Johannes Jacobus (Hans) Ras (1 April 1926 – 22 Oktober 2003) adalah seorang profesor emeritus bahasa dan sastra Jawa pada Universitas Leiden. Ia menjabat sebagai profesor mulai dari tahun 1985 - 1992. Selain itu dia adalah kepala kantor cabang KITLV pertama di Jakarta.
Ras lahir pada tahun 1926 di Rotterdam sebagai anak ketiga dari keluarga yang memiliki empat orang anak. Ayahnya adalah pemilik Firma Ras, suatu perusahaan yang melayani segala jenis kue bergula di Rotterdam dan sekelilingnya. Semua anaknya diharuskan membantu. Biasanya anak orang pedagang bersekolah di Sekolah Mulo. Tapi anak yang tertua merasa dirinya lebih pandai dari kawan-kawannya, dia bersikeras sehingga dikeluarkan dari sekolah dan harus pindah ke sekolah HBS di mana pelajarannya jauh lebih sukar. Ketiga adiknya semuanya mengikuti.
Ujian akhir sekolah menengah Ras mulai bersama-sama dengan Perang Dunia II. Ia bersembunyi ketika saudara-saudaranya dipaksa kerja rodi oleh pemerintah Nazi (Jerman: Arbeitseinsatz). Pada saat itu ketertarikannya pada studi bahasa mulai tampak; terutama bahasa Jawa dan bahasa Arab. Namun pada saat itu tidaklah mungkin untuk kuliah bahasa pada universitas menggunakan ijazah HBS.
Pada tahun 1946 Ras memulai studi Indologie, tetapi situasi di Indonesia membuatnya sadar bahwa tidak ada masa depan lagi bagi para pegawai Belanda di sana. Setelah pindah jurusan kuliah ke jurusan ekonomi, ia berangkat ke Prancis. Di sana ia mendapatkan pekerjaan pada sebuah proyek pembangunan dam. Di sana pengetahuannya tentang bahasa Arab yang dipelajarinya pada masa studi Indologie ternyata sangat berguna, sebab para buruh bangunan sebagian besar berasal dari Afrika Utara. Ternyata ia suka bepergian dan ia melanjutkan perjalanan ke Libya, Mesir dan Aden.
Setelah kembali ke Belanda ia melaksanakan kewajiban militernya. Lalu pada usia 24 tahun, ia melamar pada perusahaan dagang Internatio-Müller di Rotterdam. Ia dikirim ke Indonesia dan ditempatkan di Jakarta. Beberapa waktu kemudian ia dipindahkan ke Banjarmasin dan diberi tugas untuk membeli karet rakyat. Pada saat itu ketika hubungan antara Indonesia dan Belanda sangat genting, merupakan sebuah usaha yang berbahaya. Serikat-serikat buruh lokal yang berhaluan kiri menentang modal kolonialis yang mereka. Antara lain beberapa karyawan yang dipecat meminta tolong dukun untuk menyantet rumahnya. Akhirnya ia mengambil kesimpulan bahwa tidaklah mungkin baginya untuk bekerja di Indonesia.
Namun masa tugasnya di Kalimantan memupuk rasa ketertarikan Ras pada Indonesia dalam semua aspek. Guru besar sastra Melayu kala itu, professor G.W.J. Drewes menyarankannya untuk melakukan ujian penerjemah bahasa Indonesia. Pada tahun 1959 Ras berhasil meraih ijazah ini, sehingga ia bisa melakukan studi pada universitas Leiden.
Pada saat ujian ia bertemu dengan Widjiati Soemoatmodjo. Widjiati bekerja pada KBRI Den Haag. Pada tahun 1960, Widjiati dipindahkan ke Brusel. Hal ini membuat Ras banyak melakukan perjalanan pulang balik dari Leiden ke Brusel menggunakan sebuah scooter. Bahkan sebuah kecelakaan parah yang membuatnya gegar otak tidak mencegahnya.
Sementara itu Ras dengan tekun melanjutkan studinya, termasuk studi bahasa Arab dan bahasa Sanskerta yang diwajibkan. Pada tembok di kamar kostnya di Leiden ditempel banyak daftar-daftar kata dan kalimat yang ia usahakan untuk dihapalkan saat ia bercukur pada pagi hari.
Pada tahun 1961, ia lulus ujian doktoralnya (S2) secara cum laude. Lalu ia menikahi Widjiati dan bersama-sama mereka berangkat ke Kuala Lumpur, di mana – bahkan sebelum ia lulus – sudah diangkat menjadi "lecturer" (dosen) pada University of Malaya. Professor Roolvink, yang kemudian hari akan menjadi guru besar di Universitas Leiden, kala itu menjabat sebagai Head of Department. Ras saat di sana berusaha menulis disertasinya mengenai Hikayat Banjar (sejarah Banjarmasin dalam bahasa Melayu) di samping melaksanakan tugas-tugas pengajarannya.
Pasangan Ras dan Widjiati segera dianugerahi seorang putra dan ketika kontrak mereka yang berlangsung selama tiga tahun habis, mereka kembali ke Leiden. Di sana Ras diangkat sebagai asisten dosen pada jurusan Bahasa dan Budaya Asia Tenggara dan Oseania.
Pada tahun 1966, mereka dikaruniai seorang putri dan pada tahun 1968 Ras berpromosi secara cum laude. Disertasinya merupakan suntingan teks Hikayat Banjar beserta komentar dan pengantar. Tidak lama setelah promosinya, Ras berangkat ke Jakarta untuk mempersiapkan pembukaan perwakilan KITLV di sana.
Meski banyak dihalangi kendala politik dan birokratis, Ras bisa mengatasi semuanya dengan baik. Berkat karyanya, maka sebuah dasar kerja sama ilmiah erat bisa diletakkan olehnya yang masih lestari sampai sekarang.
Sekembalinya pada tahun 1971 di Leiden, Hans Ras tetap bekerja pada jurusan Asia Tenggara dan Oseania. Ia semakin menggeluti sastra Jawa dan sebagai asisten professor Uhlenbeck ia juga mengurusi beberapa tugasnya pengajarannya. Setelah Uhlenbeck pensiun Ras menjadi penerusnya. Pada tahun 1985 ia lalu diangkat menjadi guru besar Sastra dan Budaya Jawa.
Sebagai bahan pelajaran, ia menulis sebuah buku tatabahasa Jawa dan sebuah bunga rampai teks-teks Jawa modern. Namun yang terutama penting bagi perkembangan ilmu pengetahuan ialah studi-studinya yang luas dan mendalam dalam bidang budaya dan sastra Jawa. Terutama dua aspek budaya Jawa menarik perhatiannya: wayang dan sejarah perkembangannya. Ia juga pernah menterjemahkan sebuah lakon wayang ke bahasa Belanda: De schending van Soebadra (Jawa: Subadra Larung atau Sembadra Larung). Lalu yang tidak kurang penting ialah studi-studinya mengenai karya penulisan, struktur, fungsi dan kebenaran teks-teks sejarah dari Jawa, terutama Babad Tanah Jawi.
Beberapa makalah penting Ras dijilid pada tahun 1992 dalam bukunya The Shadow of the Ivory Tree. Pada tahun-tahun terakhir hidupnya, Ras mengusahakan sebuah suntingan baru Pararaton, sebuah teks sejarah dalam bahasa Jawa Pertengahan. Teks ini dilihat dari sudut pandang filologis dan sejarah kesusastraan salah satu teks Jawa Kuno yang sangat rumit. Sebelumnya teks ini pernah disunting dan diterbitkan oleh J.L.A. Brandes pada tahun 1898 dan I Gusti Putu Phalgunadi pada tahun 1996. Namun suntingan teks Brandes kurang memuaskan dan suntingan Phalgunadi secara filologis tidak bisa diterima.
Sayang sekali karena keadaan kesehatan Ras, suntingan teksnya yang terakhir ini tidak bisa diselesaikannya.
Ras mengambil tempat secara terhormat dalam bidang studi Indonesia menurut tradisi Leiden. Publikasi-publikasinya menonjol berkat penelitian-penelitian fakta-faktanya yang sangat mendalam, dengan sumber-sumber yang sering kali dalam bentuk naskah manuskrip. Hal ini dikombinasikannya dengan pengetahuan ilmiahnya meluas, kritis, dan kecerdasannya yang tajam.
Selain itu ia adalah seorang dosen yang antusias dan memberikan kuliah yang menarik dan imajinatif. Ras adalah seorang performer. Mungkin ini karena Ras berbeda dengan kawan-kawan sejawatnya kala itu. Ras tertarik juga kepada bentuk-bentuk seni rakyat budaya Jawa.
Meski Ras adalah seorang ilmuwan model tempo doeloe dan agak menjaga jarak dengan para mahasiswanya, Ras juga berusaha supaya para siswanya merasa dekat dengan bidang mereka dengan mengadakan kuliah berbentuk seminar dengan makalah-makalah, presentasi dan diskusi. Hal ini kala itu pada jurusan Asia Tenggara dan Oseania bukanlah suatu hal yang lazim. Selain itu kadang kala Ras juga memberikan presentasi untuk para mahasiswa di rumahnya.
Ras juga menyebarkan perasaan cinta terhadap budaya dan suku Jawa, pada bidang ilmu pengetahuan dan bidang lainnya. Ras juga tertarik kepada orang-orang di Belanda yang mencintai budaya Indonesia, terutama budaya Jawa misalkan Rien Baartmans. Rien Baartmans adalah seorang pemain boneka atau mungkin bisa disebut dengan istilah dalang dari Haarlem yang tidak hanya menggelar pertunjukan boneka Belanda tetapi juga bisa menggelar pertunjukan wayang dengan indah. Rien juga sangat terkenal pada kalangan anak-anak Belanda. Terutama pertunjukan Wayang Kancilnya sangat populer.
Contoh lainnya adalah Ger van Wengen yang kala itu bekerja di Museum Antropologi dan berusaha memopulerkan ilmu pengetahuan. Data-data yang diberikan Hans Ras kepadanya sangat berguna, – seperti bukunya De schending van Soebadra - dan di sisi lain Ras juga banyak belajar dari Ger.
Pada tahun 1992, Hans Ras pada usia 66 tahun mulai pensiun. Sebenarnya Ras kurang menyukai hal ini. Ras rindu dengan pekerjaannya dan kesehatannya mulai meninggalkannya. Sekitar perayaan milenium baru, Ras menjadi seorang kakek karena dikaruniai seorang cucu. Namun penyakit Parkinsonnya mulai banyak mengganggu. Pada tahun 2002 Ras diopname di rumah sakit karena keluhan radang paru-paru. Oleh karena itu Ras tidak bisa tinggal di rumah lagi dan mulai bulan Agustus 2002 Ras tinggal di sebuah panti werda di Warmond yang tidak akan ditinggalkannya. Akhirnya Ras menghembuskan napas terakhir pada 22 Oktober 2003 di sisi Widjiati yang tak pernah lelah mengurusinya.
Setelah Ras menjadi seorang professor emeritus pada tahun 1992, studi sastra Jawa di Leiden berkembang sesuai dengan jalan yang dilalui atau bahkan dibangun oleh Ras. Hans Ras pasti senang dengan kesederhanaan, keindahan dan kebijaksanaan sebuah pepatah dalam bahasa Jawa Urip iku mung mampir ngombé, “Hidup itu hanya mampir minum.”