Tahir | |
---|---|
翁俊民 | |
Anggota Dewan Pertimbangan Presiden | |
Masa jabatan 13 Desember 2019 – 20 Oktober 2024 Menjabat bersama Daftar
| |
Presiden | Joko Widodo |
Ketua | Wiranto |
Informasi pribadi | |
Lahir | Ang Tjoen Ming 24 Maret 1952 Surabaya, Jawa Timur, Indonesia |
Suami/istri | Rosy Riady |
Hubungan |
|
Anak | |
Orang tua |
|
Almamater | Universitas Teknologi Nanyang Golden Gate University |
Pekerjaan | Pengusaha Filantropis |
Sunting kotak info • L • B |
.Tahir,(nama lahir: Ang Tjoen Ming, Hanzi: 翁俊民)[3] (lahir 24 Maret 1952) adalah seorang pengusaha, investor, dan filantropis asal Indonesia yang merupakan pendiri Mayapada Group, sebuah perusahaan induk yang memiliki beberapa unit usaha di Indonesia. Unit usahanya meliputi perbankan, media cetak dan TV berbayar, properti, rumah sakit dan rantai toko bebas pajak/duty free shopping (DFS). Ia menjadi dikenal karena mampu menjadi orang terkaya kedua belas di Indonesia[4] dan seorang filantropis yang mampu menyumbangkan US$ 75 Juta untuk kesehatan.
Tahir lahir di Surabaya pada tahun 1952 di sebuah lingkungan yang rata-rata warganya tergolong tidak mampu. Dia dibesarkan oleh sepasang ayah dan ibu yang menghidupi keluarga dengan membuat becak. Tahun 1971, dia menamatkan pendidikan menengah atas (SMA) di SMA Kristen Petra Kalianyar Surabaya.[5]
Ketika lulus SMA, Tahir pernah bercita-cita ingin menjadi seorang dokter. Cita-cita tersebut kandas pada waktu ayahnya mengalami sakit keras hingga tidak sanggup lagi membiayai keluarga. Akibatnya, Tahir muda harus berhenti kuliah dan melanjutkan bisnis ayahnya di Surabaya. Ia mendapat beasiswa di sekolah bisnis di Nanyang Technological University, Singapura. Di Singapura, Tahir menempuh studi sembari tiap bulan mencari produk di Singapura untuk dijual di Surabaya. Dia membeli pakaian wanita dan sepeda dari pusat perbelanjaan di Singapura dan menjualnya kembali ke Indonesia. Dari sinilah, ia mendapatkan idenya untuk kapitalisasi produk impor guna membantu biaya sekolahnya. Awal dari bisnis garmen yang kemudian serius dia geluti pula. Di umur 35 tahun, ia bersekolah kembali lalu menyelesaikan pendidikan keuangan di Golden Gates University, California, Amerika Serikat.[5]
Pengalaman dan keberaniannya dalam berbisnis pada akhirnya membawanya menjadi seorang pengusaha muda. Dia dikenal sebagai pengusaha ulet dan memiliki bisnis yang cukup beraneka ragam dan kesemuanya sukses. Dari garmen, lambat laun Tahir muda mulai berani memasuki bidang bisnis lain, dia masuki bidang keuangan. Diawali dari Mayapada Group yang didirikannya pada tahun 1986, bisnisnya merambat dari dealer mobil, garmen, perbankan, sampai di bidang kesehatan. Tahun 1990 Bank Mayapada lahir menjadi salah satu bisnis andalannya. Ketika itu, bisnis garmen Mayapada tidak lagi tumbuh, justru bisnis banknya maju pesat.
Saat krisis ekonomi tahun 1998 menghantam negeri, banyak bank pemerintah maupun swasta yang ambruk. Namun di tengah situasi berbahaya seperti itu, Bank Mayapada tetap bertahan, malah masuk ke pasar Saham Bursa Efek Jakarta. Aktivitas perbankan Bank Mayapada tidak lumpuh karena ia tidak mengambil kredit dari bank asing sebesar bank-bank di Indonesia pada waktu itu. Bank Mayapada saat itu masih berfokus pada pengucuran kredit usaha kecil.
Bank Mayapada terus agresif ketika melihat dirinya sukses menghadapi krisis moneter. Dengan investasi asing seperti US, UAE, dan Singapura, banknya kini memiliki lebih dari 100 cabang di penjuru Indonesia. Pada tahun 2007, bank ini mendapatkan predikat bank umum terbaik nomor 2 selain bank milik negara. Penghargaan dikeluarkan oleh majalah InfoBank, majalah tentang bank paling berpengaruh. Selain perbankan, Mayapada Group masih melanjutkan ekspansinya.[6]
Kini Tahir tercatat sebagai orang terkaya ke-4 di Indonesia tahun 2018. Harta kekayaannya saat ini mencapai 3,5 miliar dollar US$.[4] Setelah mendapatkan kesuksesan di bisnis garmen dan perbankan yang dia geluti akhirnya dia mulai melirik ke sektor rumah sakit yang dilanjutkan dengan toko bebas bea serta perusahaan media. Perusahaan media yang dia lakoni sudah memiliki lisensi Forbes Indonesia. Setelah mendapatkan kesuksesan dari bisnis-bisnis itu, dia mulai lagi menunjukkan kekuatan bisnisnya dengan menciptakan perusahan properti sebanyak sebelas perusahaan yang bertempat di Bali, Indonesia dan Singapura.
Tahir masih memegang teguh pandangannya, bahwa bisnis adalah sebagai sarana menjadi manusia yang bermanfaat bagi sesama. Yang paling terlihat dari derma Tahir adalah usahanya mengembangkan wirausaha kecil dan menengah. Melalui bank Mayapada yang didirikannya, ia terus memompa semangat masyarakat untuk berwirausaha. Berkat kegigihannya ini, Tahir dianugerahi gelar doktor kehormatan oleh Universitas 17 Agustus 1945 Surabaya.
Berbekal keinginannya menjadi dokter, ia tetap memelihara keinginannya dengan membangun rumah sakit Mayapada yang berlokasi di Tangerang dan Jakarta Selatan. Melalui rumah sakit ini, Tahir memudahkan akses pelayanan kesehatan bagi anak dan orang tidak mampu. Pada peresmiannya, Rumah Sakit ini memberi pelayanan operasi jantung gratis bagi 100 pasien.[7] RS Mayapada di Tangerang memiliki pusat neurosains, kardiologi, gastrointestinal dan juga onkologi. Sedangkan baik RS yang berada di Tangerang maupun Lebak Bulus tetap menyediakan layanan gawat darurat, ambulans dan klinik minggu. Dan direncanakan pembangunan cabang ketiga di Bali,[butuh rujukan] serta sumbangan untuk Malaria dan Polio.
Saat terjadi banjir di Jakarta, ia bersama Alim Markus (Maspion) dan Mochtar Riady (Lippo Group) ikut menyumbangkan Rp 7 Miliar dalam bentuk pengadaan air bersih, buku dan juga seragam sekolah bagi anak-anak korban banjir.[8]
Ia pernah menyumbang US$ 75 Juta untuk The Global Fund untuk melawan TBC, HIV, dan Malaria di Indonesia, bermitra dengan Bill & Melinda Gates Foundation. US$ 10 Juta di antaranya digunakan untuk memperluas akses kontrasepsi. Dengan bermitra bersama Bill & Melinda Gates Foundation, sumbangannya dilipatgandakan menjadi US$ 150 Juta.[9]
"Ini merupakan contoh filantropi paling fenomenal baik bagi Indonesia maupun regional," "Indonesia telah berhasil meningkatkan angka kesehatan namun masih banyak hal yang harus diselesaikan." kata Bill Gates saat di Abu Dhabi.
Dalam artikel pribadi Tahir yang penulis temukan di kanal blog "The Big Push", sebuah portal blog rancangan Huffington Post dan The Global Fund (lihat:Huffington Post) Tahir mengatakan:
- “Saya tidak menyesal karena dulu saya gagal menjadi dokter. Tapi memang, saya tahu bahwa saya telah sangat diberkati. Walaupun saya gagal menjadi dokter karena tidak memiliki dana yang cukup untuk melanjutkan pendidikan, tetapi saya masih lebih beruntung dibandingkan dengan kondisi jutaan anak-anak lain di negara-negara berkembang di Afrika, Asia dan Pasifik Barat yang terpaksa masuk ke dalam lingkaran kemiskinan ekstrem ketika orang tua mereka sakit atau meninggal, dan jutaan lainnya menderita penyakit yang tidak dapat dicegahnya karena faktor lingkungan serta infrastruktur kesehetan yang kurang.
- ...Itulah mengapa saya telah memutuskan untuk menginvestasikan US $ 65 juta melalui Lembaga Donor Global untuk Memerangi AIDS, Tuberkulosis dan Malaria. Ketika Global Fund diciptakan satu dekade yang lalu, kejadian HIV meningkat di seluruh dunia, dan obat yang digunakan untuk mengobati virus masih mahal. Malaria membunuh satu juta orang setiap tahun, dengan kematian terkonsentrasi di antara wanita hamil dan anak-anak di bawah usia lima tahun. Lebih dari dua juta orang meninggal akibat TBC karena mereka tidak memiliki akses murah pengobatan murah kelas satu. Sejak itu, saya melihat Global Fund telah memainkan peran penting dalam penanggulangan penyebaran epidemi ini. Kini di seluruh dunia, kejadian HIV telah menurun sepertiga, dan biaya obat HIV telah menurun lebih dari 99 persen”[10]
Tahir menerima tawaran University of California, Berkeley dan Universitas Pancasila sebagai Majelis Wali Amanat, organ pengawas perguruan tinggi. Ia menyumbang kepada National University of Singapore (NUS) sebesar seperempat triliun rupiah. Donasi itu ia baktikan pada kesinambungan riset pada lembaga pengembangan ilmu kedokteran di NUS.[11]
Pada 2014, ia sudah mengucurkan dana USD 3,27 juta dalam rangka pemberian beasiswa bagi mahasiswa tidak mampu yang tersebar di sepuluh perguruan tinggi di seluruh Indonesia. Untuk bantuan di pendidikan menengah se-nusantara, Tahir membeli 10.000 komputer jinjing (laptop) dengan total nilai USD 3 juta bagi lima bintang kelas teratas yang berasal dari keluarga tidak mampu. Ia juga memberi beasiswa bagi mahasiswa-mahasiswa Peking University dan Haas School of Business yang berasal dari Asia Pasifik.[12]
Istrinya, Rosy Riady juga menggagas sociopreneur, wirausaha yang berorientasi sosial dengan membuka outlet barang bekas di bilangan Jakarta Pusat. Outlet itu bernama h2h yang merupakan singkatan dari helping 2nd hand. Sesuai namanya, hasil penjualan barang didekasikan langsung bagi pemenuhan SPP siswa yang berasal dari keluarga kurang mampu.[12]
Tahir menerima gelar Dato' Sri dari Sultan Pahang, Malaysia pada bulan Mei 2010[3] atas kontribusinya dalam masyarakat dan menyelesaikan konflik antar perusahaan.[13] Tahir juga menerima gelar profesor dari Lingnan College, Sun Yat-Sen University untuk periode Oktober 2011 hingga September 2014.[3]
Pada tahun 2011 Tahir mendapatkan penghargaan Chancellor's Citation dari University of California, Berkeley, Amerika Serikat atas kepemimpinan yang luar biasa dalam bisnis dan pengabdiannya dalam kegiatan filantropi dan pelayanan kepada masyarakat. Tahir juga tercatat sebagai orang Asia pertama yang menjadi anggota Wali Amanat University of California (UC) Berkeley, AS.[14]
Tahir diberikan penghargaan Entrepreneur of the Year 2011 dari Ernst & Young dan penghargaan di bidang pendidikan oleh Perdana Menteri Singapura Lee Kuan Yew (2011). Tahir kembali memperoleh gelar doktor kehormatan dari Universitas Gadjah Mada pada tahun 2016[15] dan ditetapkan menjadi anggota Majelis Wali Amanat Universitas Gadjah Mada pada tahun 2017[16]
|newspaper=
(bantuan)
|newspaper=
(bantuan);
Jabatan olahraga | ||
---|---|---|
Didahului oleh: Dr. Ir. H. Muhammad Lukman Edy, M.Si. |
Ketum PTMSI 2006-2018 |
Diteruskan oleh: Ir. Peter Layardi Lay |