Aksara Sunda ᮃᮊ᮪ᮞᮛ ᮞᮥᮔ᮪ᮓ | |
---|---|
Jenis aksara | |
Bahasa | Sunda |
Periode | sekitar abad ke-17 hingga sekarang |
Arah penulisan | Kiri ke kanan |
Aksara terkait | |
Silsilah | Menurut hipotesis hubungan antara abjad Aramea dengan Brahmi, maka silsilahnya sebagai berikut:
Dari aksara Brahmi diturunkanlah:
|
Aksara kerabat | Bali Batak Baybayin Bugis Incung Jawa Lampung Makassar Rejang |
ISO 15924 | |
ISO 15924 | Sund, 362 , Sunda |
Pengkodean Unicode | |
Nama Unicode | Sundanese |
U+1B80–U+1BBF U+1CC0–U+1CCF | |
Aksara Sunda Baku (ᮃᮊ᮪ᮞᮛ ᮞᮥᮔ᮪ᮓ ᮘᮊᮥ) adalah sistem penulisan yang digunakan untuk menuliskan Bahasa Sunda kontemporer, ia juga merupakan hasil penyesuaian Aksara Sunda Kuno. Saat ini Aksara Sunda Baku juga lazim disebut dengan sebutan Aksara Sunda.
Kecakapan masyarakat dalam tulis menulis di wilayah Sunda telah diketahui keberadaannya sejak sekitar abad ke-5 Masehi, pada masa Kerajaan Tarumanagara. Hal itu terungkap pada prasasti-prasasti yang sebagian besar dibicarakan oleh Kern (1917) dalam bukunya yang berjudul Versvreide Beschriften; Inschripties Van Den Indischen Archipel. [1]
Namun pada awal masa kolonial, masyarakat Sunda dipaksa oleh keadaan yaitu dengan meluasnya pengaruh Mataram Islam ke dalam wilayah Priangan (kecuali wilayah Cirebon dan Banten) dan kebijakan penguasa saat itu untuk meninggalkan penggunaan Aksara Sunda Kuno yang merupakan salah satu identitas budaya Sunda lewat kebijakan pemerintahan kolonial melalui surat resminya tertanggal 3 November 1705 yang mewajibkan penggunaan aksara latin, arab gundul (pegon) dan aksara jawa modifikasi (cacarakan) sebagai aksara resmi yang digunakan di wilayah Sunda dalam kegiatan surat menyurat.[2] Keadaan yang berlangsung hingga masa kemerdekaan ini menyebabkan punahnya Aksara Sunda Kuno dalam tradisi tulis masyarakat Sunda.[2]
Pada akhir Abad ke-19 sampai pertengahan Abad ke-20, para peneliti berkebangsaan asing (misalnya K. F. Holle dan C. M. Pleyte) dan pribumi (misalnya Atja dan E. S. Ekadjati) mulai meneliti keberadaan prasasti-prasasti dan naskah-naskah tua yang menggunakan Aksara Sunda Kuno. Berdasarkan atas penelitian-penelitian sebelumnya, pada akhir Abad ke-20 mulai timbul kesadaran akan adanya sebuah Aksara Sunda yang merupakan identitas khas masyarakat Sunda.[1]
Oleh karena itu, Pemerintah Daerah Provinsi Jawa Barat menetapkan Perda No. 6 tahun 1996 tentang Pelestarian, Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Sastra, dan Aksara Sunda yang kelak digantikan oleh Perda No. 5 tahun 2003 tentang Pemeliharaan Bahasa, Sastra, dan Aksara Daerah kemudian digantikan dengan Perda No. 14 Tahun 2014.[3]
Pada tanggal 21 Oktober 1997, diadakan Lokakarya Aksara Sunda di Kampus Universitas Padjadjaran Jatinangor yang diselenggarakan atas kerja sama Pemerintah Jawa Barat dengan Fakultas Sastra Universitas Padjadjaran (sekarang Fakultas Ilmu Budaya Universitas Padjadjaran). Kemudian hasil rumusan lokakarya tersebut dikaji oleh Tim Pengkajian Aksara Sunda. Dan akhirnya pada tanggal 16 Juni 1999 keluar Surat Keputusan Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Jawa Barat Nomor 343/SK.614-Dis.PK/99 yang menetapkan bahwa hasil lokakarya serta pengkajian tim tersebut diputuskan sebagai Aksara Sunda Baku.
Saat ini Aksara Sunda Baku mulai diperkenalkan kepada khalayak umum antara lain melalui beberapa acara kebudayaan daerah yang diselenggarakan di Bandung. Selain itu, Aksara Sunda Baku juga digunakan pada papan nama Museum Sri Baduga, Kampus Yayasan Atikan Sunda dan Kantor Dinas Pariwisata Daerah Kota Bandung. Langkah lain juga diambil oleh Pemerintah Daerah Kota Tasikmalaya yang menggunakan Aksara Sunda Baku pada papan nama jalan-jalan utama di kota tersebut. Namun, setidaknya hingga akhir tahun 2008 Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Barat belum juga mewajibkan para siswa untuk mempelajari Aksara Sunda Baku sebagaimana para siswa tersebut diwajibkan untuk mempelajari bahasa Sunda. Langkah memperkenalkan aksara daerah mungkin akan dapat lebih mencapai sasaran jika Aksara Sunda Baku dipelajari bersamaan dengan bahasa Sunda.[4]
Dinas Pendidikan Nasional Provinsi Lampung dan Provinsi Jawa Tengah telah jauh-jauh hari menyadari hal ini dengan mewajibkan para siswa Sekolah Dasar yang mempelajari bahasa daerah untuk juga mempelajari aksara daerah.[5]
Hampir seluruh papan nama jalan di Kota Bogor dan Kota Bandung juga menggunakan bahasa Sunda dengan aksara Sunda baku di bawah nama dalam bahasa Indonesia/alfabet Latin.[6][7][8]
Namun pada prakteknya diperlukan koordinasi dengan pihak terkait, dalam hal ini Dinas Pendidikan dan Kebudayaan, akademisi, serta penggiat budaya Sunda dalam pengaplikasian aksara Sunda dalam lingkup sosial, dikarenakan banyaknya kesalahan dalam penulisan aksara Sunda itu sendiri, seperti yang pernah terjadi di Sukabumi. Yaitu penulisan aksara Sunda baku di depan Balai Kota Sukabumi, yang menurut penggiat seni dan budaya Sunda dari Sukabumi terjadi kesalahan penulisan yang membuat artinya pun berbeda dari seharusnya "Balai Kota Sukabumi" menjadi "Nyala Kata Sukanyama".[9]
Penggunaan, Pemeliharaan dan Pengembangan Bahasa, Sastra dan Aksara Sunda di Kota Bandung diperkuat dengan keluarnya Perda No. 9 Tahun 2012.[10]
Aksara Sunda Baku terdiri dari 32 aksara dasar, yaitu 7 aksara swara (aksara vokal mandiri): a, é, i, o, u, e, dan eu, dan 23 aksara ngalagena (konsonan berbunyi a): ka-ga-nga, ca-ja-nya, ta-da-na, pa-ba-ma, ya-ra-la, dan wa-sa-ha
Lima aksara ngalagena tambahan dimunculkan untuk merekam perkembangan bahasa Sunda, termasuk penyerapan kata-kata dari bahasa asing. Walaupun demikian, bentukan aksara tambahan ini bukan merupakan kreasi baru, melainkan dihasilkan melalui proses modifikasi dari aksara yang telah ada sebelumnya. Sebagai contoh: aksara "fa" dan "va" merupakan modifikasi dari aksara pa, kemudian aksara "qa" dan "xa" merupakan modifikasi dari aksara ka, dan aksara "za" merupakan modifikasi dari aksara ja.
Selain itu terdapat pula 2 (dua) aksara tambahan yakni "kha" dan "sya", yang digunakan untuk menulis ⟨خ⟩ dan ⟨ش⟩ yang berasal dari abjad Arab.
Ada pula rarangkén yang fungsinya untuk mengubah, menghilangkan, atau menambah bunyi pada aksara dasar. Tiga belas rarangkén menurut posisinya dapat dikelompokkan menjadi 3 (tiga) yaitu: (1) lima rarangkén di atas huruf, (2) tiga rarangkén di bawah huruf, dan (3) lima rarangkén sejajar dengan huruf. Untuk menuliskan angka, aksara ini memiliki 10 angka dasar (dari 0 sampai 9).
Dilihat dari tampilan, huruf ngalagena termasuk rarangkén memiliki sudut 45°–75°. Umumnya, rasio dimensi huruf (tinggi:lebar) adalah 4:4, kecuali untuk huruf ngalagena ra (4:3), ba dan nya (4:6), dan aksara swara i (4:3). Rarangkén memiliki rasio dimensi 2:2, kecuali untuk panyecek (1:1), panglayar (4:2), panyakra (2:4), pamaéh (4:2) dan pamingkal (2:4 sisi bawah, 3:2 sisi kanan). Angka memiliki rasio dimensi 4:4, kecuali untuk angka 4 dan 5 (4:3).
ᮃ = a | ᮆ = é | ᮄ = i | ᮇ = o | |
ᮅ = u | ᮈ = e | ᮉ = eu | ᮻ = re pepet | ᮼ = le pepet |
Aksara Ngalagena untuk Bahasa Sunda
Tempat pelafalan | nirsuara | bersuara | sengau | semivokal | sibilan | celah |
---|---|---|---|---|---|---|
velar | ᮊ | ᮌ | ᮍ | ᮠ | ||
ka | ga | nga | ha | |||
palatal | ᮎ | ᮏ | ᮑ | ᮚ | ||
ca | ja | nya | ya | |||
retrofleks | ᮛ | |||||
ra | ||||||
dental | ᮒ | ᮓ | ᮔ | ᮜ | ᮞ | |
ta | da | na | la | sa | ||
labial | ᮕ | ᮘ | ᮙ | ᮝ | ||
pa | ba | ma | wa |
Aksara ngalagena untuk kata serapan
ᮖ = fa | ᮋ = qa | ᮗ = va | ᮟ = xa | ᮐ = za |
ᮮ = kha | ᮯ = sya |
Berdasarkan letak penulisannya, 15 Rarangkén dikelompokkan sebagai berikut:
Rarangkén di atas huruf
panghulu, membuat vokal aksara Ngalagena dari [a] menjadi [i].
Contoh: ᮊᮤ (ki) | |
pamepet, membuat vokal aksara Ngalagena dari [a] menjadi [ə].
Contoh: ᮊᮨ (ke) | |
paneuleung, membuat vokal aksara Ngalagena dari [a] menjadi [ɨ].
Contoh: ᮊᮩ (keu) | |
panglayar, menambah konsonan [r] pada akhir suku kata.
Contoh: ᮊᮁ (kar) | |
panyecek, menambah konsonan [ŋ] pada akhir suku kata.
Contoh: ᮊᮀ (kang) |
Rarangkén di bawah huruf
panyuku, membuat vokal aksara Ngalagena dari [a] menjadi [u].
Contoh: ᮊᮥ (ku) | |
panyakra, menambah konsonan [r] di tengah suku kata.
Contoh: ᮊᮢ (kra) | |
panyiku, menambah konsonan [l] di akhir suku kata.
Contoh: ᮊᮣ (kla) | |
᮰ᮬ | pamintel, menambah konsosnan [m] di tengah suku kata.
Contoh: ᮊᮬ (kma) |
᮰ᮭ | papasangan, menambah konsosnan [w] di tengah suku kata.
Contoh: ᮊᮭ (kwa) |
Rarangkén sejajar huruf
panéléng, membuat vokal aksara Ngalagena dari [a] menjadi [ɛ].
Contoh: ᮊᮦ (ké) | |
panolong, membuat vokal aksara Ngalagena dari [a] menjadi [ɔ].
Contoh: ᮊᮧ (ko) | |
pamingkal, menambah konsonan [j] di tengah suku kata.
Contoh: ᮊᮡ (kya) | |
pangwisad, menambah konsonan [h] di akhir suku kata.
Contoh: ᮊᮂ (kah) | |
patén atau pamaéh, meniadakan vokal pada suku kata.
Contoh: ᮊ᮪ (k) | |
᮰ᮺ | avagraha, memisahkan bunyi vokal dari konsonan di akhir suku kata.
Contoh: ᮊᮺ (k'a) |
Sunda | Latin | Bahasa Sunda |
---|---|---|
0 | enol | |
1 | hiji | |
2 | dua | |
3 | tilu | |
4 | opat | |
5 | lima | |
6 | genep | |
7 | tujuh | |
8 | dalapan | |
9 | salapan |
Dalam teks, angka diapit oleh dua tanda pipa | ... |.
Pada masa sekarang, tanda baca aksara Sunda menggunakan tanda baca Latin. Contohnya: koma ( , ), titik ( . ), titik koma ( ; ), titik dua ( : ), tanda seru ( ! ), tanda tanya ( ? ), tanda kutip ( " ), tanda kurung ( (…) ), tanda kurung siku ( […] ), dsb. Walau begitu, dulunya Aksara Sunda Kuno memiliki tanda bacanya sendiri.
Kata-kata atau kalimat sederhana dapat ditulis secara langsung, misalnya dengan mengatur huruf ngalagena yang mewakili suara. Namun, dengan kata tertentu, konsonan majemuk dapat ditemukan. Kemudian, dua cara penulisan dapat digunakan: (1) menggunakan pamaéh, atau (2) menggunakan pasangan.
Penggunaan pamaéh adalah salah satu cara untuk menulis aksara Sunda pada tahap dasar. Cara lain, pasangan, biasanya digunakan untuk menghindari penggunaan pamaéh di tengah kata-kata, serta untuk menghemat ruang menulis. Pasangan dibuat dengan menyambungkan huruf ngalagena kedua ke huruf yang pertama, sehingga menghilangkan vokal /a/ dari ngalagena pertama.
Aksara Sunda telah ditambahkan ke Standar Unicode pada bulan April 2008 dengan merilis versi 5.1. Dalam versi 6.3, dukungan pasangan dan beberapa karakter dari aksara Sunda Kuno ditambahkan.
Blok Unicode untuk aksara Sunda adalah U+1B80–U+1BBF. Blok Unicode untuk aksara Sunda tambahan adalah U+1CC0–U+1CCF.
Sundanese[1] Official Unicode Consortium code chart (PDF) | ||||||||||||||||
0 | 1 | 2 | 3 | 4 | 5 | 6 | 7 | 8 | 9 | A | B | C | D | E | F | |
U+1B8x | ᮀ | ᮁ | ᮂ | ᮃ | ᮄ | ᮅ | ᮆ | ᮇ | ᮈ | ᮉ | ᮊ | ᮋ | ᮌ | ᮍ | ᮎ | ᮏ |
U+1B9x | ᮐ | ᮑ | ᮒ | ᮓ | ᮔ | ᮕ | ᮖ | ᮗ | ᮘ | ᮙ | ᮚ | ᮛ | ᮜ | ᮝ | ᮞ | ᮟ |
U+1BAx | ᮠ | ᮡ | ᮢ | ᮣ | ᮤ | ᮥ | ᮦ | ᮧ | ᮨ | ᮩ | ᮪ | ᮫ | ᮬ | ᮭ | ᮮ | ᮯ |
U+1BBx | ᮰ | ᮱ | ᮲ | ᮳ | ᮴ | ᮵ | ᮶ | ᮷ | ᮸ | ᮹ | ᮺ | ᮻ | ᮼ | ᮽ | ᮾ | ᮿ |
Catatan
|
Sundanese Supplement[1][2] Official Unicode Consortium code chart (PDF) | ||||||||||||||||
0 | 1 | 2 | 3 | 4 | 5 | 6 | 7 | 8 | 9 | A | B | C | D | E | F | |
U+1CCx | ᳀ | ᳁ | ᳂ | ᳃ | ᳄ | ᳅ | ᳆ | ᳇ | ||||||||
Catatan |
UDHR Pasal 1:
Sakumna jalma gubrag ka alam dunya téh sipatna merdika jeung boga martabat katut hak-hak anu sarua. Maranéhna dibéré akal jeung haté nurani, campur-gaul jeung sasamana aya dina sumanget duduluran.
ᮞᮊᮥᮙ᮪ᮔ ᮏᮜᮬ ᮌᮥᮘᮢᮌ᮪ ᮊ ᮃᮜᮙ᮪ ᮓᮥᮑ ᮒᮦᮂ ᮞᮤᮕᮒ᮪ᮔ ᮙᮨᮁᮓᮤᮊ ᮏᮩᮀ ᮘᮧᮌ ᮙᮁᮒᮘᮒ᮪ ᮊᮒᮥᮒ᮪ ᮠᮊ᮪-ᮠᮊ᮪ ᮃᮔᮥ ᮞᮛᮥᮃ. ᮙᮛᮔᮦᮂᮔ ᮓᮤᮘᮦᮛᮦ ᮃᮊᮜ᮪ ᮏᮩᮀ ᮠᮒᮦ ᮔᮥᮛᮔᮤ, ᮎᮙ᮪ᮕᮥᮁ-ᮌᮅᮜ᮪ ᮏᮩᮀ ᮞᮞᮙᮔ ᮃᮚ ᮓᮤᮔ ᮞᮥᮙᮍᮨᮒ᮪ ᮓᮥᮓᮥᮜᮥᮛᮔ᮪.
Contoh-contoh penggunaan aksara Sunda baku | |
|
Aksara Sunda bisa ditemui dalam film DreadOut.[12][13]