Sastra Timur mengacu pada berbagai sastra dari negara atau wilayah di Asia.
Kala Dinasti Tang dan Dinasti Song di negeri Tiongkok, para penyair terkenal seperti Li Bai menulis karya-karya penting. Mereka menulis puisi shī (Bahasa Tionghoa Klasik: 詩), yang memiliki baris dengan jumlah aksara yang sama, serta puisi ci (詞) dengan variasi baris bercampur. Sastra Jepang pada abad ke-17-19 mengembangkan inovasi yang sebanding seperti haiku, sebuah bentuk puisi Jepang yang berkembang dari gaya hokku kuno (bahasa Jepang: 発句). Haiku terdiri dari tiga baris: baris pertama dan ketiga masing-masing memiliki lima morae (secara fonologis kasar setara dengan suku kata), sedangkan yang kedua memiliki tujuh. Empu Haiku asli termasuk tokoh Zaman Edo seperti penyair Matsuo Bashō (松尾芭蕉), yang dipengaruhi oleh Bashō sendiri antara lain Kobayashi Issa dan Masaoka Shiki.
Rabindranath Tagore, seorang penyair Bengali polimatik, dramawan, dan penulis yang berasal dari India, tahun 1913 menjadi peraih Nobel pertama dari Asia. Ia memenangkan Penghargaan Nobel Kesusastraan karena dampak terkenal karya prosa dan pemikiran puitisnya terhadap sastra Inggris, Prancis, dan sastra nasional dari Eropa dan Amerika lainnya. Ia juga menulis lagu kebangsaan India. Kemudian, penulis Asia lainnya memenangkan Hadiah Nobel kesusastraan, seperti Yasunari Kawabata (Jepang, 1966), dan Kenzaburo Oe (Jepang, 1994). Yasunari Kawabata menulis novel dan cerita pendek yang menampilkan diksi elegan dan sederhana mereka seperti novel Yukiguni (Negeri Salju) dan Meijin.