Kesultanan Tidore كسولتانن تيدور Kie Ma-Kolano | |||||||
---|---|---|---|---|---|---|---|
1081–1815 | |||||||
Ibu kota | Tidore | ||||||
Bahasa yang umum digunakan | Tidore | ||||||
Agama | Islam | ||||||
Pemerintahan | Monarki | ||||||
Sultan, Kie Ma-Kolano | |||||||
• 1081 | Kolano Syahjati (Muhammad Naqil) | ||||||
• 1947-1967 | Sultan Zainal Abidin Syah | ||||||
• 2012-Sekarang | Sultan Husain Syah | ||||||
Sejarah | |||||||
• Pertama oleh Raden Mas lV | 1081 | ||||||
• Dikuasai | 1815 | ||||||
| |||||||
Kesultanan Tidore adalah kerajaan Islam yang berpusat di wilayah Kota Tidore, Maluku Utara, Indonesia sekarang. Pada masa kejayaannya (sekitar abad ke-16 sampai abad ke-18), kerajaan ini menguasai sebagian besar Pulau Halmahera selatan, Pulau Buru, Pulau Seram, dan banyak pulau-pulau di pesisir Papua barat.
Pada tahun 1521, Sultan Mansur dari Tidore menerima Spanyol sebagai sekutu untuk mengimbangi kekuatan Kesultanan Ternate saingannya yang bersekutu dengan Portugal. Setelah mundurnya Spanyol dari wilayah tersebut pada tahun 1663 karena protes dari pihak Portugal sebagai pelanggaran terhadap Perjanjian Tordesillas 1494, Tidore menjadi salah satu kerajaan paling merdeka di wilayah Maluku. Terutama di bawah kepemimpinan Sultan Saifuddin (memerintah 1657-1689), Tidore berhasil menolak pengusaan VOC terhadap wilayahnya dan tetap menjadi daerah merdeka hingga akhir abad ke-18.
Kesultanan Tidore terletak di sebelah selatan Ternate. Menurut silsilah raja-raja Ternate dan Tidore, Raja Tidore pertama adalah Muhammad Naqil yang naik tahta pada tahun 1081. Baru pada akhir abad ke-14, agama Islam dijadikan agama resmi Kerajaan Tidore oleh Raja Tidore ke-11, Sultan Djamaluddin, yang bersedia masuk Islam berkat dakwah Syekh Mansur dari Arab.
Kesultanan Tidore mencapai puncak kejayaan pada masa pemerintahan Sultan Nuku (1780-1805 M). Sultan Nuku dapat menyatukan Ternate dan Tidore untuk bersama-sama melawan Belanda yang dibantu Inggris. Belanda kalah serta terusir dari Tidore dan Ternate. Sementara itu, Inggris tidak mendapat apa-apa kecuali hubungan dagang biasa. Sultan Nuku memang cerdik, berani, ulet, dan waspada. Sejak saat itu, Tidore dan Ternate tidak diganggu, baik oleh Portugal, Spanyol, Belanda maupun Inggris sehingga kemakmuran rakyatnya terus meningkat. Wilayah kekuasaan Tidore cukup luas, meliputi Pulau Seram, sebagian Halmahera, Raja Ampat, dan sebagian Papua. Pengganti Sultan Nuku adalah adiknya, Sultan Zainal Abidin. Ia juga giat menentang Belanda yang berniat menjajah kembali Kepulauan Maluku.
Sebagai kerajaan yang bercorak Islam, masyarakat Tidore dalam kehidupan sehari-harinya banyak menggunakan hukum Islam. Hal itu dapat dilihat pada saat Sultan Nuku dari Tidore dengan De Mesquita dari Portugal melakukan perdamaian dengan mengangkat sumpah di bawah kitab suci Al-Qur’an.
Kesultanan Tidore terkenal dengan rempah-rempahnya, seperti di daerah Maluku. Sebagai penghasil rempah-rempah, Tidore banyak didatangi oleh Bangsa-bangsa Eropa. Bangsa Eropa yang datang ke Maluku, antara lain bangsa Portugis, Spanyol, dan Belanda.
Kemunduran Kesultanan Tidore disebabkan karena diadu domba dengan Kesultanan Ternate yang dilakukan oleh bangsa asing (Spanyol dan Portugis) yang bertujuan untuk memonopoli daerah penghasil rempah-rempah tersebut. Setelah Sultan Tidore dan Sultan Ternate sadar bahwa mereka telah diadu Domba oleh Portugal dan Spanyol, mereka kemudian bersatu dan berhasil mengusir Portugal dan Spanyol ke luar Kepulauan Maluku. Namun kemenangan tersebut tidak bertahan lama sebab VOC yang dibentuk Belanda untuk menguasai perdagangan rempah-rempah di Maluku berhasil menaklukkan Ternate dengan strategi dan tata kerja yang teratur, rapi dan terkontrol dalam bentuk organisasi yang kuat.