dengan laporan anxietas pada anak. Penelitian ini menilai perilaku anak berdasarkan Behavior Assessment System for Children atau (BASC-2) pada usia 2, 3, 4, 5, dan 8 tahun.[125]
Sofya Pugach dan Thomas Clarkson dari Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Texas Amerika melaporkan studi kasus dari seorang ibu hamil usia 27 tahun dengan usia kehamilan 8 minggu yang memiliki kadar merkuri dalam darahnya 209 ngHg/ml (kadar normal 0,34 ngHg/ml) pada tahun 2009. Bayi yang dilahirkan pada usia 37 minggu tidak memiliki masalah dengan berat dan tinggi badan serta tidak ditemukan keterlambatan tumbuh kembang dan kelainan neurologis dalam 8 bulan pertama kehidupannya.[126]
Listeria adalah bakteri yang mampu menembus barier plasenta dan menyebabkan infeksi pada janin.[132] Listeria dapat menyebabkan keguguran, kelahiran prematur, dan keracunan dalam darah ibu hamil.[133]
Berdasarkan data dari CDC (Center for Disease Control) Amerika, sekitar 1.700 orang di Amerika terinfeksi Listeria setiap tahunnya. Dari angka tersebut terdapat 17% ibu hamil.[134] Insiden terjadinya infeksi Listeria atau listeriosis pada ibu hamil adalah 12 per 100.000 kehamilan.[132]
Ikan, telur, daging, dan sayur yang masih mentah atau setengah matang mengandung bakteri yang dapat membahayakan janin.[135] Makanan yang mengandung ikan mentah seperti susyi harus dihindari karena kemungkinan membawa bakteri atau virus seperti norovirus, Vibrio, Salmonella, dan Listeria. Daging yang mentah atau kurang matang akan meningkatkan risiko infeksi Toxoplasmagondii, E. coli, dan Listeria. Telur mentah yang dapat ditemukan di dalam makanan yang dibuat sendiri di rumah seperti mayones, lapisan gula untuk hiasan kue, es krim, dan saus untuk salad. Selain itu saus hollandaise dan telur orak-arik yang setengah matang sebaiknya dihindari.[135][136]
Sayuran mentah terutama tanaman berkecambah seperti alfalfa, tauge, dan semanggi meningkatkan kemungkinan infeksi E. coli.[137]
Minuman dan makanan yang mengandung kafeina dianjurkan tidak dikonsumsi melebihi 300 mg/hari (sekitar 2 sampai 3 cangkir kopi).[138][139] Kafeina banyak terkandung di dalam kopi, minuman bersoda, minuman berenergi, teh, dan cokelat.[138]
Konsumsi kafeina yang berlebihan (8 cangkir kopi per hari) akan meningkatkan kadar katekolamin sehingga akan menyebabkan vasokonstriksipembuluh darahplasenta. Hal ini akan menyebabkan peningkatan denyut jantung janin dan aritmia sehingga oksigenasi janin akan menurun. Penelitian pada hewan coba memperlihatkan kafeina yang berlebih akan menyebabkan kecatatan pada jantung karena efek teratogeniknya.[140] Selain itu, beberapa penelitian menunjukkan peningkatan angka keguguran[141] atau perdarahan di awal kehamilan,[142] bayi lahir mati,[143][144] BBLR,[145]leukemia akut pada usia kanak-kanak,[146] dan kelebihan berat badan atau obesitas anak akibat kafeina.[147][148]
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Jessica L. Gleason dan kawan-kawan pada tahun 2021 menunjukkan bahkan dengan konsumsi kafeina 200 mg per hari dapat mengganggu perkembangan janin.[149]
Kafeina juga akan menyebabkan peningkatan ekskresi kalsium dalam urine sehingga kadarnya dalam darah menjadi berkurang,[150] menurunkan kadar hemoglobin[151] dan hematokrit ibu hamil, dan menurunkan absorpsi seng dan zat besi.[152]
Tidak ada jumlah minimal alkohol yang diperbolehkan selama kehamilan. Oleh karena itu alkohol adalah minuman yang sangat dianjurkan untuk dihindari.[153][154] Alkohol dapat memengaruhi suplai makanan untuk janin. Hal ini timbul dari ketidakseimbangan aliran darah janin yang terjadi karena penurunan availabilitas oksidanitrat dan peningkatan stres oksidatif.[155]
Konsumsi alkohol selama kehamilan akan menyebabkan peningkatan terjadinya angka keguguran,[156][157] gangguan perkembangan otak janin,[158] malanutrisi janin sehingga berat badannya rendah, dan fetal alcohol syndrome (FAS) atau kumpulan gejala pada anak akibat paparan alkohol dalam jumlah besar semasa dalam kandungan.[159][160]
Gejala FAS pada anak tergantung dari usianya. Pada usia balita, gejalanya dapat berupa hiperaktif, kesulitan untuk mengikuti instruksi sederhana, dan keterlambatan tumbuh kembang. Pada usia sekolah, anak kemungkinan akan mengalami kesulitan belajar, membaca, memusatkan perhatian, dan masalah perilaku.[159][161]
Alkohol juga mengganggu transpor asam amino, kalsium, dan beberapa vitamin ke dalam plasenta, mengurangi kadar seng tali pusat, memengaruhi fungsi hati sehingga mengganggu metabolisme zat gizi, dan menyebabkan defisiensi vitamin A, folat, dan tiamina.[155][162]
Kedua bahan makanan ini boleh dikonsumsi dalam jumlah terbatas. Garam yang berlebihan dapat meningkatkan risiko komplikasi kehamilan seperti peningkatan tekanan darah yang akan menyebabkan preeklampsia.[163][164] Jumlah garam yang dianjurkan untuk perempuan yang sedang mengandung tidak lebih dari 2.300 mg per hari atau sekitar 1 sendok teh.[77][165]
Gula yang berlebihan akan menyebabkan diabetes gestasional.[163] WHO menganjurkan konsumsi gula di bawah 10% dari kebutuhan energi harian total dan mengurangi gula dari makanan yang telah diproses.[77][166] Konsumsi gula meningkatkan kemungkinan perlemakan hati, resistensi insulin/intoleransi glukosa, hipertensi, bayi lahir prematur, dan atau preeklampsia.[167] Konsumsi gula berlebih saat kehamilan juga dapat meningkatkan risiko melahirkan anak dengan kemampuan kognitif termasuk kemampuan nonverbal untuk memecahkan masalah serta kapasitas memori verbal yang lebih rendah.[168][169]
Meskipun penderita diabetes dianjurkan untuk mengonsumsi pemanis buatan karena mengandung kalori yang rendah, tetapi pada ibu hamil dengan diabetes penggunaan pemanis buatan tidak dianjurkan.[170]
Asupan gizi pascapersalinan bertujuan untuk membantu proses penyembuhan ibu. Makanan yang paling utama adalah protein untuk memperbaiki jaringan yang rusak pada saat melahirkan.[171] Suplemen zat besi dan asam folat diperlukan untuk mengatasi kehilangan darah saat persalinan dan masa nifas.[172][173]
Secara umum status gizi ibu menyusui tidak berpengaruh terhadap ASI kecuali terhadap kandungan lemak dan vitaminnya. Kandungan protein ASI pada ibu menyusui yang konsumsi proteinnya rendah, tidak lebih rendah daripada ibu menyusui yang konsumsi proteinnya cukup. Pengaruhnya hanya terhadap kualitas asam amino lisina dan metionina yang berbeda.[174][172]
Ibu menyusui membutuhkan tambahan kalori sekitar 330-400 kkal per hari. Selain itu dibutuhkan tambahan iodin sekitar 290 mikrogram dan 550 mg kolina selama satu tahun pertama pascapersalinan. Kolina dapat ditemukan di dalam produk turunan susu, telur, daging, makanan laut, dan kacang-kacangan.[173]
^Ayahbunda, Tim Redaksi (2020), hlm. 27: "Bila menginginkan kehamilan yang sehat, maka sebelum mulai hamil, Anda harus sehat dulu," saran Siobhan Dolan, M.D., M.P.H., dokter obgin dan kesehatan wanita di Albert Einstein College of Medicine, New York. (...)"
^ ab"Preconception Nutrition". American Pregnancy Association. 24 April 2019. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2023-06-06. Diakses tanggal 25 Januari 2022.
^Soetardjo, Susirah (2011), hlm. 166: "Kesehatan ibu sebelum konsepsi mempengaruhi kemampuannya untuk melakukan pembuahan, memelihara kesehatan janin, dan memelihara kesehatan diri sendiri. (...) Gizi-kurang dan gizi-lebih sebelum kehamilan berpengaruh tidak baik terhadap kehamilan. Pada keadaan gizi-kurang, simpanan zat-zat gizi ibu tidak cukup untuk menunjang pertumbuhan dan perkembangan janin serta kesehatan ibu. Dalam keadaan seperti ini plasenta tidak berkembang dengan baik sehingga tidak mampu menyuplai zat-zat gizi dalam jumlah yang cukup bagi kebutuhan janin. Akibat yang mungkin terjadi adalah pertumbuhan janin terhambat, bayi cacat sejak lahir, keguguran atau bayi lahir-mati, bayi lahir kurang-bulan (prematur), atau bayi lahir dengan berat badan rendah (BBLR) (...) Gizi lebih juga berpengaruh tidak baik terhadap kehamilan dan persalinan. (...) Bayi kemungkinan dilahirkan lewat-waktu dengan berat badan lebih dari 4,0 kg. (...)"
^Shanty, Sandra (2013), hlm. 52: "Setiap wanita dapat berpotensi mengalami gestasional diabetes. Meskipun demikian, beberapa wanita memiliki risiko yang lebih besar. (...)Perempuan akan lebih berisiko terkena diabetes kehamilan jika memiliki kelebihan berat badan secara signifikan dengan indeks massa tubuh (BMI) 30 atau lebih tinggi."
^Suririnah, dr. 2009, hlm. 36: "Folat sangat penting dalam kehamilan dan dianjurkan mengonsumsi folat suplemen tiga bulan sebelum hamil bila merencanakan kehamilan dan selama trimester pertama kehamilan."
^Tafuri, Sean M.; Lui, Forshing (2022). Embryology, Anencephaly. Treasure Island (FL): StatPearls Publishing. PMID31424828. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2022-09-13. Diakses tanggal 2022-01-23.
^"Folic Acid". Centers for Disease Control and Prevention. 19 April 2021. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2023-07-15. Diakses tanggal 25 Januari 2022.
^Murkoff, Heidi (18 Oktober 2021). Surrey, Eric, ed. "Can Iron Help You Get Pregnant?". What to Expect. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2023-08-06. Diakses tanggal 25 Januari 2022.
^ abKenny, Kathleen (28 Juni 2018). "Iodine and Fertility". Pharmacy Times. 84 (6). Diarsipkan dari versi asli tanggal 2023-07-05. Diakses tanggal 2022-01-25.
^Whitbread, Daisy (28 Juli 2021). "Foods High in Iodine". myfooddata. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2023-05-29. Diakses tanggal 26 Januari 2022.
^Ahmad, Isa (2015), hlm. 53: "Tips 6 Prinsip-prinsip makan yang baik selama hamil. Ubahlah cara makan Anda sesuai diet makan ibu hamil. Hindari makanan yang dapat membahayakan ibu dan janin. Jangan berdiet selama kehamilan. Makan dengan porsi kecil, tetapi sering. Minum vitamin ibu hamil secara teratur. Minum air yang cukup. Perbanyak makanan berserat, buah-buahan, dan sayuran."
^Isa, Ahmad (2015), hlm. 54: "Protein memiliki banyak peran dalam tubuh seperti memelihara sel, membuat hemoglobin, membentuk kekebalan tubuh, mengoptimalkan perkembangan otak janin, menyiapkan produksi ASI, dan lain sebagainya."
^Shanty, Sandra (2016), hlm. 51: "Tubuh mencerna makanan untuk memproduksi glukosa yang masuk ke aliran darah. Sebagai tanggapannya, pankreas akan menghasilkan insulin. Hormon insulin adalah hormon yang membantu glukosa bergerak dari dalam aliran darah ke dalam sel tubuh sebagai sumber energi. Penyebab diabetes gestasional sering dikaitkan dengan peningkatan kebutuhan energi yang berlipat dari keadaan normal dan kadar estrogen serta hormon pertumbuhan yang tinggi. Peningkatan dari horon-hormon seperti estrogen, kortisol, dan human placental lactogen (HPL) berpengaruh terhadap fungsi insulin dalam mengatur jumlah konsentrasi glukosa dalam darah. Kondisi ini membuat tubuh tidak mampu secara baik merespons keberadaan insulin sehinga terjadi apa yang dinamakan insulin resistance. Disebabkan kurangnya respons terhadap insulin maka kadar glukosa dalam darah tidak terkontrol. Hal inilah yang menyebabkan terjadinya diabetes gestasional. "
^"Prevent Listeria Infections". Centers for Disease Control and Prevention. 29 Juni 2017. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2023-06-28. Diakses tanggal 17 Januari 2022.
^Johnson, Jon (6 Februari 2019). Morrison, William, ed. "Top 9 foods to avoid during pregnancy". www.medicalnewstoday.com. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2023-05-31. Diakses tanggal 18 Januari 2022.
^ abSuririnah, dr. (2009), hlm. 42: "Asupan garam yang secukupnya selama kehamilan dapat mempertahankan keseimbangan cairan dalam tubuh. Sehingga mengirangi komplikasi kehamilan seperti preeklampsia (hipertensi pada kehamilan) dan kelebihan gula (diabetes). Gunakan garam atau gula hanya sebagai perasa dari makanan saja, jangan memakannya berlebihan."
^Fitriana, Diah Ayu (1 September 2016). "Gizi Seimbang Ibu Hamil". gizi.fk.ub.ac.id. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2023-03-22. Diakses tanggal 26 Januari 2022.
^de Bellefonds, Colleen (27 Mei 2021). Alrahmani, Layan, ed. "Salty Food During Pregnancy". www.babycenter.com. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2023-02-06. Diakses tanggal 25 Januari 2022.
^Shanty, Sandra (2016), hlm. 97-98: "Untuk itu, bagi penderita diabetes tersedia pemanis buatan (gula sintetis). Pemanis buatan ini mengandung kalori yang rendah, yang bisa digunakan oleh diabetesi untuk memperoleh rasa manis pada makanan atau minuman yang dikonsumsi. Pemanis buatan memiliki rasa ratusan kali lebih manis dibandingkan gula alami. Perbedaannya pemanis buatan sedikit atau sama sekali tidak mengandung karbohidrat. Meskipun demikian, penggunaan pemanis buatan juga harus dilakukan secara bijak karena efek jangka panjang akan membahayakan tubuh. Bagi perempuan penderita diabetes gestasional sebaiknya menghindari pemanis buatan walaupun dikatakan banyak pemanis buatan aman dikonsumsi."
^Soetardjo, Susirah (2011), hlm. 207-: "Kecuali terhadap kandungan lemak dan vitamin, pada umumnya status gizi ibu tidak berpengaruh terhadap mutu ASI. Namun,kekurangan gizi berat pada ibu berpengaruh terhadap mutu ASI secara keseluruhan. (...) Pengamatan pada ibu-ibu di berbagai negara menunjukkan bahwa kandungan protein ASI pada ibu-ibu yang mengonsumsi protein dalam jumlah rendah, baik dalam hal maupun mutu tidak lebih rendah daripada ibu-ibu yang mengonsumsi protein dalam jumlah cukup. Namun mutu proteinnya, yaitu dalam asam amino lisin dan metionin, tampaknya lebih rendah."
Ayahbunda, Tim Redaksi (2020). Kehamilan Sehat. Jakarta: Aspirasi Pemuda. ISBN9786021198865.Parameter |url-status= yang tidak diketahui akan diabaikan (bantuan)
Maita, Liva; Saputri, Eka Maya; Husanah, Een (April 2019). Gizi Kesehatan pada Masa Reproduksi. Yogyakarta: Deepublish. ISBN9786232095762. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2023-08-06. Diakses tanggal 2022-01-14.Parameter |url-status= yang tidak diketahui akan diabaikan (bantuan)
Shanty, Sandra (2013). Ratri, Rose Kusumaning, ed. Mencegah dan Merawat Ibu dan Bayi dari Gangguan Diabetes Kehamilan. Yogyakarta: Katahati. ISBN9786021730874.Parameter |url-status= yang tidak diketahui akan diabaikan (bantuan)
Siswosuharjo, Suwignyo; Chakrawati, Fitria (2010). Panduan Super Lengkap Hamil Sehat. Jakarta: Penebar Plus. ISBN9786028661256. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2023-08-06. Diakses tanggal 2022-01-14.Parameter |url-status= yang tidak diketahui akan diabaikan (bantuan)
Soetardjo, Susirah (2011). Almatsier, Sunita, ed. Gizi Seimbang Dalam Daur Kehidupan. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. ISBN9789792275810.Parameter |url-status= yang tidak diketahui akan diabaikan (bantuan)