Musik Indonesia

Musik di Indonesia sangat beragam, hal ini dikarenakan suku-suku di Indonesia yang bermacam-macam, sehingga boleh dikatakan seluruh 17.508 pulaunya memiliki budaya dan seninya sendiri. Indonesia memiliki ribuan jenis musik, kadang-kadang diikuti dengan tarian dan pentas.

Alat musik

[sunting | sunting sumber]

Identitas musik Indonesia mulai terbentuk ketika budaya Zaman Perunggu bermigrasi ke Nusantara pada abad ketiga dan kedua Sebelum Masehi. Musik-musik suku tradisional Indonesia umumnya menggunakan alat musik perkusi, terutama gendang dan gong. Beberapa berkembang menjadi musik yang rumit dan berbeda-beda, seperti alat musik petik sasando dari Pulau Rote, angklung dari Jawa Barat, dan musik orkestra gamelan yang kompleks dari Jawa dan Bali

Kacapi suling

[sunting | sunting sumber]

Kacapi suling adalah sejenis musik instrumental yang bergantung pada improvisasi dan populer di provinsi sunda Jawa Barat yang menggunakan dua alat musik, kacapi dan suling. Kacapi suling masih berhubungan dengan tembang Sunda.

Angklung adalah alat musikyang secara tradisional berkembang dalam masyarakat berbahasa Sunda di Pulau Jawa bagian barat. Angklung terbuat dari tabung bambu yang terhubung dengan rangka bambu. Angklung dimainkan dengan cara digoyangkan sehingga menghasilkan bunyi dalam susunan nada dalam setiap ukuran, baik besar maupun kecil.

Kolintang

[sunting | sunting sumber]

Kolintang (atau kulintang) adalah alat musik perkusi yang terbuat dari kayu dan perunggu asal Indonesia bagian timur dan Filipina. Di Indonesia kolintang dihubungkan dengan orang Minahasa dari Sulawesi Utara, tetapi kolintang juga terkenal di Maluku dan Timor.

Sasandu atau sasando adalah alat musik petik yang berasal dari Pulau Rote di Nusa Tenggara Timur. Bagian utama sasandu adalah tabung dari bambu dan ganjalan-ganjalan di mana senar direntangkan. Lalu tabung sasandu ini ditaruh dalam sebuah wadah yang terbuat dari semacam anyaman daun lontar yang dibuat seperti kipas.

Para sinden

Genre musik Indonesia yang beragam menghasilkan kreativitas musikal bagi orang Indonesia, dan juga pengaruh musik luar dari pertemuan dengan budaya musik luar yang masuk ke Nusantara. Selain bentuk-bentuk musik asli Indonesia (bagaikan karawitan dan dendang), beberapa aliran dapat ditelusuri asalnya dari pengaruh luar; seperti gambus dan kasidah dari musik Islam Timur Tengah, keroncong dari pengaruh Portugis, dan dangdut yang dipengaruhi musik India dan Arab.

Pada tahun 1950, musik latin Amerika masuk ke Indonesia oleh Xavier Cugat dan Edmundo Ros serta Perez Prado, termasuk Trio Los Panchos atau Los Paraguayos. Irama latin ini kemudian lekat dengan orang Indonesia. Kemudian berbagai lagu Minang juga muncul bersama Orkes Gumarang dan Zainal Combo.

Sejak ujung abad ke-20, dalam beberapa aliran musik populer berkembang lagu-lagu rohani Islam, pemain mereka menggunakan karyanya sebagai alat dakwah. Genre-genrenya utama ialah nasyid (Aa Gym), rok (Ahmad Dhani serta Dewa 19) dan gaya campuran (Cak Nun serta Kiai Kanjeng).[1]

Musik rakyat

[sunting | sunting sumber]

Musik tradisional asli Nusantara ialah musik Rakyat (lagu nenek moyang, musik ritual, tari dan lainnya) dari sejumlah suku bangsa.

Gamelan dan karawitan

[sunting | sunting sumber]
Metalofon
Gong
Seorang pemain Gamelan

Salah satu bentuk musik yang paling dikenal adalah gamelan, musik ini dimainkan oleh beberapa orang bersama alat musik perkusi, seperti metalofon, gong dan rebab bersama dengan suling bambu. Pertunjukan seperti ini umum di negara seperti Indonesia dan Malaysia, tetapi gamelan berasal dari pulau Jawa, Bali dan Lombok.

Jaipongan

[sunting | sunting sumber]

Tembang Sunda

[sunting | sunting sumber]

Gambang keromong

[sunting | sunting sumber]

Kasidah masuk Nusantara sejak agama Islam dibawa para saudagar Arab tahun 635, kemudian juga saudagar Gujarat tahun 900–1200, saudagar Persia tahun 1300–1600. Nyanyian Qasidah biasanya berlangsung di masjid, pesantren dakwah agama Islam.

Gambus adalah salah satu alat musik Arab seperti gitar, namun mempunyai suara rendah. Diperkirakan alat musik gambus masuk ke nusantara bersama migrasi Marga Arab Hadramaut (sekarang Yaman) dan orang Mesir mulai tahun 1870 hingga setelah 1888, yaitu setelah Terusan Suez dibuka tahun 1870, pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta Utara dibangun tahun 1877, dan Koninklijke Paketvaart Maatschappij berdiri tahun 1888. Para musisi Arab sering mendendangkan Musik Arab dengan iringan gambus.

Pada awal abad XX penduduk Arab-Indonesia senang mendengarkan lagu gambus, dan sekitar tahun 1930, Syech Albar (ayah dari Ahmad Albar) mendirikan orkes gambus di Surabaya. Ia juga membuat rekaman piringan hitam dengan Columbia tahun 1930-an, yang laku di pasaran Malaysia dan Singapura.

Keroncong

[sunting | sunting sumber]

Salah satu aliran musik populer Keroncong terbentuk sejak orang-orang Portugis memasuki Indonesia, yang juga membawa alat musik Eropa. Pada permulaan 1900-an, musik ini dianggap sebagai musik berkualitas rendah. Hal ini berubah pada 1930-an, ketika perfilman Indonesia mulai bergabung dengan musik keroncong, dan mulai berjaya pada dekade berikutnya, ketika musik ini terhubung dengan perjuangaan kemerdekaan.

Salah satu lagu keroncong paling terkenal adalah Bengawan Solo, yang ditulis pada tahun 1940 oleh Gesang Martohartono, seorang pemusik dari Solo. Lagu ini ditulis ketika Angkatan Darat Kekaisaran Jepang menguasai pulau Jawa pada Perang Dunia II, lagu tersebut (tentang sungai Bengawan Solo, sungai terpanjang dan terpenting di Jawa) menjadi populer di kalangan orang Jawa, dan terkenal di seluruh Indonesia ketika mulai didengarkan di radio. Lagu ini juga populer di kalangan tentara Jepang, sehingga ketika mereka kembali ke Jepang setelah perang, banyak penyanyi Jepang menyanyikan lagu tersebut dan membuatnya sebagai best-seller.

Langgam Jawa

[sunting | sunting sumber]

Dangdut adalah salah satu bentuk musik populer yang muncul pada akhir tahun 1960-an. Penyanyi dangdut terkenal adalah Rhoma Irama dan Elvy Sukaesih, begitu juga dengan Inul Daratista, Evie Tamala, Mansyur S., A. Rafiq, dan Fahmy Shahab.[2][3] Dangdut di Malaysia ialah terkenal juga sebagai simbol bangsa Melayu (namun bukan bagian kebudayaan Melayu).[2]

Campursari

[sunting | sunting sumber]

Funkot adalah sebuah genre musik dansa elektronik asal Indonesia yang lahir pada tahun 1990-an.

Musik Klasik

[sunting | sunting sumber]

Sedari penghujung abad ke-20, beberapa tokoh asal Indonesia menggarap genre musik klasik Barat, yaitu orkes The Jakarta Symphony; komponis Ananda Sukarlan serta Sinta Wullur (en); para pianis: Hendry Wijaya, Eduardus Halim (en), Esther Budiardjo (ru), Victoria Audrey Sarasvathi (en); pemusik seruling Embong Rahardjo; dan penyanyi sopran Isyana Sarasvati.

Lihat juga

[sunting | sunting sumber]
  1. ^ Knauth, Dorcinda Celiena (2010), Performing Islam Through Indonesian Pipular Music, 2002–2007 (PhD thesis) (dalam bahasa Inggris), University of Pittsburgh 
  2. ^ a b Campbell, Debe (18 April 1998), "Dangdut Thrives in SE Asia. Music Rules Indonesia", Billboard (dalam bahasa Inggris), 110 (16), hlm. 1, 75, ISSN 0006-2510 
  3. ^ Browne, Susan J. (2000). The gender implications of dangdut kampungan: Indonesian "low class" popular music (dalam bahasa Inggris). Monash Asia Institute. ISBN 0-7326-1190-3. 

Bacaan lanjutan

[sunting | sunting sumber]
  • Music of Indonesia [Series]. Ed. by Philip Yampolsky. Washington, DC: Smithsonian/Folkways, 1990–1999. 20 Compact Discs with Liner Notes. Bibliography.
    • Vol. 1: Songs Before Dawn: Gandrung Banyuwangi.
    • Vol. 2: Indonesian Popular Music: Kroncong, Dangdut, & Langgam Jawa.
    • Vol. 3: Music from the Outskirts of Jakarta: Gambang Kromong.
    • Vol. 4: Music of Nias & North Sumatra: Hoho, Gendang Karo, Gondang Toba.
    • Vol. 5: Betawi and Sundanese Music of the North Coast of Java.
    • Vol. 6: Night Music of West Sumatra.
    • Vol. 7: Music from the Forests of Riau and Mentawai.
    • Vol. 8: Vocal and Instrumental Music from East and Central Flores.
    • Vol. 9: Vocal Music from Central and West Flores.
    • Vol. 10: Music of Biak, Irian Jaya.
    • Vol. 11: Melayu Music of Sumatra and the Riau Islands.
    • Vol. 12: Gongs and Vocal Music from Sumatra.
    • Vol. 13: Kalimantan Strings.
    • Vol. 14: Lombok, Kalimantan, Banyumas: Little-known Forms of Gamelan and Wayang.
    • Vol. 15: South Sulawesi Strings.
    • Vol. 16: Music from the Southeast: Sumbawa, Sumba, Timor.
    • Vol. 17: Kalimantan: Daya Ritual and Festival Music.
    • Vol. 18: Sulawesi: Festivals, Funerals, and Work.
    • Vol. 19: Music of Maluku: Halmahera, Buru, Kei.
    • Vol. 20: Indonesian Guitars.
  • Sakrie, Denny (2015). 100 Tahun Musik Indonesia. Editor ahli David Tarigan. Jakarta: GagasMedia. ISBN 979-780-785-1.