Republik Filipina Filipina: Republika ng Pilipinas | |
---|---|
Semboyan: "Maka-Diyos, Maka-Tao, Makakalikasan at Makabansa" ("Untuk Allah, Rakyat, Alam, dan Negara") | |
![]() Letak Filipina - hijau ASEAN - abu-abu | |
Ibu kota | Manila |
Bahasa resmi | |
Pemerintahan | Republik konstitusional presidensial unitari |
• Presiden | Rodrigo Duterte |
Leni Robredo | |
Legislatif | Kongres Filipin |
Senat | |
Dewan Perwakilan | |
Pendirian | |
2 Februari 1987 (38 tahun) | |
Mata uang | Peso (Filipina: Piso) (Php) |
Kode ISO 3166 | PH |
Bagian dari seri artikel mengenai |
Sejarah Filipina |
---|
![]() |
Garis waktu |
Artikel ini menyoroti sejarah Filipina setelah Revolusi EDSA 1986 yang dikenal sebagai sejarah kontemporer Filipina atau Republik Filipina Ketiga.
Dengan Revolusi EDSA, kenaikan tahta Corazon Aquino ditandai dengan restorasi demokrasi di negara tersebut.
Pada pemilihan 1992, sekretaris pertahanan Fidel V. Ramos (Lakas-NUCD), yang didukung oleh Aquino, memenangkan 23.6% suara, berbanding Miriam Defensor Santiago (PRP), Eduardo Cojuangco, Jr. (NPC), Jurubicara Dewan Ramon Mitra (LDP), mantan Ibu Negara Imelda Marcos (KBL), Presiden Senat Jovito Salonga (LP) dan Wakil Presiden Salvador Laurel (NP).
Pada awal pemerintahannya, Ramos mendeklarasikan "rekonsiliasi nasional" sebagai prioritas tertingginya.
Estrada menjabat ketika terjadi Krisis Keuangan Asia. Namun, ekonominya dapat pulih dari peristiwa tersebut. Dari pertumbuhan menurun -0.6% pada 1998 menjadi pertumbuhan moderat 3.4% pada 1999.[1][2][3][4][5][6]
Wakil Presiden Gloria Macapagal-Arroyo (putri dari Presiden Diosdado Macapagal) dilantik sebagai pengganti Estrada pada hari kepergiannya.
Senator Benigno Aquino III, putra dari mantan Presiden Corazon Aquino, memenangkan 15 juta suara atau kurang dari 50% dalam pemilihan presiden Filipina 2010. Transisi presidensial Benigno Aquino III dimulai ketika Aquino memenangkan Pemilihan presiden Filipina 2010.[7]
|work=
(bantuan)